Variasi Genetik dan Hubungan Kekerabatan Suku-Suku : Dayak Bukit-Dayak Ngaju-Banjar Hulu di Pulau Kalimatan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi tradisi Dayak Ngaju. (Sumber: Trubus.ID)

Indonesia adalah negara maritim yang terdiri lebih dari 17.000 pulau yang membelah Samudera Pasifik dan Hindia, menghubungkan daratan Asia dengan dunia Pasifik. Memiliki 730 bahasa pribumi dan berbagai suku, Indonesia merupakan salah satu daerah yang paling beragam di bumi dalam hal etnis, linguistik dan genetik (Tumonggor, et al., 2013). Kondisi geografis berbagai daerah di Indonesia yang berbeda cukup signifikan juga memberikan pola khas pada fenotip individu dari masyarakatnya (Meinarno, Widianta, & Rizka, 2011).

Perbedaan ciri fenotip individu merupakan hasil interaksi dari informasi genetik dan pengaruh lingkungan. Beberapa individu yang berasal dari keturunan yang sama boleh jadi berbeda setelah tinggal pada daerah dengan perbedaan kondisi lingkungan yang sangat signifikan (Suryo, 1986). Ilmu kedokteran forensik memandang keberagaman merupakan salah satu faktor kesulitan dan tantangan dalam identifikasi (Butler, 2005).

Pulau Kalimantan terbagi menjadi lima provinsi, salah satunya adalah Provinsi Kalimantan Selatan. Mayoritas penduduk di wilayah Kalimantan Selatan adalah suku Banjar (Daud, 1997). Namun terdapat pula kelompok penduduk asli bermukim di kawasan Pegunungan Meratus yang membentang sepanjang lebih kurang 600 km2 di wilayah Kalimantan Selatan sehingga disebut suku Dayak Pegunungan Meratus atau suku Dayak Bukit (Radam, 2001) dan populasi yang menghuni daerah aliran sungai yaitu suku Dayak Ngaju (Riwut, 2003). Tidak adanya data yang  akurat  tentang perbedaan ciri-ciri suku-suku tersebut dapat menyebabkan kesulitan dalam identifikasi. 

Salah satu faktor yang dapat menjadi alasan kedekatan hubungan antara Suku Dayak Bukit dengan Suku Banjar Hulu adalah kesamaan dan kedekatan geografis. Kedua suku ini sama-sama  menghuni daerah Pegunungan Meratus, dimana Suku Dayak Bukit menghuni daerah yang lebih tinggi dan terpencil dibandingkan dengan Suku Banjar Hulu. Hal ini sesuai dengan penelitian lain oleh  Haifa  (2017),  tentang perbandingan karakteristik pola rugae palatina antara Suku Dayak Bukit, Suku Banjar Hulu dan Suku Dayak Ngaju.

Diketahui tidak terdapat perbedaan karakteristik pola rugae palatina antara Suku Dayak Bukit dan Suku Banjar Hulu. Adanya hubungan kekerabatan juga dinyatakan oleh Radam (1987) yang  dalam laporan hasil penelitiannya menyatakan bahwa kesamaan bahasa dan kesadaran tentang asal usul nenek moyang membuat adanya kesimpulan jika suku Dayak Bukit berasal dari rumpun yang sama dengan suku Banjar Hulu.

Pada sisi yang lain Suku Banjar Hulu juga menunjukkan kekeraban yang cukup erat dengan Suku Dayak Ngaju. Salah satu faktor yang dapat menjadi alasan kedekatan hubungan kekerabatan antara Suku Banjar Hulu dengan Suku Dayak Ngaju adalah keterhubungan secara geografis.  Suku Banjar Hulu dan Suku Dayak Ngaju sama-sama menetap di daerah tepian sungai.

Suku Banjar Hulu yang biasa disebut dengan Banjar Pahuluan yang merupakan penduduk daerah lembah sungai yang berhulu ke Pegunungan Meratus sedangkan Suku Dayak Ngaju bermukim di daerah aliran Sungai Kapuas, Kahayan dan banyak pula yang bermukim di muara sungai Barito. Sangat mungkin terjadi interaksi yang intensif antara Suku Banjar Hulu dan Suku Dayak Ngaju. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilsukukan Panghiyangani et al (2018) yaitu Korelasi Panjang Telapak Kaki, Telapak Tangan, Lengan bawah, Tungkai Bawah dengan Tinggi Badan Tinjauan pada Wanita Dewasa Suku Dayak Bukit, Suku Banjar Hulu dan Suku Dayak Ngaju dan penelitian Panghiyangani et al (2019) yaitu Prediktor Tinggi Badan Berdasarkan Tulang Panjang pada Laki-Laki Dewasa Suku Dayak Bukit, Suku Banjar Hulu dan Suku Dayak Ngaju yaitu berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan panjang tulang-tulang ekstremitas tersebut didapatkan hubungan kekerabatan antara Suku Banjar Hulu dengan Suku Dayak Ngaju.

Kemudian penelitian lain oleh Destiarini (2017) yaitu Perbandingan Karakteristik Shovel Shape Gigi Insisivus Pertama Rahang Atas pada Suku di Kalimantan (Suku Dayak Bukit, Suku Banjar Hulu dan Suku Dayak Bukit), disimpulkan ada kemungkinan hubungan kekerabatan antara suku Dayak Bukit dengan suku Dayak Ngaju berdasarkan hasil perbandingan karakteristik shovel shape.

Penelitian ini bertujuan variasi genetik dan hubungan kekerabatan suku Dayak Bukit, suku Dayak Ngaju dan suku Banjar Hulu berdasarkan lokus STR CODIS.

Dari hasil penelitian ini juga diketahui Suku Dayak Bukit tidak memiliki hubungan kekeraban yang cukup erat dengan Suku Dayak Ngaju. Alasan yang mungkin menjadi penyebab rendahnya tingkat kekerabatan tersebut adalah keterpisahan secara geografis, dimana Suku Dayak Bukit menghuni dataran tinggi Pegunungan Meratus sedangkan Suku Dayak Ngaju menghuni daerah-daerah  aliran sungai yang jauh dari Pegunungan Meratus. 

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa antara ketiga suku juga mempunyai lokus dengan alel yang sama berarti antara ketiga suku mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain bisa jadi karena faktor asal usul nenek moyang yang sama.

Penulis : Ahmad Yudianto

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :

https://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=19700174971&tip=sid&clean=0

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).