Infeksi Saluran Kemih pada pasien Diabetes Mellitus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Diabetes Melitus Tipe 2. (Sumber: Gaya Tempo)

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang prevalensinya di Indonesia diderita oleh sekitar 10 juta individu dan diprediksi akan meningkat hingga 16.7 juta di tahun 2045. Bila tidak ditangani dengan baik, pasien dengan diabetes mellitus ini memiliki resiko penyakit lain salah satunya adalah infeksi saluran kemih. Keberadaan infeksi saluran kemih ini dapat diakibatkan oleh tingginya kadar gula penderita, sirkulasi sel darah putih yang kurang baik serta proses pengosongan kandung kemih yang kurang tepat mengakibatkan urin tinggal terlalu lama di kandung kemih dan merupakan tempat berkembang yang baik bagi bakteri termasuk bakteri pathogen.

Infeksi saluran kemih (ISK) ini memiliki beberapa gejala klinis termasuk bakteuria asimptomatik, sistitis akut, pielonefritis akut serta urosepsis berat. Infeksi saluran kemih ini biasanya dialami oleh pasien wanita dengan prevalensi 50-60%. Pada pasien dengan diabetes, prevalensi infeksi saluran kemih ini dapat meningkat dikarenakan oleh beberapa faktor resiko seperti usia lanjut, komplikasi yang berkepanjangan, kontrol metabolic, nefropati diabetes serta sistopati. Sehingga pada studi ini diperlukan gambaran factor resiko yang menyebabkan pasien diabetes mellitus rentan terhadap infeksi saluran kemih.

Pada studi ini ditemukan prevalensi infeksi saluran kemih pada pasien dengan diabetes mellitus adalah 3.93%. Diagnosa infeksi saluran kemih dilakukan dengan kultur urin. Kultur urin menunjukkan adanya beberapa bakteri yang didominasi oleh bakteri gram negative (Escherichia coli) serta bakteri gram positif (Enterococcus faecalis). Bila dibandingkan dengan pasien non-DM, variasi bakteri yang ditemukan tidak jauh berbeda dengan pasien DM. Sehingga bisa disimpulkan jenis bakteri yang biasa ditemukan pada penderita infeksi saluran kemih (non-DM) juga ditemukan pada penderita DM-ISK.

Selain itu pada kultur urin juga ditemukan beberapa bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik seperti golongan Escherichia coli MDRO (multidrug resistant organisms), Klebsiella pneumoniae MDRO, Acinetobacter baumanii MDRO. Bila dilihat dari data rekam medis, tidak ditemukan adanya hubungan lama DM dengan prevalensi mikroorganisme resisten. Dari data rekam medis ditemukan bahwa pasien yang terinfeksi oleh mikorogasnime resiten ini berasal dari pasien rawat inap (infeksi nosocomial) tetapi kesimpulan ini tetap memerlukan studi genetik untuk benar-benar memastikan spesies mikoorganisme resistan serta memerlukan populasi yang lebih banyak sehingga bisa memperoleh kesimpulan yang lebih representatif. Infeksi saluran kemih yang diakibatkan oleh bakteri resistan ini dapat mengurangi keefektifan terapi antibiotik pada pasien DM dengan infeksi saluran kemih. Sehingga prevalensi dari organisme resistan ini perlu mendapatkan perhatian khusus pada pasien dengan infeksi saluran kemih secara umum dan pada pasien DM dengan innfeksi saluran kemih.

Faktor resiko yang penyebab terjadinya infeksi saluran kemih pada pasien DM yang diamati adalah usia, jenis kelamin, durasi DM serta status glikemik. Studi ini tidak menemukan perbedaan yang berarti pada usia, jenis kelamin, durasi DM serta status glikemik yang dapat meningkatkan kerentanan pasien DM terhadap ISK. Meskipun dari data diperoleh bahwa pada pasien wanita memiliki kerentanan terhadap ISK lebih tinggi dibandingkan dengan pasien pria. Dilihat dari usia juga, pasien yang berusia lanjut (lebih dari 60 tahun) lebih rentan terhadap infeksi saluran kemih terutama pada pasien DM yang status glikemiknya kurang terkontrol dengan biak (kadar gula 200 mg/dL).

Dari studi pola antibiotik menunjukkan bahwa beberapa mikroorganisme termasuk pathogen resisten masih menunjukkan kepekaan terhadap beberapa antibiotik pada regimen pertama seperti fosfomisin dan nitrofurantoin. Beberapa mikroorganisme juga menunjukkan sensitifitas pada antibiotik golongan bekta lactam seperti golongan carbapenem yakni meropenem. Sedangkan beberapa mikroorganisme menunjukkan resistensi pada antibiotik golongan trimethoprim-sulfamethoxazole, golongan beta lactam seperti amoksilin-clavulanic acid, cefixime, cefpodoxime; golongan ampicillin serta tetracyclin. Dikarenakan masih ditemukan tinngginya resistensi antibiotic ini maka diperlukan pemeriksaan sensitifitas dan resistensi antibiotik sebelum dilakukan terapi pada pasien DM-ISK terutama dari antibiotik golongan tripmethoprim-sulfamethoxazole, beta-lactam, fluoroquinolone serta tetracycline.

Hasil dari studi ini menunjukkan perlunya monitoring prevalensi dari bakteri pathogen resistan sehingga data ini dapat digunakan untuk membantu dokter menentukan antibiotik yang tepat untuk penanganan infeksi saluran kemih terutama pada pasien DM.

Penulis: Dwi Wahyu Indriati

Informasi detail dari artikel ini dapat dibaca lebih lengkap pada publikasi ilmiah berikut:

http://www.germs.ro/library/downLoad.php?id=682&from=uploads

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).