Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Disabilitas Kronis di Daerah Terpencil

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Liputan6.com

Ibu yang memilki anak disabilitas memiliki banyak permasalahan. Pengalaman ibu untuk mencari jalan keluar mengatasi masalahnya menarik untuk dikaji, apalagi jika mereka tinggal di daerah yang sangat terpencil. Sebanyak enam belas ibu  di Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk memiliki anak dengan disabilitas ganda (cacat fisik dan mental). Untuk kondisi fisik, semua anak disabilitas memiliki tulang kaki dan tangan mengecil, bengkok, kaku, sulit digerakkan; dan tidak bisa berbicara. Sebagian besar dari mereka juga memiliki tulang punggung dan tulang leher bengkok. Sedangkan kondisi mental mereka adalah sebagian besar tidak merespon stimulus dari luar, dan hanya beberapa yang bisa merespon stimulus dari luar dengan cara menggerakkan bola mata, menoleh, atau mengeluarkan suara erangan (mengerang). Dari kronologis kecacatan, semua anak disabilitas tersebut mengalami kecacatan kronis sejak mereka lahir.

Secara georafis Kecamatan Sawahan memiliki kontur tanah pegunungan sehingga akses transportasi jalan yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lain sangat sulit. Kondisi jalan di Kecamatan Sawahan adalah  jalan aspal sepanjang 86.75 km, dan jalan makadam / berbatu sepanjang 56 km. Sebagian besar wilayah Kecamatan Sawahan adalah lahan hutan (68%), lahan kering (13%), lahan sawah (10%), dan lahan pekarangan (9%). Dilihat dari kondisi geografis dan sulitnya akses trasportasi maka Kecamatan Sawahan termasuk daerah terpencil.

Hasil penelitian menunjukkan data bahwa kelompok ibu miskin lebih sedikit memiliki masalah daripada kelompok ibu sangat miskin, namun mereka sama-sama merasakan stres, dianggap aib keluarga, dan menerima perlakuan diskriminasi dari masyarakat. Kelompok ibu miskin melakukan upaya pengobatan anaknya ke rumah sakit, puskesmas, pijat refleksi, ‘orang pintar’, dan jamu. Kelompok ibu sangat miskin juga melakukan hal sama, namun mereka tidak pernah berobat ke rumah sakit.

Baik kelompok ibu miskin dan ibu sangat miskin berupaya mencari jalan keluar dari masalahnya dengan aktif mengikuti kegiatan rutin yang dilakukan oleh komunitasnya. Mereka mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan tersebut yaitu memiliki teman senasib yang bisa diajak sharing dan saling menguatkan. Bahkan saat ini mereka merasa percaya diri, memiliki banyak informasi terkait perawatan anak disabilitas kronis, optimis, berdaya, menjadi sabar dan menerima keadaan.

Kemiskinan dan buruknya kondisi geografis tidak menyurutkan semangat para ibu untuk berupaya tetap aktif mengikuti kegiatan rutin di komunitasnya. Namun demikan sekuat upaya yang telah dilakukan para ibu ternyata mereka tidak mampu merubah image negatif masyarakat kepadanya. Para ibu masih mendapat diskriminasi dari masyarakat yang justru menjadi beban utama saat ini.

Penulis: Erna Setijaningrum dan Siti Mas’udah

Artikel Jurnal yang telah publish:http://produccioncientificaluz.org/index.php/opcion/article/view/30851

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).