Program “Virtual Reality” untuk Pengembangan Komunitas yang Ramah Demensia di Jepang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Di Jepang maupun negara-negara lainnya, terjadi peningkatan jumlah lansia dengan demensia. Demensia merupakan sekumpulan gejala dalam penurunan kemampuan mengingat, berfikir, berperilaku, maupun berbicara yang disebabkan karena gangguan fungsi otak. Demensia sering menyebabkan diskriminasi pada lansia di komunitas. Pada umumnya lansia dengan demensia dianggap sebagai minoritas serta mengganggu di masyarakat. Dengan alasan itu, penting untuk mengembangkan komunitas yang ramah dengan demensia di setiap negara.

Program pendidikan kesehatan untuk pengembangan komunitas ramah demensia menggunakan teknologi sedang dikembangkan di Jepang. Salah satunya yaitu menggunakan virtual reality (VR) atau realitas maya. Virtual reality adalah seperangkat alat terdiri dari suara dan gambar, yang diproduksi melalui sistem komputer. Alat ini dapat menggambarkan tempat atau situasi yang terlihat nyata sehingga seseorang dapat merasakan seolah-olah disituasi yang sebenarnya.

Penelitian sebelumnya dilakukan di Australia dan UK. Program pendidikan menggunakan teknologi VR pada keluarga pasien sangat bermanfaat meningkatkan pemahaman yang lebih tentang orang demensia. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa proses pengajaran pada mahasiswa kesehatan menggunakan VR dapat meningkatkan empati pada lansia dengan penyakit Alzeimer. Namun, dampak pendidikan aktif menggunakan VR untuk meningkatkan sikap dan kesadaran akan kebutuhan untuk mendukung lansia dengan demensia di masyarakat belum dibuktikan.  Oleh sebab itu, kami membentuk tim untuk melakukan penelitian guna melihat dampak pendidikan kesehatan yang berbasis teknologi VR pada peningkatan sikap orang-orang di jepang terhadap demensia dan rasa kebersamaan masyarakat dalam mendukung lansia yang tinggal di komunitas. Selain itu, juga ditambahkan program pendidikan yang menggunakan game sebagai alat penyampaian materi pendidikan.

Penelitian ini menggunakan metode ekperimen yang dievaluasi dengan kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah program pendidikan. Program Pendidikan dilakukan di sebuah acara yang dilakukan di halaman toko serba ada (toserba) di kota Nerima, Tokyo. Orang-orang yang tinggal disekitar toserba ikut berpartisipasi dalam program ini.

Inti dari program VR adalah pembelajaran secara aktif untuk pemahaman yang lebih tentang demensia dan pemahaman situasi/ kondisi orang dengan demensia. Program pendidikan ini terdiri dari 3 tahap yaitu pemberian materi secara singkat tentang demensia melalu beberapa pertanyaan, menonton film yang ada di VR, dan diakhiri dengan diskusi. Film di VR diproduksi oleh perusahan Jepang (Silverwood Co., Ltd). Film ini menyajikan tentang gejala demensia yaitu agnosia visuospatial. Agnosia visuospatial adalah ketidakmampuan untuk menganalisis dan menggunakan ilustrasi visual.

Dalam film pertama, lansia merasa berjalan ditepian atap gedung tinggi dan merasa ingin jatuh dari gedung karena agnosia visuospatial tersebut. Itulah kenyataan yang dialami lansia dengan demensia yang harus keluar rumah saat perawatan medis. Lansia merasa ketakutan saat langkahnya diarahkan oleh petugas kesehatan. Lansia ingin merasa jatuh sehingga mereka cenderung tidak percaya dan takut dengan instruksi tenaga kesehatan ataupun keluarganya.

Pada film kedua ditunjukkan tentang gejala orang demensia yang lainnya yaitu orang demensia kesulitan untuk menghitung uangnya. Mereka akan kesulitan membedakan uang kertas dan koin, serta kesulitan mengingat besaran uang tersebut. Tergambarkan dalam film bahwa seorang kakek laki-laki kesulitan saat akan membayar di kasir supermarket, dia tidak mengetahui koin mana yang betul untuk membayar. Karena sangat lama, sehingga orang muda yang berada diantrian marah-marah terhadap kakek tersebut. Akhirnya petugas kasir membantu kakek tersebut untuk memilih koin yang benar.

Setelah menonton 2 film tersebut, intruktur program pendidikan menanyakan perasaan para partisipan dan berdiskusi tentang makna dari 2 film tersebut. Kemudian partisipan dapat melanjutkan ke program game atau pulang.

Pelaksanaan serangkaian program VR maupun program berbasis game menunjukkan peningkatan kearah yang positif dari sikap partisipan terhadap orang dengan demensia dan rasa kebersamaan di komunitas tempat tinggal mereka. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa program pendidikan yang menggabungkan antara program VR dan program berbasis game lebih signifikan terhadap peningkatan sikap positif terhadap demensia dan rasa kebersamaan di komunitas.

Dari hal tersebut, pemerintah setiap negara termasuk di Indonesia dapat mempertimbangkan penggunaan teknologi VR dalam program pendidikan demensia untuk meningkatkan kesadaran tentang demensia di kalangan masyarakat umum sebagai strategi untuk membangun komunitas yang ramah demensia. Program pendidikan menggunakan teknologi VR bermanfaat dalam meningkatkan ketertarikan masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam Pendidikan kesehatan  tentang demensia.

Penulis: Dianis Wulan Sari, Ayumi Igarashi, Manami Takaoka, Reiko Yamahana, Maiko Noguchi-Watanabe, Chie Teramoto, dan Noriko Yamamoto-Mitani.

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/ajag.12797

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).