Peran Pemberian Albumin pada proses Penyembuhan Luka pada Pasien Hipoalbuminemia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Prevalensi malnutrisi sekitar 30 persen – 50 persen dari total populasi dunia. Penderita malnutrisi dengan kondisi kekurangan proteinmemiliki resiko yang tinggi terhadap infeksi, penyembuhan luka yang lama, dan menyebabkan semakin lama membutuhkan perawatan. Hipoalbuminemia adalah kondisi tubuh seseorag yang mengalami kekurangan albumin yang disebabkan kurangnya konsumsi protein. Dan, hal tersebut juga berkaitan dengan usia, komorbiditas, dan asupan makanan. Kondisi kekurangan albumin diketahui dapat memperpanjang fase inflamasi (peradangan luka), mengurangi jumlah fibroblast, menghambat proteoglycan dan biosintesis kolagen, menghambat proses neoangiogenesis, dan memberikan efek yang buruk pada bentuk luka.

Penelitian ini dilakukan pada tikus Sprague-Dawley jantan berumur 3 bulan dengan berat 250-300 gram serta dengan kondisi sehat. Sample dibagi menjadi lima kelompok yang setiap kelompok terdiri atas lima tikus Sprague-Dawley yang dilakukan insisi pada bagian punggungnya. Kelompok A merupakan kelompok control dengan asupan protein normal, kelompok B merupakan kelompok hipoalbuminemia dan diberikan albumin sebelum operasi, kelompok C merupakan kelompok hipoalbuminemia dengan asupan protein normal tanpa diberi albumin, kelompok D merupakan kelompok hipoalbuminemia dan diberikan albumin setelah operasi, dan kelompok E merupakan kelompok hipoalbuminemia dengan asupan protein yang rendah. Pengamatan pada tikus dilakukan selama 7 hari dengan mengukur luas luka, serum albumin, CRP, IL-1, IL-6, dan level TNF-α sesuai dengan instruksi pada Kit, dimana untuk mengkonfirmasi ekspresi EGFR, ERK1/2, TGF-β, MMP-8, dan kolagen.

Efek diet rendah protein sebelum operasi dievaluasi menggunakan ELISA, yaitu terdapat penurunan yang signifikan pada serum albumin pada kelompok diet rendah protein apabila dibandingkan dengan kelompok control. Sebaliknya, terdapat kenaikan yang signifikan pada TNF-α, IL-1, dan CRP pada kelompok diet rendah protein jika dibandingkan dengan kelompok control. Efek pemberian albumin dan diet protein normal sebelum operasi pada kelompok hypoalbuminemia, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan (uji ANOVA) antara kelompok B (kelompok hipoalbuminemia dan diberikan albumin sebelum operasi), kelompok C (kelompok hipoalbuminemia dengan asupan protein normal tanpa diberi albumin), dan kelompok D dan E, dengan nilai P<0.01 pada variable TNF-α, IL-1, dan CRP.

Efek pemberian albumin sebelum dan sesudah operasi pada kelompok hipoalbuminemia, didapatkan hasil yang tidak signifikan, sehingga dapat dikatan bahwa pemberian albumin sebelum dan sesudah operasi tidak memiliki perbedaan yang bermakna pada pasien hipoalbuminemia. Hal yang serupa terjadi pada kelompok yang diberi albumin sebelum dan sesudah operasi dan kelompok dengan diet protein normal yang tidak berbeda secara signifikan pada hasil serum TNF-α, IL-1, IL-6, MMP-8 dan CRP.

Analisis secara Immunohistochemical menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan kelompok E, ekspresi EGFR pada kelompok B, C, D mengalami peningkatan secara signifikan pada hari ke-3 pasca operasi (P<0.05), serta ekspresi ERK1, ERK2, TGF-β dan Kolagen juga mengalami peningkatan yang signifikan pada hari ke-5 pasca operasi. Selain itu, kami mendeteksi adanya penurunan yang signifikan pada ekspresi MMP-8 pada kelompok B, C, dan D apabila dibandingkan dengan kelompok E, terutama pada hari ke 5 pasca operasi.

Pengukuran menggunakan Visitrak menemukan bahwa pada 5 hari pasca operasi, penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada kelompok C (kelompok hipoalbuminemia dengan asupan protein normal tanpa diberi albumin), dan pada hari ke-7 pasca operasi luas luka kelompok C sama dengan pada kelompok A dan B. Sama halnya, pada hari ke-7 pasca operasi, luas luka pada kelompok D (kelompok hipoalbuminemia dan diberikan albumin setelah operasi) sama dengan kelompok control dan kelompok yang diberika albumin sebelum operasi. Sebagai perbandingan, kami menemukan bahwa penyembuhan luka pada kelompok C (kelompok hipoalbuminemia dengan asupan protein normal tanpa diberi albumin) lebih cepat dibandingkan dengan kelompok B, D, dan A. Sebaliknya, penyembuhan luka pada kelompok E (kelompok hipoalbuminemia dengan asupan protein yang rendah) memiliki waktu terlama, yaitu hingga 7 hari pasca operasi, serta rate penutupan luka pada kelompok E lebih lama bila dibandingkan dengan kelompok A, B, C, dan D.

Kesimpulan dari penelitian kami adalah bahwa dengan pemberian albumin baik sebelum maupun sesudah operasi serta diet normal protein terbukti dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada pasien yang mengalami hipoalbuminemia jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan albumin dan diet protein rendah pada pengamatan hari ke-3 setelah operasi, hingga puncaknya pada hari ke-5 setelah operasi. (*)

Penulis: Dr. Arie Utariani, dr., SpAn., KAP

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.hindawi.com/journals/iji/2020/3254017/

Utariani A, Rahardjo E, Perdanakusuma DS. Effects of Albumin Infusion on Serum Levels of Albumin, Proinflammatory Cytokines (TNF-α, IL-1, and IL-6), CRP, and MMP-8; Tissue Expression of EGRF, ERK1, ERK2, TGF-β, Collagen, and MMP-8; and Wound Healing in Sprague Dawley Rats. Int J Inflam. 2020;2020

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).