Mampukah Industri Perhotelan dan Pariwisata Bangkit?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Industri perhotelan dan pariwisata menjadi salah satu sektor yang tidak bisa lepas dari dampak Pandemi Covid-19. Lantas, bagaimana keadaan industri itu saat ini?. Topik inilah yang menjadi bahan diskusi pada seminar daring yang diselenggarakan Program Studi D3 Manajemen Perhotelan Fakultas Vokasi (FV) UNAIR pada Jumat (14/8/2020).

Dalam seminar daring itu, Rhoy David Kurniawan S.S., S.Pd., selaku manager pembelajaran dan pengembangan Raffles Hotel, Bali, menjadi pembicara. Rhoy –panggilannya–mengungkapkan bahwa kondisi industri perhotelan dan pariwisata saat ini sangat parah. Bahkan, sembilan kali lebih parah daripada dampak ekonomi akibat Serangan 11 September 2001 yang dialami Amerika Serikat.

“Dampak Covid-19 di dunia perhotelan sangat besar. Bisa dibilang kondisi saat ini kacau sekali,” ucapnya dalam acara yang diikuti 114 peserta dari berbagai latar belakang itu.

Lantas apakah sektor perhotelan dan pariwisata dapat bertahan?. Rhoy mengungkapkan, perkembangan bidang perhotelan masih berlanjut hingga kini. Accor (salah satu perusahaan perhotelan multinasional, Red) mencatat, 12.000 kamar baru akan dibangun.

Meski begitu, Accor memprediksi, hingga akhir tahun 2020, akan ada sekitar 400 juta pelancong di seluruh dunia. “Sebenarnya angka itu tidak banyak. Itu adalah angka yang sepadan dengan kondisi 35 tahun yang lalu. Jadi, ibaratnya kita mundur ke 35 tahun lalu,” ungkap Rhoy.  

Keadaan tersebut sangat memprihatinkan. Demi bertahan di tengah pandemi, industri perhotelan harus menyesuaikan gaya hidup normal baru. 

Berbagai cara dilakukan. Mulai membekali hotel dengan ALLSAFE Certification, merombak mekanisme check in, melakukan pembayaran hanya dengan credit card, hingga menyediakan dokter 24 jam. “Inilah cara-cara yang kami tempuh,” timpal Rhoy.

Berdasar data dari American Hotel & Lodging Association (AHLA), Rhoy menuturkan bahwa hampir 1,6 juta pegawai hotel dirumahkan. Selain itu, delapan dari sepuluh kamar hotel mangkrak, sepi pelanggan. AHLA menyatakan bahwa 2020 adalah tahun terburuk sepanjang sejarah industri perhotelan.

Bukan hanya itu, imbuh Rhoy, sebanyak 1.226 hotel tutup akibat pandemi Covid-19. Sementara 150.000 pekerja perhotelan kehilangan pekerjaan. Sedangkan hampir 90 persen hotel di bawah naungan Accor, memutuskan untuk tutup.

“Ini adalah momen kita belajar. Kami percaya industri ini akan bertahan dan pulih,” ujar Rhoy.

Sebagai informasi, Pemerintah Bali telah membuka sektor pariwisata bagi turis lokal sejak Juli lalu. Sedangkan turis mancanegara dapat kembali menikmati pesona Bali mulai akhir September mendatang. (*)

Penulis: Erika Eight Novanty

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).