Kenali Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi diabetes pada anak. (Sumber: Tokopedia)

Diabetes melitus (DM) menupakan suatu penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh adanya gangguan pada produksi hormon insulin atau kerja dari insulin itu sendiri. Gangguan ini selanjutnya mengakibatkan peningkatan kadar gula (hiperglikemia) dalam darah seseorang. Insulin dihasilkan oleh organ pankreas dan berperan untuk mengatur penggunaan glukosa oleh otot, lemak, atau sel-sel lain di tubuh. Apabila produksi insulin menurun akan menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah.

Secara umum, DM dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu DM tipe 1 (DMT1) akibat kekurangan insulin karena kerusakan pada sel beta pankreas. DM tipe 2 (DMT2) akibat gangguan kerja insulin pada otot, hati, dan jaringan lemak yang juga dapat disertai kerusakan pada sel beta pankreas. DMT1 menjadi salah satu penyakit endokrin-metabolik tersering pada anak-anak dan remaja. Salah satu penyebab DMT1 yang telah diketahui adalah adanya proses autoimun atau antibodi menyerang sel beta pankreas, namun juga dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan sehingga produksi insulin berkurang.

Insidens DMT1  sangat bervariasi, di beberapa negara barat kasus DMT1 mencakup 5-10% dari seluruh jmlah penderita diabetes di negara masing – masing. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013, angka kejadian DMT1 di seluruh dunia menunjukkan hampir 500.000 anak usia di bawah 15 tahun dengan DMT1 di seluruh dunia dan didapatkan kecenderungan peningkatan insiden sebesar 2,8% per tahun. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Unit kerja koordinasi Endokrinologi (UKK) Ikatan dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2017 didapatkan 1179 kasus DMT1  pada anak dengan kelompok usia terbanyak pada 5-6 tahun dan 11 tahun seluruh dunia.

Tanda dan gejala DMT1 yaitu  frekuensi berkemih yang meningkat terutama di malam hari (poliuri), sering merasa haus (polidipsi), sering merasa lapar (polifagi), dan penununan berat badan dalam 2-6 minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Kadang – kadang pada anak disertai dengan gangguan penglihatan. Jika seorang anak terdapat keluhan tersebut, perlu dipastikan apakah terdapat peningkatan kadar gula dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium darah.

Dari pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 200 mg/dl (11.1 mmol/L), kadar gula darah plasma puasa lebih dari sama dengan 126 mg/dl (7.0 mmol/L) , dan kadar glukosa plasma  2 jam postprandial lebih dari sama dengan 200 mg/dl (11.1 mmol?L) pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu dengan pemberian beban glukosa setara dengan 75 g anhyrous glukosa dilarutkan dalam air atau 1.75 g/kgBB dengan maksimum 75 g, nilai HbA1c (Hemogloblin terglikosilasi) > 6.5% pada pemeriksaan standar national glycohemoglobin standardization program (NGSP) atau diabetes control and complication trial (DCCT). Pada diagnosis awal DMT1 ini seringkali didapatkan kondisi emergensi, yaitu berupa komplikasi akut yaitu ketoasidosis diabetikum. Pada kondisi ini pasien mual, muntah, dehidrasi dan kondisi penurunan kesadaran, mulai dari mengantuk sampai kejang dan tidak sadar.

DM tipe 1 termasuk penyakit tidak menular yang tidak dapat disembuhkan. Akan tetapi, dengan kontrol metabolik yang baik, anak yang mengidap DM tipe 1 ini dapat tumbuh dan berkembang selayaknya anak sehat lainnya. Kontrol metabolik yang dimaksud adalah mengupayakan kadar gula darah dalam batas normal atau mendekati normal, tanpa menyebabkan anak menjadi kekurangan glukosa dalam darah. Pengelolaan dilakukan antara lain dengan pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga, dan edukasi, serta pemantauan gula darah secara mandiri.

Tujuan dari pemberian insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme di dalam tubuh. Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam untuk semua penderita DMT1. Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu umur, lama menderita diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, sekolah dsb), target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya. Pengaturan makan pada pasien DMT1 juga memperhitungkan asupan dalam bentuk kalori. Asupan karbohidrat perlu dilakukan dalam 1-3 jam sebelum olahraga. Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah latihan/olahraga untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik.

Sebaiknya sebelum berolahraga penyandang DMT1 perlu menentukan waktu, lama, jenis, dan intensitas olahraga. Diskusikan dengan pelatih/guru olah raga dan kosultasikan dengan dokter terlebih dahulu. Bila olahraga aerobik, perkirakan energi yang dikeluarkan dan tentukan apakah penyesuaian insulin atau tambahan karbohidrat diperlukan.

Penulis: Nur Rochmah

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link jurnal berikut ini:

https://doi.org/10.3345/kjp.2019.01221

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).