Terapi Cermin dan Cylindrical Grip pada Perawatan Diri Penderita Iskemik Pasca Stroke

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh honestdocs.id

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab utama kecacatan pada usia produktif. Hemiparesis ekstremitas atas merupakan contoh kecacatan yang paling sering terjadi setelah stroke iskemik dengan persentase 73%. Sebanyak 80-85% stroke iskemik ini terjadi di supratentorial (STS) yang menyerang daerah vertebrobasilar, melibatkan serebelum dan batang otak yang menyebabkan banyak hemipares pada ekstremitas atas. Pada individu dengan hemiparesis, spastisitas, kelemahan otot, dan gangguan permanen pada koordinasi gerakan baik secara halus maupun kasar keterampilan motorik ada keterbatasan dalam perawatan diri. Perawatan diri perlu ditingkatkan oleh individu karena dalam pelaksanaan perawatan diri membutuhkan pembelajaran, pengetahuan, motivasi dan keterampilan. Badan perawatan diri mengacu pada kemampuan kompleks untuk melakukan perawatan diri. Misalnya pemberian mirror therapy perlu diawali dengan peningkatan pengetahuan pasien tentang manajemen diri setelah didiagnosis stroke dan mengalami gangguan keseimbangan serta kelemahan otot tungkai. Hemiparesis pasca stroke iskemik terjadi bukan karena kelainan muskuloskeletal tetapi disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang mengontrol sistem neuromuskuloskeletal dan mekanisme refleks postural normal. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kemandirian dan perawatan diri pasien, namun penerapan kombinasi senam dengan menggunakan alat atau media stimulasi otak aktif untuk meningkatkan perawatan diri belum pernah dilakukan.

Ekstremitas atas memegang peranan penting dalam aktivitas sehari-hari dan perawatan diri karena berhubungan dengan kemampuan motorik halus terutama pada jari tangan. Dampak dari kondisi tersebut menyebabkan pasien mengalami defisit atau ketergantungan perawatan diri pada orang lain dan membutuhkan pendampingan keperawatan secara berkelanjutan sehingga pasien dan keluarganya secara bertahap dapat melakukan perawatan diri secara mandiri seperti perawatan diri mandi, berpakaian, makan dan buang air. Cylindrical grip merupakan latihan untuk merangsang gerak motorik halus terutama jari-jari tangan yang berupa latihan menggenggam dan meremas yang berbentuk silinder. Terapi cermin merupakan bentuk rehabilitasi/olah raga yang mengandalkan dan melatih pencitraan/imajinasi bermotor pasien yang sifatnya menginduksi aktivasi saraf sensorik dan motorik korteks pada pasien pasca stroke. Peningkatan perawatan diri untuk pasien stroke dibentuk berdasarkan “Teori Perawatan Diri” dari Orem dan Adaptasi dari Sister Callista Roy. Orem mengidentifikasi sepuluh faktor dasar yang mempengaruhi agen perawatan diri (basic conditioning factor) salah satunya adalah tingkat kesehatan. Perawat harus mampu mengidentifikasi kebutuhan terapeutik untuk perawatan diri dan perkembangan serta tingkat agen perawatan diri individu karena permintaan terapeutik untuk perawatan diri dan agen perawatan diri berubah secara dinamis.

Ketidakseimbangan antara permintaan terapeutik untuk perawatan diri dan agen perawatan diri berdampak pada defisit perawatan diri individu. Interaksi antara perawat dan pasien akan terjadi jika pasien mengalami defisit perawatan diri; di sinilah lembaga keperawatan muncul. Sistem adaptasi proses internal yang terjadi pada individu didefinisikan oleh Roy sebagai sistem efektor. Model efektor atau adaptasi meliputi fisiologi, konsep diri (psikis), fungsi peran (sosial) dan ketergantungan. Lembaga keperawatan berdasarkan teori Orem dalam penelitian ini adalah terapi cermin yang dikombinasikan dengan grip silinder yang menjadi regulator untuk menciptakan adaptasi motorik kasar dan halus pada ekstremitas atas. Hasil yang diperoleh berupa output berupa self care agency yaitu perbaikan perawatan diri. Hemiparesis menyebabkan keterbatasan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri. Pada penderita iskemik pasca stroke akan mengalami komplikasi akibat gejala sisa atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang disebut hemiparesis. Hemiparesis disebabkan karena adanya spastisitas atau penurunan kekuatan otot sehingga penderita pasca stroke mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri. Perawatan diri dalam konteks pasien penyakit kronis seperti stroke sangat kompleks dan membutuhkan adaptasi dengan manajemen yang efektif dan efisien agar berhasil mengelola dan mengendalikan penyakit kronis termasuk dalam tahap rehabilitasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan terapi cermin yang dikombinasikan dengan cylindrical grip dapat meningkatkan perawatan diri terutama dalam hal toileting pada pasien pasca stroke yang mengalami hemiparesis. Terapi cermin yang dikombinasikan dengan cylindrical grip merupakan terapi yang mudah, murah dan aman serta telah terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot, rentang gerak ekstremitas atas dan perawatan diri, sehingga tenaga kesehatan dapat memberikan intervensi ini sebagai penunjang terapi farmakologis di rumah sakit. Tenaga kesehatan juga diharapkan mampu membaca, mempelajari dan mengaplikasikannya pada pasien pasca stroke yang mengalami hemiparesis. Penelitian ini menggunakan intervensi frekuensi, durasi dan intensitas yang minimal sehingga diharapkan peneliti dapat menambahkan lebih banyak proses pelatihan untuk lebih mempercepat proses pemulihan hemiparesis.

Penulis: Bernadetta Germia Aridamayanti, Nursalam Nursalam, Iqlima Dwi Kurnia

Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada: https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/18906

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).