Pentingnya Jenis-Jenis Moluska (Gastropoda) pada Ekosistem Mangrove

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Gambar 1. Siput mangrove di pantai selatan Pamekasan-Madura. A. Assiminea (3mm); B. Littoraria (17mm); C. Clypeomorus 1 (26mm); D. Parvanachis (29mm); E. Nerita; F. Tenguella (19mm); G. Clypeomorus 2 (14mm); H. Oliva (23mm); I. Semiricinula (24mm); J. Pirenella (13mm); K. Telescopium (43mm); L. Cerithium (12mm); M. Laemodonta (3mm); N. Planaxis (16mm); O. Monodonta (12mm); P-U. Clithon (3mm)

Ekosistem hutan mangrove adalah salah satu ekosistem alamiah yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis tinggi. Salah satu fungsi ekologisnya yaitu: pelindung pantai dari hempasan arus gelombang laut, serangan angin, habitat biota (tempat tinggal), tempat biota mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), serta empat pemijahan (spawning ground) bagi biota perairan. Mangrove sebagai tempat mencari makan berkontribusi terhadap kompleksitas habitat dan keanekaragaman makrofauna yang berasosiasi dengan ekosistem ini, seperti kepiting dan moluska yang merupakan makrofauna yang paling dominan di ekosistem ini.

Moluska adalah salah satu organisme yang mempunyai peranan penting dalam fungsi ekologis pada ekosistem mangrove. Moluska yang diantaranya adalah Gastropoda dan Bivalvia merupakan salah satu filum dari makrozoobentos yang dapat dijadikan sebagai bioindikator pada ekosistem perairan pantai. Selain berperan di dalam siklus rantai makanan, ada juga jenis moluska yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis kerang-kerangan dan berbagai jenis keong.

Moluska memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi pada berbagai habitat, dapat mengakumulasi logam berat tanpa mengalami kematian dan berperan sebagai indicator lingkungan. Moluska memiliki beberapa manfaat bagi manusia diantaranya sebagai sumber protein, bahan pakan ternak, bahan industri, dan perhiasan bahan pupuk serta untuk obat-obatan.

Beberapa jenis gastropoda yang hidup di pantai telah dibendaharakan oleh Islamy dan Hasan (2020). Lokasi yang dipilih yaitu di pantai pamekasan bagian selatan.

Berdasarkan keanekaragaman genus yang ditemukan di lokasi penelitian, kami berasumsi bahwa lokasi penelitian memiliki siput bakau yang kaya meskipun luas hutan bakau yang diteliti kecil. Untuk evaluasi keanekaragaman spesies relatif, kami berupaya membandingkannya dengan data yang dipublikasikan. Perbandingan kekayaan relatif dan kelimpahan moluska dengan fauna regional lainnya rumit karena beberapa faktor, beberapa di antaranya sulit untuk dievaluasi.

Faktor yang paling menantang dalam menilai adalah kelengkapan survei siput mangrove. Kami berasumsi bahwa masih banyak siput yang belum disurvei di lokasi. Survei kelengkapan tergantung pada upaya pengambilan sampel dan metode pengambilan sampel seperti metode kuantitatif dan semi-kuantitatif.

Metode pengambilan sampel dirancang agar sesuai dengan tujuan penelitian yang diberikan. Dengan demikian tidak tepat untuk membandingkan jumlah spesies dari studi fauna dengan jumlah yang diperoleh. Sayangnya, akun yang diterbitkan tidak selalu menggambarkan metode pengumpulan secara rinci, sehingga mempersulit perbandingan langsung. Substrat yang paling umum di mana siput bakau ditemukan adalah batu, berpasir, dan di sekitar pohon dan akar bakau. Semua gastropoda dalam penelitian ini ditemukan hidup selama survei kami dan sebagian besar terkait dengan mangrove. (*)

Penulis: Veryl Hasan

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

doi:https://doi.org/10.13057/biodiv/d210733

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).