Mana yang Sebaiknya dipilih untuk Skrining Presbikusis, Tes Bisik atau HHIE-S?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Presbikusis merupakan salah satu gangguan menurunnya pendengaran sensorineural yang disebabkan proses degeneratif pada organ pendengaran. Proses degenaratif ini terjadi, salah satunya akibat pertambahan usia pada pasien.

Karena itu, sebagian besar penderita presbikusis berusia 65 tahun ke atas. Namun yang perlu kita ketahui, presbikusis bukanlah penyakit yang normal dimiliki lansia. Gangguan ini tetap memerlukan tindakan dari tenaga medis, mengingat dampaknya yang besar bagi kehidupan pasien.

Presbikusis memang bukanlah penyakit yang berbahaya atau mengancam jiwa secara langsung. Namun, tentu kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas kehidupan pasien. Bayangkan pasien yang sering beraktivitas keluar rumah dan melakukan interaksi sosial dengan orang lain, pasti akan merasa malu jika tidak bisa menangkap obrolan dari lawan bicaranya. Hal ini juga dapat menjadi penyebab pasien malas berinteraksi sosial, bahkan orang yang mengenal pasien pun merasa perlu melakukan usaha yang lebih untuk berkomunikasi dengan pasien. Selain itu, akan muncul rasa emosional dari pasien yang menjadi mudah marah atau bahkan sampai ke depresi, menganggap diri pasien tidak berguna. Dari penjelasan diatas, bisa kita pahami, penderita presbikusis cenderung mengalami gangguan depresi dan emosional.

Karena itu, presbikusis perlu dideteksi sejak dini oleh tenaga medis agar pasien segera dapat ditangani dan dampak dari gangguan ini dapat diminimalkan. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi gangguan ini adalah Audiometri. Audiometeri sendiri adalah alat yang digunakan untuk menentukan jenis dan derajat dari gangguan pendengaran dengan cara menganalis pasien mendengar suara, nada, dan frekuensi tertentu. Audiometeri adalah standar pasti seseorang menderita presbikusis. Namun, penilaian tidak hanya dengan hasil audiometri saja, harus dikaitkan juga dari hasil wawancara dokter dengan pasien.

Sebelum dilakukan pemeriksaan audiometri dengan pasien, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan skrining terlebih dahulu. Pemeriksaan skrining biasa dilakukan dengan Tes Bisik dan Kuesioner Hearing Handicap Inventory for The Elderly (HHIE-S). Tes bisik adalah pemeriksaan pendengaran sederhana tanpa menggunakan alat apapun. Pada pemeriksaan dengan tes bisik, dokter akan berbisik beberapa kata dengan jarak tertentu dari belakang pasien. Sedangkan, HHIE-S adalah kuesioner berisi beberapa pertanyan mengenai kualitas hidup pasien yang bekaitan dengan efek gangguan pendengaran.

Tentu pemilihan alat skrining bagi pasien-pasien presbikusis sangatlah penting. Suatu alat skrining dinyatakan baik, salah satunya bila memiliki nilai sensitivitas yang tinggi. Sensitivitas adalah kemampan suatu tes untuk menunjukkan individu yang mana yang menderita sakit dari seluruh pasien yang benar-benar sakit. Sehingga sebelum pasien dilakukan pemeriksaan audiometri, pasien sudah dilakukan penyaringan pada tahap skrining.

Dari penjelasan di atas, tentu seseorang dokter haurs memilih menggunakan tes bisik ataukah HHIE-S sebagai skrining bagi pasien presbikusis. Peneliti dan dosen dari Departemen Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher (THT-KL) RSUD Dr. Soetomo – FK UNAIR, Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.THT-KL(K), FISCM bersama dengan tim penelitiannya merupakan salah satu peneliti yang tertarik untuk meneliti mengenai uji skrining Tes Bisik dan HHIE-S pada pasien Presbikusis tersebut.

Dr. Nyilo dan tim, menggunakan kuesioner HHIE-S dengan 10 pertanyaan dengan bahasa Indonesia dan juga menggunakan kata-kata bahasa Indonesia yang sudah distandarkan untuk pemeriksaan tes bisik.

Pasien yang dijadikan subjek penelitian adalah pasien berusia 65 tahun atau lebih, dengan keluhan gangguan pendengaran dengan hasil audiometri menunjukkan gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi yang simetris dan bilateral, pasien tidak pernah menggunakan alat bantu dengar dan bersedia mengikuti penelitian. Penelitian tidak dilakukan pada pasien yang mengalami demensia, gangguan kesadaran, gangguan keseimbangan, perforasi membran timpani, Otitis Media, atau riwayat operasi telinga sebelumnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata ditemukan bahwa pemeriksaan tes bisik lebih sensitif daripada pemeriksaan dengan kuesioner HHIE-S. Karena itu, pemilihan pemeriksaan tes bisik lebih baik dijadikan pemeriksaan skrining di Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) daripada pemeriksaan dengan kuesioner HHIE-S berdasar hasil penelitian Dr. Nyilo dan tim. Namun, bukan berarti kuesioner HHIE-S tidak boleh digunakan. Berdasar penelitian dari Dr. Nyilo, penelitian dari Dr. Nyilo mendukung penelitian yang sebelumnya menyatakan bahwa semakin tinggi ambang batas suara yang dapat didengar oleh pasien, maka semakin tinggi pula hasil skor pada HHIE-S.

Seperti yang sebelumnya dijelaskan, kuesioner HHIE-S berisi pertanyaan yang berkaitan dengan kualitas hidup pasien. Jika pasien memiliki gangguan pendengaran ringan dalam artian masih bisa mendengan dengan ambang batas suara yang masih rendah, pasien sangat mungkin tidak merasa kualitas hidupnya terganggu. Karena itu, pada pasien dengan gangguan pendengaran ringan, hasil skor HHIE-S tidaklah terlalu signifikan. Selain itu, penelitian lain menyebutkan, hanya skor HHIE-S diatas 8 yang secara adekuat menyatakan bahwa pasien mengalami keluhan gangguan pendengaran sedang.

Selain itu, Dr. Nyilo menyatakan penelitian ini masih memiliki kekurangan. Kekurangan dalam penelitian ini adalah jumlah pasien yang menjadi subjek penelitian masih rendah. Dr. Nyilo berharap nantinya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subjek yang lebih besar. Hal ini agar penelitian yang terfokus pada alat skrining pada pasien presbikusis semakin meyakinkan dan dapat dijadikan rujukan. (*)
 

Penulis: Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.THT-KL(K), FISCM

Referensi

Purnami, N., Mulyaningsih, E.F., Ahadiah, T.H. et al. Score of Hearing Handicap Inventory for the Elderly (HHIE) Compared to Whisper Test on Presbycusis. 2020. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg [Online] Link: https://link.springer.com/article/10.1007/s12070-020-01997-5 (diakses 24 Oktober 2020)

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).