Pakar Sebut Munculnya RUU Cipta Kerja Mengindikasi Indonesia Didominasi Kekuasaan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja memicu pro dan kontra dari masyarakat. Merespons hal itu, Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) melalui kerja sama dengan Brawijaya Moot Court Community (BMCC) Universitas Brawijaya (UB) menggelar webinar nasional untuk membahas urgensi tentang RUU tersebut.

Diskusi yang dilaksanakan pada Jumat (11/9/2020) itu menghadirkan tiga narasumber dari sudut pandang hukum yang berbeda. Mereka adalah Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum., Dr. Dhia Al-Uyun, S.H., M.H., dan Mangatur Nainggolan, S.E., S.H., M.M.

Dibuka Haikal Fikri selaku ketua umum KPS FH, dirinya mengutarakan bahwa acara yang mengusung tema “Apa Kabar RUU Cipta Lapangan Kerja?” itu merupakan bentuk respons mahasiswa sebagai agent of change untuk mengawal kebijakan yang kelak berdampak besar kepada masyarakat. Khususnya para buruh.

“Kita harus memastikan bahwa rumusan UU yang dibuat oleh pemerintah akan memberikan dampak positif atau perubahan banyak dengan memperhatikan kondisi sosiologis masyarakat,” ujarnya.

Dr. Dhia Al-Uyun, S.H., M.H., sebagai pemateri pertama mengupas poin-poin per pasal dalam RUU Cipta Kerja. Menurutnya, pasal-pasal yang dirumuskan dalam Cipta Kerja mengarah pada satu kepentingan tertentu. Yaitu, meningkatkan iklim investasi dimana hanya akan memberikan keuntungan kepada pengusaha dan mereduksi hak pekerja. Bukan hanya itu, dosen FH UB itu juga menjelaskan bahwa Cipta Kerja dapat menghilangkan hak kodrati perempuan karena tidak diberikannya kesempatan untuk cuti bagi perempuan yang sedang hamil, menstruasi, dan melahirkan.

“Lalu apa yang perlu kita dukung dari sesuatu yang tidak layak untuk didukung? Cipta Kerja hanya akan menjadikan para pekerja sebagai romusa tanpa upah yang layak dan sangat mengerikan,” tegas penulis buku Pengantar Hukum Indonesia.

WEBNAR Fakultas Hukum dalam menyikapi RUU Cipta Kerja.

Sementara itu, Mangatur Nainggolan, S.E., S.H., M.M. memberikan penjelasan mengenai Cipta Kerja dari perspektif ekonomi Pancasila. Ketua Umum Serikat Buruh Patriot Pancasila tersebut memaparkan bahwa Cipta Kerja tidak sesuai dengan asas ekonomi pancasila yang berprinsip pada ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Menurutnya, RUU tersebut menghilangkan asas pemerataan dan keadilan serta akan mengeksploitasi para pekerja Indonesia.

“Ketika terjadi PHK saja tidak dilakukan rundingan dengan serikat pekerja, bahkan mereka juga tidak diberikan pesangon sebagai biaya hidup sementara. Ini adalah contoh ketidakseimbangan yang nyata,” paparnya.

Pada akhir sesi, Dr. Suparto Wijoyo, S.H., mempertanyakan implementasi tentang Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Koordinator Magister Sains dan Hukum UNAIR itu menegaskan bahwa negara hukum bukanlah negara kekuasaan, namun munculnya Cipta Kerja menunjukkan bahwa negara ini didominasi oleh kekuasaan, yaitu kekuasaan para pengusaha. Hal itu dikarenakan Cipta Kerja hanya akan menjadi angin segar bagi para pengusaha, namun tidak bagi pekerja atau buruh.

“Di sini saya melihat bahwa negara yang katanya demokrasi ini sebenarnya hanya sebagai casing saja, tapi instrumen penerapannya bersifat monarkhi yang penuh dengan sentralisasi kekuasaan,” tegas Pakar Hukum Lingkungan itu. (*)

Penulis: Nikmatus Sholikhah

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).