Menilik Metode Penentuan Similarity Pola Lengkung Gigi dalam Identifikasi Kedokteran Gigi Forensik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Salah satu tujuan utama proses identifikasi adalah mengungkap identitas seseorang secara tepat dan ilmiah. Konsep dasar dalam identifikasi adalah membandingkan dua buah data, yaitu data antemortem dan postmortem, sehingga diperlukan kualitas data yang baik dan akurat. Perkembangan teknologi 3D imaging dalam mendukung kegiatan bidang forensik mengalami peningkatan yang sangat pesat. Perpaduan antara teknologi 3D dengan kedokteran gigi forensik mampu memberikan berbagai macam informasi tentang identitas seseorang secara akurat dan detail. Beberapa contoh penerapan teknologi 3D imaging dalam bidang kedokteran gigi forensik adalah analisis bitemark, identifikasi individu, dan analisis morfologi gigi.

Menjawab tantangan perkembangan teknologi dalam bidang forensik, peneliti dari Departemen Odontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya melakukan kerjasama penelitian dengan Department of Dental and Digital Forensic Graduate School of Dentistry Tohoku University dan Department of Computer and Mathematical Sciences Graduate School of Information Sciences Tohoku University, Jepang. Penelitian tersebut bertujuan mencari metode yang efektif untuk melihat persamaan dan perbedaan lengkung rahang dan permukaan gigi manusia melalui pendekatan 3D imaging. 3D scanner Vivid 910 (Konica Minolta, Japan) dan software Rapidform XOS/SCAN (INUS Technology, South Korea) digunakan untuk mengambil dan mengolah model 3D dari dental cast menjadi bentuk 3D point clouds. Selanjutnya, dilakukan superimposisi dari 2 buah 3D point clouds untuk menghitung besarnya perbedaan antara keduanya menggunakan metode iterative closest point (ICP) algorithm dalam bahasa pemrograman Matlab (MathWork Inc., USA).

Besarnya perbedaan dari masing-masing 3D point clouds ditentukan melalui perhitungan nilai root mean square error (RMSE). Dua buah 3D point clouds gigi dikatakan memiliki kemiripan jika nilai RMSE mendekati 0,0 milimeter. Sebaliknya, jika semakin besar nilai RMSE, maka dapat dikatakan bahwa kedua 3D point clouds tersebut memiliki perbedaan yang besar pula.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi 3D imaging mempunyai potensi besar untuk mendukung proses identifikasi iindividu. Selain itu, persamaan dan perbedaan pola lengkung rahang antar individu dapat dilihat melalui superimposisi dua buah 3D point clouds. Nilai RMSE dari superimposisi 3D point clouds dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gigi yang ada pada rahang. Selain itu, diketahui bahwa permukaan labial (permukaan gigi yang menghadap ke bibir) dari gigi depan manusia sudah cukup digunakan untuk menentukan persamaan dan perbedaan lengkung gigi antar individu.

Dalam bidang odontologi forensik, hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada kasus identifikasi individu dimana terdapat kesulitan dalam melakukan pemeriksaan gigi pada seseorang yang telah meninggal dunia dan pada orang yang mengalami kondisi trismus. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk membantu tim forensik dalam membandingkan kondisi gigi postmortem dan antemortem secara digital dengan cepat dan efisien.

Penulis: Arofi Kurniawan, drg., Ph.D.

Judul artikel asli: Determining the genuine and the imposter pair of the dental arch pattern through the 3D point cloud analysis for forensic identification

Link artikel scopus: http://www.ijpronline.com/ViewArticleDetail.aspx?ID=17412

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).