Prevalensi dan Distribusi Genotipe dari Virus Hepatitis B pada TKI dari Pulau Lombok Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Hepatitis B. (Sumber: Tirto.ID)

Prevalensi penyakit hepatitis B di Indonesia masih masuk dalam kategori sedang sampai tinggi. Beberapa daerah di Indonesia pun merupakan area endemis hepatitis B. Salah satu daerah endemis kasus hepatitis B di Indonesia adalah Nusa Tenggara Barat seperti Pulau Lombok. Sehingga identifikasi jumlah kasus dan tipe virus hepatitis B di Lombok perlu dilakukan secara berkala. Hal ini merupakan upaya antisipasi penyebaran dari penyakit hepatitis B secara meluas.

Seperti yang diketahui bahwa hepatitis B merupakan penyakit menular. Selain itu juga hepatitis B merupakan penyakit manifestasi yang bisa terdeteksi pada kondisi yang sudah parah misalkan dalam kondisi sirosis atau kanker hati. Pencegahan penyakit hepatitis B ini bisa dilakukan melalui imunisasi hepatitis B yang sudah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu imunisasi dasar lengkap sejak tahun 1997.

Imunisasi hepatitis B ini diberikan sebanyak 3 dosis, yaitu dosis pertama pada usia 0 hari atau bayi baru lahir, dosis kedua pada usia 1 bulan dan dosis ketiga diberikan pada bayi usia 6 bulan. Ini berarti penyakit hepatitis B masuk dalam kategori Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Cakupan imunisasi pada usia balita sudah cukup tinggi, sehingga harapannya anak-anak ini yang sudah terimunisasi memiliki kekebalan tubuh terhadap penyakit hepatitis B.

Lain halnya dengan orang-orang yang lahir sebelum 1997 atau berusia diatas 23 tahun ke atas kemungkinan bahwa mereka belum mendapatkan imunisasi hepatitis B masih terjadi. Pada kelompok ini perlu mendapatkan perhatian ekstra selain tentu memastikan cakupan imunisasi hepatitis B pada kelompok balita tetap tinggi. Orang-orang dengan usia 23 tahun ke atas merupakan usia produktif bekerja. Di daerah Lombok, Nusa Tenggara banyak masyarakatnya yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negara-negara tetangga, misalkan Malaysia, Hongkong dan sebagainya. Profesi sebagai TKI ini tentu memiliki risiko untuk membawa penyakit atau mendapatkan penyakit dari luar negeri.

Virus hepatitis B sebagai agen penyebab penyakit hepatitis B memiliki karakteristik virus berdasarkan geografis, sehingga akan dapat diidentifikasi secara jelas apakah virus tersebut “imported cases” atau “local cases”s. Pada studi ini dilakukan penelitian tentang mengidentikasi baik jumlah prevalensi maupun tipe virus dari hepatitis B dari TKI yang terinfeksi. Kita ingin tahu bagaimana seorang TKI itu mendapatkan virus hepatitis B, apakah dari luar negeri tempat mereka bekerja ataukah sudah terinfeksi dari Indonesia sebelumnya.

Dalam penelitian ini terjawab bahwa data TKI yang dengan positif hepatitis B cukup banyak baik dari TKI sebelum berangkat maupun setelah kembali yaitu sekitar 14%. Sedangkan tipe virus hepatitis B yang ditemukan di TKI tersebut merupakan genotype B3 dan B7, tipe ini adalah spesifik virus hepatitis B yang diisolasi dari negara Indonesia. Dengan hasil ini bisa dikatakan bahwa TKI dengan positif virus hepatitis B, mereka kemungkinan besar terinfeksi dari negara Indonesia dan tidak merupakan “imported cases”.

Dengan kasus hepatitis B pada TKI dari Lombok, Nusa Tenggara yang cukup tinggi bisa menjadi “early warning” bagi pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan agar TKI yang akan berangkat ke luar negeri maupun yang pulang ke Indonesia harus dilakukan skrining kesehatan ketat. Langkah ini diambil sebagai upaya antisipasi penyebaran penyakit hepatitis B baik di dalam negeri maupun di luar negeri. (*)

Penulis: Laura Navika Yamani

Artikel selengkapnya dapat dilihat melalui link jurnal berikut ini:

http://www.apjtm.org/temp/AsianPacJTropMed1318-4907363_133753.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).