Deteksi Dini MRSA sebagai Upaya Pengendalian yang Bersumber pada Anjing

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh cnn.com

Masalah Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotik metisilin (MRSA) merupakan ancaman serius bagi manusia di seluruh dunia, yang juga dilaporkan sering terjadi pada infeksi nosokomial di Indonesia. MRSA sering terjadi pada manusia, dan sumber penularannya masih belum tereksplorasi dengan jelas jika bersumber pada hewan. Beberapa studi mengungkapkan bahwa pada anjing dan kucing juga dapat berperan sebagai sumber penularan MRSA. Penularan dari manusia ke hewan atau sebaliknya bisa terjadi dan dapat menyebabkan penularan bakteri, serta hewan peliharaan dapat bertindak sebagai reservoir dalam penyebaran infeksi pada manusia, ketika kontak dengan hewan. Infeksi MRSA pada manusia dalam berbagai bentuk seperti dari infeksi kulit ringan, pembuluh darah, pneumonia, perikarditis, infeksi dari sistem saraf pusat, infeksi luka, infeksi situs bedah, pioderma, otitis, dan infeksi saluran kemih.

Ada laporan penelitian yang menyatakan bahwa MRSA ditularkan dari anjing sehat, meskipun metisilin tidak digunakan untuk terapi hewan, maka transfer resistensi akan meningkatkan penyebaran infeksi MRSA antara hewan dan manusia atau sebaliknya. Berdasarkan latar belakang ini, perlu untuk melakukan penelitian tentang MRSA di Indonesia pada hewan kesayangan terutama anjing, dan identifikasi gen penyandisehingga penyebaran MRSA bisa dicegah.

Sampel swab hidung diambil dari anjing yang sakit dengan gejala nyeri, diare, muntah, tremor; dan juga anjing sehat yang tidak menunjukkan gejala penyakit dan sampel dari rumah sakit hewan, klinik  hewan yang ada di Surabaya dikumpulkan. Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus dilakukan dengan menggunakan Manitol Salt Agar (MSA) dan isolat yang diidentifikasi sebagai Staphylococcus aureus ditandai oleh pembekuan plasma dan Voges Proskauer (VP) tes positif. Tes konfirmasi dilakukan untuk Staphylococcus aureusyang resistant methicillin (MRSA) dengan menanam koloni dari Media MSA dikultur pada Oxacillin Resistant Screen Agar Base (ORSAB). Dilanjutkan dengan penggunaan PCR untuk mendeteksi gen penyandi mecA untuk menentukan konfirmasi MRSA secara molekuler.

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi dilakukan pada 85 sampel usap hidung anjing dari 5 daerah di Surabaya ada 43 (50,59%) sampel positif Staphylococcus aureus. Empat puluh tiga sampel positif Staphylococcus aureus diidentifikasi dan dikonfirmasi uji MRSA menggunakan media ORSAB, didapatkan 25 isolat (29,41%) adalah resisten metisilin (MRSA).  Temuan gen mecA adalah yang utama bukti untuk mendeteksi MRSA isolat, yaitu temuan kami dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gen mecA rendah 5/25 (20%) dapat digunakan untuk mencari faktor intrinsik lainnya yang dapat berpengaruh pada gen mecA dalam meningkatkan resistensi dengan  jumlah prevalensi MRSA yang tinggi.  Hal lain yang jadi pertimbangan adalah tidak adanya gen mecA di isolat MRSA pada penelitian yang lain. Penemuan ini menunjukkan bahwa adanya faktor lain selain mekanisme gen mecA bertanggung jawab atas resistensi beta-laktam dan metode molekuler gen mecA saja tidak cukup untuk konfigurasi dan karakterisasi isolat MRSA. Pengkodean lain seperti adanya gen mecC juga memiliki peran untuk mendeteksi isolat MRSA. Meski datanya yang diperoleh pada penelitian ini adalah beberapa gen mecA, yang didapatkan dari anjing atau dengan kata lain adalah sumber penularan MRSA ke manusia dapat dibuktikan secara molekuler berasal dari hewan peliharaan.

Identifikasi molekuler dari gen mecA dapat digunakan untuk membuktikan keberadaan MRSA pada anjing. Oleh karena itu, keberadaan MRSA pada anjing-anjing di Surabaya harus dijadikan perhatianoleh pemerintah untuk dilakukan deteksi dini dengan merespons dan mendorong penggunaan antibiotik pada hewan peliharaan menjaditepat dan rasional. Yang pentinglangkah untuk mengurangi insiden MRSA yang bersumberberasal dari hewan peliharaan, terutama anjing.

Penulis korespondensi: Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Rahmaniar RP, Yunita MN, Effendi MH, Yanestria SM. Encoding Gene for Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Isolated from Nasal Swab of Dogs. Indian Veterinary Journal. 2020 . 97 (2): 37 – 40.

https://www.researchgate.net/publication/339998373_Encoding_Gene_for_Methicillin_Resistant_Staphylococcus_aureus_MRSA_Isolated_from_Nasal_Swab_of_Dogs

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).