Investigasi Suhu Permukaan Tanah di Spitsbergen: Sebuah Studi di Wilayah Kutub Utara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi suhu permukaan tanah. (Sumber: Kumparan)

Suhu permukaan tanah merupakan parameter dasar perubahan iklim dan merupakan manifestasi dari pertukaran energi antara atmosfer dan biosfer. Suhu permukaan tanah di wilayah Arktik telah meningkat dua kali lebih cepat dari suhu global. Peningkatan suhu permukaan tanah menyebabkan properti permukaan tanah terganggu, terutama di daerah permafrost. Wilayah ini rentan terhadap perubahan iklim, sehingga Arktik ditetapkan sebagai wilayah kunci dalam sistem iklim global.

Wilayah studi adalah Spitsbergen di Kepulauan Svalbard, berada di 74 ° –81 ° lintang utara dan 10 ° –35 ° bujur timur. Iklim Svalbard yang sejuk disebabkan oleh lokasinya yang terletak di antara dua arus samudra. Di sepanjang pantai barat, iklim di Svalbard merupakan iklim subpolar, sedangkan suhu di wilayah pantai timur sangat dingin bahkan selama musim panas. Di Svalbard, periode musim dingin  lebih panjang dan berlangsung mulai bulan Agustus hingga Mei, sedangkan musim panas berlangsung mulai bulan Juni hingga Agustus. Svalbard memiliki keunikan tersendiri karena terletak di kawasan Kutub Utara. Sebesar 60% wilayah Svalbard merupakan wilayah yang ditutup oleh glasier. Di antara wilayah Arktik, Spitsbergen merupakan wilayah yang memiliki permafrost terhangat dengan suhu udara rata-rata berkisar dari -2,5 °C di bagian barat pantai hingga -5°C di bagian tengah.

Studi kami menemukan bahwa berdasarkan pola musiman, pada masa musim dingin, suhu permukaan tanah di Spitsbergen mengalami tren pemanasan. Mulai awal Maret (hari ke 60), suhu permukaan tanah naik secara bertahap hingga mencapai suhu maksimum di bulan Juli. Juli adalah bulan terhangat dalam setahun. Selama musim dingin, suhu meningkat 2-3°C per dekade. Meskipun musim dingin merupakan musim terpanjang, namun telah terjadi pemendekan periode musim dingin, sebagai respon terhadap kenaikan suhu. Meningkatnya suhu musim dingin merupakan aspek penting dari perubahan iklim. Ini terkait dengan sirkulasi atmosfer, karakteristik massa udara, dan konsentrasi es laut.

Pada penelitian ini, selama Februari 2000-November 2019 terdapat 875 observasi. Dalam studi ini, terdapat indikasi data yang hilang selama periode observasi. Cloud-cover menghambat pengambilan data suhu permukaan tanah. Terlihat bahwa ada lebih banyak data yang hilang ditemukan di sub-wilayah Longyearbyen. Hanya ada 866 observasi yang tersedia selama periode yang diamati. Data yang hilang dianalisis dengan fungsi natural spline cubic.

Dalam penelitian ini, pola musiman dikeluarkan untuk menghilangkan komponen musiman dan mendapatkan model yang stasioner. Kami menambahkan konstanta untuk mempertahankan rata-rata keseluruhan, sehingga model memiliki rata-rata yang konstan di setiap titik waktu. Deret waktu stasioner adalah deret data tanpa komponen tren atau komponen musiman. Sebagian besar model deret waktu diperlukan untuk memenuhi asumsi stasioner yang berguna untuk peramalan. Hasil analisis dengan regresi multivariat menunjukkan terdapat peningkatan suhu permukaan tanah per dekade di setiap sub-wilayah dan Spitsbergen.

Suhu Spitsbergen telah meningkat 1.039℃ per dekade. Arktik berperan sebagai “lemari es” Dunia. Perubahan substansial di Kutub Utara karena perubahan iklim akan berdampak pada semakin tingginya panas yang disimpan oleh permukaan Bumi dan memengaruhi wilayah lain di Dunia. Meskipun suhu permukaan tanah telah meningkat di Kutub Utara, tetapi belum tentu meningkat di wilayah lain. Menurut penelitian yang lain, suhu permukaan tanah telah meningkat di 62,4% dari luas daratan di dunia, sisanya mengalami penurunan. Perubahan iklim adalah masalah serius dan mungkin dianggap sebagai hal yang membutuhkan perhatian lebih. Perubahan iklim tidak hanya bertanggung jawab atas munculnya bencana alam yang ekstrim, kekeringan, atau gagal panen, tetapi juga mengancam kesehatan manusia.

Dalam penelitian ini, analisis sederhana dipergunakan untuk menyelidiki perubahan suhu permukaan tanah di Spitsbergen, menggunakan autoregresi dan regresi multivariat dengan cubic spline. Kedua model statistik ini digunakan karena data penginderaan jauh diperoleh secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan mencakup wilayah yang luas sehingga menjadikan suhu permukaan tanah sebagai data spasial. Penelitian kami menemukan bahwa suhu permukaan tanah di Spitsbergen meningkat sebesar 1.039°C per dekade (CI: 0.576-1.501; z: 4.403). Meskipun suhu di bulan Juli merupakan suhu maksimum, perubahan suhu permukaan tanah yang paling mencolok terjadi pada hari-hari di musim dingin. Gustav Adolf Land, Nordaustlandet, mengalami peningkatan suhu tertinggi per dekade (1.264 ℃). (*)

Penulis: Tofan Agung Eka Prasetya

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:https://www.researchgate.net/publication/343375155_A_statistical_method_for_analysing_temperature_increase_from_remote_sensing_data_with_application_to_Spitsbergen_Island

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).