Keterlibatan Media, Keluarga, Masyarakat, dan Sekolah dalam Perundungan Maya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi perundungan. (Sumber: Harian Nasional)

Perundungan di kalangan remaja merupakan masalah serius yang kita hadapi sekarang ini. Tidak hanya perundungan konvensional, perundungan yang dilakukan remaja sudah mengarah ke perundungan maya. Perundungan didefinisikan sebagai tindakan agresif berupa kekerasan untuk menyakiti seseorang baik secara verbal maupun fisik.

Pada prinsipnya perundungan konvensional maupun maya adalah sama yakni bertujuan untuk menyakiti seseorang. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan medianya. Perundungan konvensional dilakukan secara face-to face dan cenderung mengandung unsur kekerasan fisik. Sementara perundungan maya dilakukan dengan menggunakan teknologi komunikasi elektronik  seperti email, cell phone, text messages, dan chats serta cenderung berisi kekerasan verbal seperti ujaran negatif maupun kebencian.

Berbicara tentang perundungan maya, ini membangkitkan pertanyaan kritis kami langsung mengarah kepada apakah ada keterlibatan media, keluarga, masyarakat dan sekolah terhadap intensitas perundungan maya yang dilakukan oleh remaja.

Beberapa Variabel Pengaruh Perundungan Maya

Dari beberapa studi terdahulu yang dilakukan oleh Joshi & Kaschak (1998), Dubow (2010), Navarro & Jasinski (2013), Ovejero et al (2016), Larrañaga et al (2016), Heirman  et al (2016) dan Navarro (2016) kami mengelompokkannya ke dalam dua variabel pengaruh situasional perundungan yaitu variabel pengaruh situasional yang berasal dari personal individu dan variabel situasional yang berasal dari media (non personal).

Dari dua variabel inti tersebut kami mengembangkannya ke dalam beberapa sub variabel. Sub variabel dari variabel pengaruh situasional yang berasal dari personal antara lain kepemilikian power, pengawasan guru dan orang tua, kedekatan jalinan hubungan dengan sesama, dan gender. Hal tersebut didasarkan pada lima asumsi kami. Asumsi pertama terkait dengan kepemilikan power seseorang. Orang yang memiliki power yang tinggi akan memunculkan rasa ekslusifitas identitas pada dirinya. Inilah yang mendorong dirinya secara emosional merasa tidak suka dan benci atas kehadiran orang yang berbeda identitas dengannya.

Asumsi kedua terkait dengan rendahnya pengawasan guru dan orang tua. Data menunjukkan perundungan seringkali terjadi di luar rumah atau pun sekolah. Kami berargumentasi hal tersebut terjadi karena tidak ada atau lemahnya pengawasan guru dan orang tua. Sehingga kami berasumsi lemahnya pengawasan guru dan orang tua akan mendorong terjadinya perundungan. Asumsi ketiga terkait dengan kedekatan antara individu dengan keluarga, teman, dan komunitasnya.

Individu dengan kedekatan yang baik di keluarga, teman maupun komunitasnya cenderung memiliki tingkat agresif yang rendah. Asumsi keempat terkait dengan gender. Fakta menunjukkan laki-laki secara fisik dan lahiriah lebih kuat daripada perempuan. Sehingga kami berasumsi laki-laki sering menjadi pelaku (a bully  atau aggressor) dan perempuan sering menjadi korban (a bullied person atau victim). Keempat sub variabel pengaruh situasional di atas lebih sering ditemui di dalam diri individu maupun interaksi antar individu.

Selain variabel pengaruh situasional yang berasal dari personal, ada juga variabel pengaruh situasional yang bersumber dari non personal atau bersumber dari  terpaan media. Kami berasumsi bahwa tayangan kekerasan di media merupakan salah satu variabel pengaruh situasional penyebab terjadinya perundungan yang bersumber dari non personal. Ketika seseorang terpapar konten kekerasan dari media dalam durasi maupun frekuensi yang cukup tinggi, maka orang tersebut kemungkinan akan menjadi aggressor (seorang pembully) terhadap orang lain (a bullied person atau victim). Kelima sub variabel di atas merupakan faktor situasional yang mendorong perilaku seseorang  menyakiti orang lain.

Dari pemaparan di atas dapat kami berargumentasi bahwa jika seseorang terpapar kekerasan baik yang berasal dari lingkungan sosialnya (seperti di sekolah, di rumah, maupun di dalam hubungan bertetangga) maupun dari terpaan media dengan intensitas tinggi, maka ada kecenderungan orang tersebut akan mengadopsi perilaku tersebut dengan melakukan perundungan terhadap orang lain yang memiliki power di bawahnya baik secara face to face maupun melalui maya.

Riset ini dilakukan pada responden remaja berusia 15-18 tahun. Sebanyak 201 responden yang diteliti terdiri dari 114 responden perempuan dan 87 responden laki-laki. Hasil analisis menunjukkan terpaan media sangat berpengaruh terhadap perilaku perundungan di kalangan remaja dan  mereka cenderung melampiaskannya di sekolah. Temuan lain menunjukkan perempuan seringkali menjadi korban perundungan daripada laki-laki.

Hasil riset ini berimplikasi bahwa orang tua dan guru perlu membangun hubungan kedekatan yang baik dengan remaja sehingga mereka bisa mengawasi remaja didiknya dalam pemilihan konten media yang dikonsumsi. (*)

Penulis: Andria Saptyasari

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/view/9857

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).