Pengmas Psikologi UNAIR Adakan Pelatihan Konselor bagi Relawan Rumah Pintar Bojonegoro

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Departemen Psikologi UNAIR kembali mengadakan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) secara virtual di Rumah Pintar Desa Bengkok, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. (Dok. Nikmah)

UNAIR NEWS – Di tengah kondisi pandemi saat ini, Departemen Psikologi kembali mengadakan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) secara virtual di Rumah Pintar Desa Bengkok, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Rumah Pintar sendiri merupakan salah satu program konseling yang dianjurkan oleh Bupati Bojonegoro dan fokus memberikan pelayanan serta edukasi tentang permasalahan keluarga.

Kegiatan yang dilaksanakan pada Selasa (15/09/2020)itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan bimbingan kepada para relawan atau pemerhati Rumah Pintar yang sering menjadi tempat berkeluh kesah warga setempat. Dr. Hamidah, M.Si., Psikolog sebagai ketua pelaksana menuturkan bahwa para relawan tersebut tidak mempunyai latar belakang pendidikan konseling atau psikologi.

“Berlandaskan hal itu, maka kami rasa pelatihan ini perlu dilakukan supaya proses konseling dapat berjalan dengan baik. Apalagi mengingat fungsi dan tugas rumah konseling sendiri adalah untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah dalam keluarga.” terangnya.

Dalam penyampaian materi pada hari pertama, Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog menjelaskan tentang bagaimana menjadi konselor sebaya yang baik. Pengertian konselor sebaya menurutnya adalah keadaan dimana seseorang menjadi pendengar yang baik bagi orang lain yang seumuran atau sebaya. Wakil Dekan 3 bidang Riset, Publikasi, dan Kerjasama itu menyebutkan bahwa keberhasilan konseling ditentukan oleh dua hal. Pertama, seorang konselor harus tau bahwa dirinya adalah konselor, yaitu orang yang sedanh dicurhati dan harus mendengarkan dengan penuh empati. Selanjutnya, konselor juga perlu mengetahui tentang dasar-dasar teknik pemberian.

“Empati merupakan hal wajib yang harus dimiliki konselor, kita harus bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh klien,” tegasnya.

Lebih lanjut, dosen yang biasa dipanggil Bu Dewi itu memaparkan empat tahapan dalam empati. Tahapan pertama adalah destruktif atau defence yang dapat merusak hubungan. Contoh pada tahapan ini ialah ketika seseorang ingin curhat namun konselornya menjawab ‘Saya tidak ada waktu’, jawaban itulah yang dikatakan dapat merusak hubungan. Selanjutnya adalah tahapan dimana konselor dapat merespon apa yang dirasakan orang lain, tetapi belum memahami perasaan orang lain. Tahapan ketiga ialah ada pemahaman terhadap orang lain dan ada kesediaan untuk mendengarkan.

“Sementara tahapan ahir atau empati yang paling tinggi adalah adanya penambahan feeling berupa kata-kata lain dan dapat menangkap apa yang disampaikan klien,” jelasnya.

Terakhir, Dewi menuturkan bahwa pelatihan teori saja tidak cukup untuk memberikan pembekalan pada konselor. Oleh karena itu, mingu depan semua relawan akan diberikan latihan praktik langsung untuk melakukan proses konseling.

Penulis : Nikmatus Sholikhah

Editor  : Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).