Dwi Rahayu Kristianti: Terdapat Gelas Kaca Penghalang Demokrasi antara Masyarakat dan Pemerintah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Mengingat pandemi yang belum segera usai, kreatifitas dan inovasi terus dilakukan. Salah satunya dengan menggelar diskusi yang bertajuk “Ujian Demokrasi di Kala Pandemi COVID-19: Diam atau Bergerak” via Google Meet. Program itu diselenggarakan oleh BSO Masyarakat Yuris Muda Airlangga FH UNAIR (MYMA FH UNAIR) pada Sabtu (18/5/2020).

Mengundang Pakar Hukum Tata Negara FH UNAIR, Dwi Rahayu Kristianti, S.H., M.A atau akrab disapa Yeyen mengatakan bahwa sebelum pandemi, demokrasi di Indonesia sudah mengalami beberapa upaya pelemahan seperti disahkannya Revisi UU KPK dan diabaikannya RUU PKS.

“Seperti yang kita lihat, upaya pelemahan demokrasi tersebut berlanjut ke masa pandemi ini. Kita bisa lihat bahwa pengambilan keputusan di masa pandemi ini tidak begitu mengikutsertakan suara masyarakat kecil. Elemen demokrasi yaitu otonomi daerah juga patut dipertanyakan efektivitasnya karena nihilnya satu suara antara pusat dan daerah kerap menyebabkan kebingungan di antara masyarakat,” ujar alumni Flinders University itu.

Yeyen mengungkapkan, kini ada semacam tembok kaca antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dapat melihat apa yang dikerjakan oleh pihak eksekutif dan legislatif, namun masyarakat tidak diberi kemampuan untuk berpartisipasi. Gelas kaca tersebut berlaku untuk DPR, sambungnya, karena DPR tahu problema apa saja yang terjadi di masyarakat namun tidak pernah hadir sebagai perwakilan rakyat.

“Saya tidak setuju apabila DPR itu tidak bekerja, mereka bekerja, namun bekerja tidak untuk rakyat. Bila mereka bekerja untuk rakyat, seharusnya mereka hadir ketika ada problema bantuan sosial dan PHK massal, bukan malah mengesahkan UU Minerba yang telah dikecam banyak elemen masyarakat. Kesannya pemerintah hanya memikirkan roda perekonomian dan bisnis saja dan pandemi ini hanya digunakan sebagai aji mumpung untuk melancarkan jalannya roda tersebut. DPR bisa seperti ini karena tidak adanya check and balances dari ranah eksekutif,” tegas Yeyen.

Terakhir, Yeyen juga menelisik terkait aspek kultural dan sosiologis masyarakat Indonesia di masa pandemi. Menyinggung tagar #IndonesiaTerserah yang belakangan viral di sosial media, rasa kerjasama masyarakat untuk bersama-sama memerangi pandemi terkesan menyepelekan.

“Belakangan ini kita melihat seorang selebgram yang dengan bangganya mengabaikan anjuran kesehatan untuk memakai masker dan cuci tangan, youtuber yang melakukan prank terhadap kelompok transpuan, dan diabaikannya social distancing saat penutupan McD Sarinah dapat menjadi contoh bahwa tagar tersebut semakin cocok karena semuanya tidak ada kesatuan dan terserah masing-masing di masa pandemi yang seharusnya kita mengedepankan persatuan,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).