Efek Hypoxic Preconditioning pada Terapi Stem Cell

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Terapi stem cell. (Sumber: Tirto.ID)

Sampai saat ini manajemen infark miokard masih terbatas pada revaskularisasi dan terapi medikamentosa yang bertujuan untuk mengembalikan aliran darah koroner dan mengurangi beban otot jantung. Ketika progresifitas penyakit berkembang menjadi gagal jantung terminal, hanya transplantasi jantung yang dapat dilakukan sebagai terapi yang efektif. Namun demikian, penggunaannya sangat terbatas oleh karena kurangnya donor organ dan komplikasi yang diakibatkan oleh terapi imunosupresif.

Beberapa penelitian terbaru dalam bidang tissue engineering memberikan  harapan  baru  dalam  terapi  infark  miokard  dengan memanfaatkan kemampuan pluripoten dari stem cells yang ditransplantasikan untuk reparasi dan regenerasi jaringan otot jantung.

Mesenchymal stem cells (MSCs) juga dikenal sebagai mesenchymal stromal sel yang multipotent, merupakan sel yang dapat memperbarui diri dan terdapat pada beberapa jaringan dan organ tubuh. Dari semua sel multipotent, bone marrow-derived stem cells (BMSCs) lah yang dapat berdiferensiasi menjadi sel saraf, sel otot polos dan sel endotel vaskuler. Oleh karena itu, BMSCs hingga saat ini masing menjadi sumber stem cell yang menjanjikan untuk aplikasi knilis, salah satunya terapi cell-based dan tissue engineering.

Hypoxic preconditioning (HPC) yaitu suatu keadaan hipoksia sublethal yang dapat merangsang mekanisme endogen MSCs yang direspon dengan beberapa proses seluler seperti ekspresi protein yang dapat melindungi sel tersebut dari keadaan hipoksia lethal dan kondisi iskemik lainnya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, strategi penggunaan hypoxic preconditioning (HPC) pada terapi stem cell memiliki banyak keuntungan selain dapat meningkatkan ketahanan hidup sel, meningkatkan aktivitas parakrin untuk menciptakan suatu lingkungan suportif yang kaya faktor tropik dan angiogenik, meningkatkan motilitas/migrasi sel, meningkatkan kemampuan proliferatif sel, HPC juga dapat meningkatkan diferensiasi sel sesuai dengan integrasi fungsionalnya.

Disebutkan pula bahwa hipoksia merupakan induktor diferensiasi stem cells yang potensial dan terjadi akselerasi diferensiasi MSCs ketika dikultur dalam keadaan hipoksia (5-8% O2) dibandingkan dalam keaadan normoksia. Oleh karena itu, kami melakukan suatu eksperimen secara in vitro di laboratorium untuk melihat efek perlakuan HPC (oksigen 1%) pada kultur BMSCs. Harapannya hal ini akan meningkatkan ketahanan dan potensi stem cell terhadap angiogenesis, sehingga akan membantu memperbaiki dan meregenerasi jaringan saat stem cell tersebut ditransplantasikan ke jantung.

Dalam eksperimen, paparan hipoksia diberikan pada kultur bone marrow- derived mesencyhmal stem cells (BMSCs) yang berasal dari jaringan sumsum tulang seekor tikus jantan (Wistar Rat) sehat yang didapat dengan prosedur bone marrow aspiration. BMSCs kemudian dikultur hingga pasase ke-3, kemudian baru diberi perlakuan. BMSCs tersebut diperbanyak secara in vitro menjadi 16 unit, lalu dilakukan randomisasi untuk dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu : 1) kelompok kontrol (P0) yang diberi perlakukan normoksia Oksigen 21%; dan 2) kelompok perlakuan (P1) yang diberikan paparan hipoksia Oksigen 1%, masing-maing selama 48 jam. Tahapan selanjutnya, yaitu identifikasi BMSCs secara fenotipe.

Observasi potensi angiogenesis pada BMSCs dapat dilihat dari; (1) diferensiasi BMSCs menjadi vascular endothelial-like cells berdasarkan adanya ekspresi CD31+ yang dipantau secara imunositokimia; (2) Aktivitas angiogenik, berdasarkan peningkatan aktivitas parakrin VEGF-A pada kultur BMSCs metode pemeriksaan imunositokimia dan ELISA; dan (3) Kemampuan migrasi stem cells, berdasarkan aktivitas parakrin SDF- 1α dengan metode pemeriksaan ELISA.

Pada penelitian ini tidak diperoleh ekspresi positif CD31, yang pada penelitian sebelumnya berguna untuk menunjukkan kemampuan BMSCs berdiferensiasi menjadi sel pada garis keturunan endothelial.  Namun, hal ini dapat dibantah dengan  penelitian yang menyatakan bahwa marker seperti CD31 dan CD34 akan terekspresi  seiring dengan pertambahan  waktu kultur.

Diperoleh pula hasil konsentrasi VEGF yang lebih tinggi pada BMSCs hipoksia dibandingkan normoksia. Hal ini menandakan paparan hipoksia dapat menstimulasi pelepasan VEGF lebih besar dibandingkan kondisi normoksia. BMSCs yang mengekspresi lebih banyak VEGF oleh karena paparan hipoksia akan lebih berpotensi dalam proses angiogenesis.

Pada terapi berbasis sel, terapi yang efektif dipengaruhi juga oleh kemampuan stem cell yang ditransplantasikan untuk bermigrasi ke lokasi jaringan yang mengalami cedera/iskemia untuk melakukan reparasi dan regenerasi jaringan. Dalam penelitian ini diperlihatkan adanya peningkatan aktvitas parakrin SDF-1α yang lebih tinggi pada kultur BMSCs dengan paparan hipoksia dibandingkan normoksia  melalui. Dengan peningkatan ekspresi dan aktivitas parakrin dari SDF-1α, diharapkan HPC-BMSCs memiliki potensi yang lebih besar dalam proses angiogenesis khususnya migrasi dan engraftment sel. (*)

Penulis : I Gde Rurus Suryawan

Artikel lengkapnya dapat dilihat melalui link jurnal berikut ini:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/441/1/012161/pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).