Konferensi Internasional ICoCSPA Tekankan Pentingnya Ilmu Sosial dalam Penanganan Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Pandemi Covid-19 telah menjadi sorotan dalam berbagai dimensi kehidupan akibat dampaknya yang begitu meluas. Isu tersebut akhirnya mendorong gelaran keenam International Conference on Contemporary Social and Political Affairs (ICoCSPA) untuk menyoroti kontribusi ilmu sosial dalam mengatasi pandemi. Konferensi internasional tahunan milik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) itu sendiri digelar pada Kamis (22/10/2020) dan menghadirkan tiga pembicara utama dari Indonesia, Malaysia, dan Australia.

Dalam pembukaannya, Wakil Dekan III FISIP Irfan Wahyudi, S.Sos., M.Comms menyatakan bahwa gelaran ICoCSPA 2020 dihadirkan digelar untuk mewadahi pertukaran ide dan network antar praktisi ilmu sosial. “Hari ini kita berkumpul untuk menyimak dan mendiskusikan inovasi dan pemikiran saudara-saudara sekalian. Saya harap hasil dari konferensi ini mampu menjadi solusi bagi masalah sosial dalam penanganan pandemi,” tuturnya.

Dalam acara inti, Professor Antropologi FISIP UNAIR Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria menyoroti permasalahan pandemi Covid-19 dari perspektif antropologi. Menurutnya, manusia sejatinya telah mengalami banyak era pandemi, di mana salah satu cara utama penanganannya adalah perilaku adaptasi. Akan tetapi, Guru Besar ilmu antropologi tersebut mengungkapkan bahwa manusia masih sulit beradaptasi pada perilaku sehat akibat adanya ketakutan, trust issue, stigma, hingga afiliasi politik yang mempengaruhi pandangan mereka. 

Pembicara kedua Prof Abdul Jalil Mohamed Ali selaku Assoc. Profesor dari Universiti Teknologi MARA, Malaysia membawakan topik mengenai kepemimpinan politik dan kepercayaan publik di masa krisis. “Dalam masa krisis, khususnya pandemi, publik pasti akan mengharapkan pemimpin yang mampu bersikap kuat, tenang, dan dapat dipercaya,” papar Dean of Faculty of Administrative Science and Policy Studies tersebut.

Maka dari itu pemimpin harus mengembangkan kemampuan komunikasi krisis yang baik dengan bersikap jujur, transparan, menunjukkan empati dan optimisme, menggunakan kredibilitas untuk membangun kepercayaan, menyediakan forum bagi pendapat publik, serta tentunya hadir sebagai role model bagi masyarakat. Strategi tersebut menurut Prof Abdul mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan mendorong akomodasi krisis yang lebih baik melalui partisipasi masyarakat.

Sementara itu pada kesempatan terakhir Prof Mark Turner dari University of New South Wales (UNSW) Canberra memaparkan observasinya pada kepemimpinan di masa pandemi. Menurutnya, salah satu contoh kepemimpinan terbaik di masa krisis dapat dilihat pada kepemimpinan Perdana Menteri New Zealand, Jacinda Ardern. Hasil dari kepemimpinan Ardern terlihat pada New Zealand yang sejauh ini hanya mencatatkan 1972 kasus positif dengan 25 kematian.

“Untuk itu framework kepemimpinan di masa krisis dibutuhkan dengan menekankan pembangunan kesatuan aksi dalam penanganan pandemi. Beberapa kunci utamanya terletak pada keikutsertaan para ahli dalam pengambilan keputusan, mobilisasi upaya kolektif, serta keterbukaan terhadap masukan dan kritik,” ungkap Adjunct Professor prodi Ilmu Administrasi Negara UNAIR tersebut.

Dari konferensi ini, 50 peserta dari Indonesia, India, dan Taiwan akan berlomba untuk mempresentasikan ide-ide mereka bagi penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, untuk mengimplementasikan komitmen inklusivitas FISIP, panitia acara juga menyediakan penerjemah bahasa isyarat di sepanjang konferensi internasional yang diselenggarakan via Zoom dan live streaming Youtube tersebut.

Penulis: Intang Arifia

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).