Intraprofesional Collaborative untuk Manajemen Stunting Anak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh jawapos com

Masa bayi untuk menjadi balita adalah tahap paling penting dalam siklus hidup manusia, karena tahap ini memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Berbagai upaya dilakukan untuk mendeteksi gangguan awal pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini dilakukan dengan mengukur tubuhberat, tinggi, lingkar kepala, dan lingkar lengan. Hasil pengukuran pertumbuhan anak dapat digunakan sebagai parameter untuk menentukan status gizi mereka. Status gizi yang memerlukan perhatian khusus adalah stunting (pendek dan sangat pendek) karena ini berdampak pada kecerdasan, produktivitas, dan risiko tertular penyakit tidak menular. Pengerdilan terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pengasuhan yang tidak pantas.

Berkurangnya jumlah kejadian stunting telah menjadi tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) untuk tahun 2025. Dari 2015-2019 indikator pembangunan kesehatan menunjukkan bahwa stunting pada anak-anak (di bawah dua tahun) pada tahun 2013 adalah sebesar 32,9%; target untuk 2019 adalah untuk mengurangi ini menjadi 28,0%. Indonesia memiliki prevalensi stunting yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya. Pada 2017, pemantauan status gizi (PSG) mengungkapkan bahwa 29,6% balita terhambat, yang berada di atas batas WHO (20%). Hasil pemantauan status gizi (PSG) lainnya pada tahun 2017 menunjukkan bahwa, dari 100 kabupaten di Indonesia yang memiliki tingkat stunting cukup tinggi, 11 di antaranya berada di Jawa Timur. Namun, wilayah ini telah menunjukkan penurunan jumlah yang signifikan selama lima tahun terakhir, dari 32,7% menjadi 26,7%, yang sedikit lebih rendah dari angka nasional 27,5%. Namun, Jawa Timur tetap menjadi salah satu wilayah yang menjadi perhatian karena angkanya masih di atas batas 20%. Di Surabaya, 20.472 anak-anak balita diukur dan tinggi dan berat badan mereka per usia (TB / U) dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2.189 bayi digolongkan sangat pendek, 2.922 bayi digolongkan pendek, dengan 15.316 anak-anak dianggap tinggi normal.

Upaya mengurangi jumlah pengerdilan dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah peningkatan kualitas layanan kesehatan. Salah satu layanan ini mencakup kolaborasi berbagai profesi kesehatan, yang dikenal sebagai kolaborasi antarprofesional (IPC). Upaya kolaboratif menghasilkan layanan kesehatan dan hasil yang lebih baik untuk populasi yang dilayani. Kolaborasi mengarah pada peningkatan efisiensi, peningkatan campuran keterampilan, tingkat respons yang lebih besar, layanan yang lebih holistik, inovasi dan kreativitas, dan lebih banyak praktik yang berpusat pada klien. Sehingga peneliti tertarik untuk mengembangkan model IPC untuk mengelola stunting pada balita di pusat kesehatan masyarakat di Surabaya.

Hasil penelitian menunjukkan temuan ilmiah baru, yaitu bahwa faktor pribadi dalam bentuk pengetahuan, sikap, self-efficacy, kolaborasi, dan komunikasi dapat meningkatkan kolaborasi antarprofesional. Kolaborasi ini terdiri dari kemampuan untuk memahami peran individu dan peran tim manajemen, kemampuan untuk bertukar pengetahuan, memiliki tujuan bersama, dan menyediakan layanan yang berpusat pada klien dalam menangani stunting untuk anak balita. Selain itu, faktor situasional tentang IPC seperti dukungan kepemimpinan dan pemberdayaan petugas kesehatan juga dapat meningkatkan kolaborasi dalam menangani stunting pada anak balita. Temuan lain dari penelitian ini adalah bahwa IPC dapat meningkatkan output penyedia (kepuasan, komitmen, dan manajemen konflik) dan kinerja tenaga kesehatan, tetapi tidak dapat meningkatkan sistem dukungan atau kerja sama dari keluarga. Model IPC dalam pengelolaan stunting pada anak balita dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor situasional. Namun, IPC tidak dapat meningkatkan sistem dukungan atau kerja sama dari keluarga. Dapat disimpulkan bahwa perawatan bayi dengan stunting dapat dilakukan dengan pendekatan IPC disertai dengan berbagai faktor pendukung.

Penulis oleh: Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, Taufiqurrahman, Nursalam Link jurnal Scopus: https://www.psychosocial.com/article/PR270717/18590/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).