Polemik Pelarangan Antibiotic Growth Promotor bagi Industri Perunggasan di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh jitunews.com

Tumbuhan  asli Indonesia  merupakan sumber zat aktif biologis yang banyak digunakan sebagai obat tradisional di negeri ini. Dalam beberapa tahun terakhir, minat terhadap penggunaan jamu sebagai phytoadditive telah meningkat, terutama karena peraturan pemerintah untuk melarang antibiotic growth promotor (AGP) dalam pakan untuk peternakanayam broiler. Hal ini meysebabkan penurunan produksi ayam pedagingsecara signifikan hingga lebih dari 40%, oleh karena itu kerugian besar dalam bisnis perunggasan tak terhidarkan. Salah satu solusi untuk masalah ini adalah menggunakan phytoadditive dari tanaman secara alami guna mendukung kesehatan unggas dan meningkatkan produktivitasnya.

Antibiotic Growth Promoter (AGP) merupakan antibiotik dengan dosis kecil yang digunakan sebagai suplemen dalam pakan ternak. AGP bekerja dengan menekan stres, memproduksi amonia, mengurangi infeksi, mengurangi racun, dan mengoptimalkan penyerapan nutrisi dari pakan ke dinding usus. Jenis AGP yang sering digunakan oleh petani di Indonesia seperti seng bacitracin, spiramycin, virginiamycin, bambermycin, tylosin phosphate, avilamycin, dan enramycin.

Tantangan besar bagi peternak broiler di Indonesia adalah beragam penyakit yang menyerang unggas baik akut maupun kronis. Hal ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar, sementara tidak semua vaksin tersedia untuk mencegah penyakit menular. Selain itu, cuaca ekstrem di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan kerugian bagi petani, seperti panas tinggi hingga 43 °C, dengan penurunan kelembaban hingga 40%. Kehadiran mikotoksin dalam jagung lokal sebagai bahan pakan utama untuk ayam di Indonesia juga menjadi masalah, selain itu penerapan biosekuriti tidak maksimal di peternakan rakyat. Oleh karena itu AGP telah digunakan sebagai solusi oleh ternak untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sehingga peternak masih dapat menghasilkan ayam yang dipanen dengan berat maksimum hingga tiga kilogram per ekor dengan masa pemeliharaan 35-42 hari.

Pada awal 2018, penggunaan AGP mulai dilarang di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan No. 18, 2009 junco No41 / 2014, pasal 22 ayat 4c yang menyatakan “setiap orang dilarang menggunakan bahan pakan yang dicampur dengan hormon tertentuatau antibiotik sebagai supplemen”. Peraturan ini kemudian diikuti oleh penghentian impor AGP termasuk obat anticoksidiosis, dan hanya memungkinkan masuknya antibiotik untuk mengobati penyakit dengan resep dokter hewan.

Larangan AGP di Indonesia penting karena risiko tinggi timbul dan timbulnya kembali penyakit. Setelah pemantauan dan evaluasi, penggunaan antibiotik dalam pakan dapat meningkatkan resistensi antibiotik pada hewan dan manusia sehingga dapat memulai mutasi genetik agen penyakit menular yang mengakibatkan penurunan efektivitas dan fungsi terapi antibiotik dalam pengobatan penyakit yang diikuti oleh munculnya dari berbagai jenis sensitivitas rendah pada sediaan antibiotik yang ada. Karenanya peraturan ini tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh petani

Di Indonesia larangan AGP belum memiliki solusi untuk menyelesaikan penurunan produksi ayam pedaging. Banyak petani broiler telah mengalami penyakit90-40, yakni penurunan produktivitas ayam broiler dari 90% menjadi 40%. Saat ini, AGP tidak lagi dapat dibeli oleh peternak, selain itu harga daging ayam di pasaran relatif mahal dan tidak stabil.Di sisi lain, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati seperti tanaman dan hewan, yang berpotensi sebagai suplemen alami untuk kesehatan manusia dan ternak. Banyak peneliti di negara ini telah mempelajari potensi bahan tambahan pakan alami untuk meningkatkan produktivitas hewan. Larangan AGP adalah momment yang tepat untuk kolaborasi peneliti dan peternak untuk membuat recidues antibiotik daging ayam yang lebih sehat. Beberapa petani telah mencoba menggunakan phytoadditive untuk menggantikan AGP, dan hasilnya cukup baik untuk meningkatkan kinerja produktivitas dan kualitas produksi ayam pedaging seperti kunyit, bawang putih, daun katuk, daun kelor, kulit manggis, dan sambiloto.

Oleh: Herinda Pertiwi, drh., MSi.

Link Terkiat Artikel:
https://www.researchgate.net/publication/341093540_Phytoadditive_Suplementation_to_Improve_Production_Performance_of_Broiler_Replacing_Antibiotic_Growth_Promoters_AGPs_in_Indonesia_-a_Review

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).