Hubungan antara Status Gizi Anak dan Kejadian Radang Gusi pada Anak Sekolah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Alodokter

Gingivitis merupakan suatu kondisi keradangan yang terjadi pada salah satu jaringan lunak rongga mulut yang dikenal dengan sebutan gingiva (gusi). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018, didapatkan data bahwa hampir separuh populasi di Indonesia mengalami keradangan gusi dan tidak dilakukan perawatan. Kasus keradangan gusi dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Tingkat keparahan keradangan gusi juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia, jika tidak diberikan perawatan.

Menurut penelitian oleh Amran dkk., pada anak-anak usia 11-13 tahun di kota Dhamar, dijumpai angka prevalensi kasus gingivitis yang cukup tinggi, yakni 80%. Pada penelitian tersebut juga disampaikan bahwa prevalensi gingivitis lebih tinggi pada anak usia pubertas. Sedangkan di Indonesia sendiri, khususnya di Jawa Timur, diketahui prevalensi gingivitis pada anak usia 12 tahun adalah 12%.

Gingivitis yang terjadi pada anak-anak dapat berdampak pada kesehatan secara umum. Kondisi keradangan ini dapat memicu timbulnya respon sistemik pada tubuh, salah satunya memicu sirkulasi interleuikin 1β yang merupakan mediator inflamasi pada gingivitis. Interleukin ini dapat mengganggu saraf vagus abnominal sehingga secara langsung menurunkan nafsu makan. Apabila nafsu makan menurun, maka intake makanan juga menurun. Selain mengganggu saraf vagus abdominal, interleukin juga mempengaruhi Corticotropin Releasing Factor (CRF) di sirkulasi darah, yang mana akan menurunkan neuropeptide dan menyebabkan penurunan berat badan.

Sementara itu, di Jawa Timur sendiri, kasus malnutrisi masih marak dijumpai. Didapatkan data bahwa 4% dari anak usia 5-12 tahun di Jawa Timur termasuk dalam kategori sangat kurus, dan 7,2% termasuk dalam kategori kurus. Angka ini merupakan angka tertinggi dari perbandingan BMI (Body Mass Index)anak di Indonesia. Pengelompokan ini berdasarkan perhitungan BMI dan dibandingkan dengan berat rata-rata normal sesuai dengan usia.

Berdasarkan data-data yang ada, alasan itulah yang mendasari penelitian ini mengenai hubungan antara kasus keradangan gingiva (gusi) dengan malnutrisi pada anak usia sekolah di Surabaya. Harapannya, hasil dari penelitian ini dapat membantu menyediakan informasi dan pertimbangan pembuatan strategi dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia.

Terdapat total 54 anak sebagai sample penelitian yang diambil dari 6 Sekolah Dasar di Kota Surabaya. Jumlah sampel ini berdasarkan teknik perhitungan cluster sampling. Pengambilan data mengenai kondisi gingiva (gusi) menggunakan Community Periodontal Index (CPI) yang dibuat oleh WHO. Sedangkan untuk data nutrisi diperoleh menggunakan berhitungan BMI dibandingkan dengan usia anak.

Dari hasil penelitian, didapatkan data 8,7% responden laki-laki termasuk dalam kategori underweight, dan 34,8% termasuk dalam kategori obesity. Sedangkan untuk responden perempuan, diperoleh data 12,9% anak termasuk dalam kategori light (ringan), dan 22,6% termasuk dalam kategori overweight. Namun, Sebagian besar responden laki-laki (39,1%) dan perempuan (54,8%) memiliki berat badan yang normal. Data ini kemudian disilangkan dengan data kondisi gingiva responden. 50% anak dengan kategori berat badan yang kurang mengalami gingivitis, sedangkan pada anak dengan berat badan yang normal Sebagian besar (59,1%) tidak mengalami gingivitis.

Pada studi ini, jenis kelamin responden bukan termasuk dalam faktor resiko terjadinya malnutrisi. Sebab, dari data penelitian disimpulkan bahwa intake makanan antara responden laki-laki dan perempuan hampir sama. Dari pengukuran status nutrisi, didapatkan permasalahan kelebihan berat badan atau overweight. Sedangkan untuk distribusi penyakit gingivitis, lebih banyak diderita oleh responden laki-laki. Sesuai dengan teori oleh Furuta (2011), bahwa anak perempuan cenderung lebih memiliki perhatian lebih terhadap kesehatan rongga mulutnya. Mulai dari pengetahuan, hingga perilaku yang lebih baik dalam menjaga kesehatan rongga mulut, dibandingkan dengan anak laki-laki.

Pada penelitian ini, disimpulkan bahwa status gizi anak bukan merupakan faktor resiko terjadinya penyakit gingivitis. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini dapat mempengaruhi hasil penelitian, misalnya detail intake makanan yang dikonsumsi anak, kebersihan rongga mulut anak, keadaan gigi geligi, dan lain-lain, tidak diperiksa oleh peneliti.  Hal-hal berikut dapat menjadi pertimbangan untuk pelaksanaan penelitian serupa lebih lanjut.

Penulis: Agung Sosiawan
Artikel detail dari artikel ini dapat diakses pada: http://www.ijphrd.com/issues.html
Agung Sosiawan1, Theresa Dian Krissanti, Retno Palupi, Titiek Berniyanti, Gilang Rasuna Sabdho Wening danPutrisa Lestari. The Relationship of Nutritional Status and Gingivitis in Elementary School Children. Indian Journal of Public Health Research & Development, March 2020, Vol. 11, No. 03.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).