Buku Kesehatan Ibu dan Anak sebagai Faktor Strategis Imunisasi pada Kelompok Kumuh dan Miskin Perkotaan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilistrasi buku imunisasi. (Sumber: wawaraji)

Imunisasi diketahui sebagai pencegahan primer terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti difteri dan campak yang paling efektif dan murah. Program imunisasi pada anak juga menjadi salah satu kontributor terpenting untuk mengurangi mortalitas anak dan meningkatkan harapan hidup di Indonesia. Namun cakupan dan pemerataan imunisasi masih menjadi permasalahan di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan angka cakupan imunisasi lengkap nasional di perdesaan dan perkotaan memiliki angka cakupan yang sama yaitu sekitar 60%. Namun menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016 menunjukkan angka tersebut menurun hingga lebih dari 20% semenjak tahun 2015. Presentase angka cakupan imunisasi lengkap tersebut terus menurun pada tahun 2017 baik di perkotaan (51,90%) maupun di perdesaan (48,49%).

Cakupan imunisasi untuk PD3I yang rendah dan tidak merata berkontribusi pada hasil kesehatan yang buruk pada populasi penduduk kota yang miskin, khususnya di daerah kumuh. Rendahnya cakupan imunisasi menjadikan masyarakat kumuh dan miskin merupakan salah satu kelompok risiko tinggi yang berpotensi menjadi hot spot Kejadian Luar Biasa atau wabah PD3I. Tingginya populasi pada kelompok kumuh dan miskin di perkotaan dapat berdampak pada angka cakupan dan pemerataan program imunisasi.

Pemukiman kumuh sering kali merupakan titik masuk pertama pendatang baru dari desa ke daerah perkotaan. Proses migrasi ini berdampak kepada kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan yang mengarah kepada rendahnya cakupan imunisasi. Sebagian besar anak yang berasal dari keluarga dengan latar belakang sosio-ekonomi yang rendah, menderita kemiskinan, tinggal di daerah kumuh serta pendidikan orangtua yang tidak memadai memiliki cakupan imunisasi yang rendah. Hal ini dibuktikan bahwa di daerah perkotaan, ketersediaan layanan yang didukung dengan kemudahan akses mengakibatkan anak menjadi lebih mungkin diimunisasi lengkap daripada di daerah informal. Kurangnya pengetahuan tentang imunisasi menyebabkan ibu enggan mengimunisasikan anaknya karena dalam mengakses layanan kesehatan mereka takut akan biaya dan risiko kehilangan pendapatan. Mereka lebih mementingkan menggunakan waktu untuk bekerja membantu perekonomian keluarga daripada mengantar anaknya ke layanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi.

Berbagai faktor dapat memberikan dampak terhadap rendahnya cakupan imunisasi pada kelompok kumuh dan miskin di perkotaan ini. Pengetahuan dan kepemilikan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan salah satu faktor strategis terhadap program imunisasi. Buku KIA atau KMS juga menjadi sumber informasi tentang program dan status imunisasi bagi masyarakat. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 60% sasaran memiliki dan dapat menunjukkan buku KIA, 30% tidak memiliki buku KIA, serta 10% memiliki namun tidak dapat menunjukkannya.

Hasil penelitian Kelompok Studi Expanded Programme on Immunization, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga didukung UNICEF di Kota Surabaya, Malang, Pasuruan, dan Sidoarjo menunjukkan bahwa kepemilikan buku KIA/KMS berhubungan secara signifikan terhadap cakupan imunisasi dasar pada kelompok kumuh dan miskin. Hasil ini sesuai dengan Data World Bank yang menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat kecenderungan semakin rendah tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin rendah cakupan tiap jenis imunisasi. Masyarakat miskin perkotaan juga memiliki pendidikan yang lebih rendah dibanding yang tidak miskin, dimana satu pertiganya memiliki pendidikan kurang dari pendidikan primer.

Kepemilikan buku KIA/KMS mendukung program promotif dan preventif kesehatan masyarakat, termasuk imunisasi. Buku KIA/KMS memiliki peran penting untuk pencatatan dan pelaporan program imunisasi. Buku KIA/KMS digunakan untuk mengurangi kendala status imunisasi yang diakibatkan karena ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan dalam KIA/KMS tidak lengkap/tidak terisi, tidak dapat menunjukkan KMS/Buku KIA/Catatan kesehatan anak karena hilang atau tidak disimpan oleh ibu serta memory recall bias dari ibu. Buku KIA berisi semua keterangan tentang kesehatan ibu dan anak serta diketahui tenaga kesehatan. Jumlah kebutuhan Buku KIA harus disesuaikan dengan jumlah sasaran ibu hamil. Buku KIA boleh diadakan oleh pihak manapun termasuk organisasi swasta pemerhati kesehatan ibu dan anak.

Peran Buku KIA/KMS sebagai pencatatan dan pelaporan program imunisasi sangat penting untuk mengetahui berapa kali bayi sudah diimunisasi dan jenis imunisasi apa yang belum diberikan sehingga meningkatkan cakupan imunisasi dasar. Dukungan dan peningkatan akses terhadap program imunisasi serta peningkatan pengetahuan diharapkan dapat meningkatkan cakupan imunisasi pada kelompok kumuh dan miskin.

Penulis: Arief Hargono

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

https://www.jphres.org/index.php/jphres/article/view/1809

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).