Deteksi Halal Forensik dengan Menggunakan DNA Mitokondria

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Farmasetika

Permintaan makanan berbahan halal di dunia sangat besar, yakni hampir US $ 700 miliar per tahunnya. Kebutuhan akan makanan halal yang sangat tinggi ini, menjadikan makanan dengan label halal, sangat rentan untuk dipalsukan. Selain itu, harga makanan halal yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga makanan non halal, menyebabkan terjadinya food adulteration di hampir banyak negara di dunia. Hal ini berarti bahwa fenomena munculnya food adulteration sudah menjadi hal yang umum di banyak negara. Skandal campuran daging kuda di Eropa, dan skandal daging tikus di Cina, serta skandal daging manusia di McDonald’s di AS, menjadi bukti bahwa otentifikasi spesies daging menjadi hal penting untuk diimplementasikan. Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia dan merupakan pangsa potensial bagi produk halal dunia, juga rentan mengalami food adulteration pada bahan makanan yang dimpor dari negara lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan suatu metode saintifik, yang dapat mengatasi masalah yang di kalangan umat Islam disebut dengan kehalalan. 

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah teknik deteksi berbasis molekuler, yakni PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik ini dapat membantu menentukan kandungan DNA yang terdapat pada material makanan yang diragukan kehalalannya. Hal ini mengingat bahwa DNA memiliki thermal stability, dan DNA ditemukan hampir di seluruh sel spesies mahluk hidup.  Selain itu DNA memiliki kelebihan dalam kesensitifan dan keakuratan, karena DNA merupakan molekul yang stabil dan memiliki informasi yang lebih besar dibandingkan protein. Teknik deteksi berbasis DNA ini terbukti lebih sensitif dan spesifik, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan produk makanan yang telah diolah lebih lanjut. 

Region DNA yang dapat digunakan pada analisis Halal Forensik adalah segmen cytochrom b dan daerah displacement loop  pada untai DNA Mitokondria, atau dengan teknik amplifikasi gen 12S rRNA maupun dengan menganalisis daerah atau region genomic pada elemen perulangan atau repetitive interspersed yang spesifik. Penggunaan region genomic ini menurut Alraidh (2008), masih merupakan pilihan yang dapat digunakan pada deteksi molekuler, meskipun terdapat keterbatasan terutama ketika material pemeriksaan dididihkan pada temperature di atas 134 derajat celcius. D Loop atau Displacement Loop merupakan daerah mtDNA yang tidak mengkode polipeptida, memiliki laju mutasi tinggi, dan berperan dalam regulasi ekspresi genetik mtDNA. Daerah ini memiliki makna yang sangat besar bagi pemeriksaan forensik, karena sekuens yang terdapat pada D-loop ini cenderung bervariasi (polimorphism) pada berbagai spesies.P enggunaan Dloop pada proses deteksi kandungan kehalalan makanan diyakini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, sehingga berpeluang untuk digunakan sebagai metode deteksi kehalalan dengan berbagai metode berbasis PCR.  Penelitian yang merupakan bagian dari kegiatan penelitian di Pusat Riset dan Pemeriksa Produk Halal (PRPPH) Universitas Airlangga, dimaksudkan untuk membuktikan bahwa deteksi halal forensik, dapat dilakukan dengan mendisain primer yang berasal dari daerah d loop DNA mitokondria ini. Dalam ujicoba ini dilakukan pada DNA mitokondria yang berasal dari 6 spesies, yang diawali dengan proses identifikasi sekuens DNA pada region D loop 6 spesies.

6 spesies tersebut meliputi: Rattus norvegicus (tikus), Gallus gallus (ayam), Capra hircus (kambing), Sus scrofa (babi), Equus caballus (kuda), dan Bos taurus (sapi), dengan menggunakan data yang berasal dari genebank. Data tersebut dijadikan dasar untuk disain primer atau oligonukleotida sintetis. Masing-masing primer atau oligonukleotida sintetis tersebut didisain dengan menggunakan program Primer3, yang diimplementasikan dalam Primer-BLAST server. Hal ini memungkinkan pencarian primer dengan beberapa target terkait yang ada dalam database, seperti database yang tidak redundan (nr), yakni dengan menggunakan urutan DNA sebagai query. Urutan Queri untuk masing-masing spesies adalah urutan pengkodean DNA mitokondria pada daerah atau regio DLoops secara lengkap. Sebagai contoh di sini adalah pada Rattus novergicus, dimana pencarian primer dilakukan dengan menggunakan urutan dengan nomor akses GenBank HQ655891 sebagai urutan atau sekuens DNA yang diminta. Sepasang primer kemudian dipilih dari beberapa alternatif output yang dihasilkan dari pencarian.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa primer yang didisain dari Dloop dari DNA mitokondria memiliki potensi yang sama dengan primer yang didisain dari cytochrom b pada 6 spesies local subyek penelitian. Dengan demikian DNA mitokondria yang berasal dari regio Dloop, dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan atau deteksi halal forensik, selain DNA mitokondria yang berasal dari daerah Cytochrom b.

Penulis: Penulis: Agung Sosiawan, Ali Rahman, Norhidayu

Link terkait tulisan di atas: The use of Displacement Loop mtDNA in Halal Forensic Investigation in Indonesia https://rjptonline.org/AbstractView.aspx?PID=2020-13-3-1

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).