Re-Industrialisasi atau De-Industrialisasi di Sektor Manufaktur: Studi Pertumbuhan Produktivitas di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi industri manufaktur. (Sumber: Fakta News)

Faktor-faktor Produksi berkembang pesat di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2015. Tenaga kerja meningkat 35%, pembentukan modal tetap bruto meningkat menjadi 33% dari PDB (naik dari tingkat 20% pada tahun 2000), konsumsi energi meningkat lebih dari dua kali lipat, dan liberalisasi perdagangan memungkinkan akses yang lebih luas ke input strategis dan akses ke pasar yang lebih besar di luar negeri.

Dengan pertumbuhan input produksi pada dua dekade terakhir yang begitu pesat, pertanyaan penelitian ini adalah, seberapa besar faktor-faktor produksi mendukung ekspansi pertumbuhan output manufaktur di Indonesia? Seberapa besar dampak kenaikan harga input produksi terhadap total biaya produksi? apakah input produksi digunakan secara lebih efisien, dan apakah input produksi membantu mencapai pertumbuhan output yang lebih tinggi melalui saluran pertumbuhan non-konvensional (mis., skala ekonomi dan Efisiensi Teknis)?

Studi ini menghitung efisiensi teknis, dan komponen-komponen dari pertumbuhan total faktor produktivitas (TFP) yang adalah: perubahan efisiensi teknis, efek skala, dan kemajuan teknologi. Studi ini menggunakan metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) di tingkat perusahaan dari tahun 2007 hingga 2013. Studi ini melihat apakah perbedaan dalam karakteristik perusahaan, termasuk lokasi, ukuran, keterampilan pekerja, modal yang tersedia, dan intensitas teknologi mempengaruhi tingkat efisiensi dan produktivitas di sector manufaktur.

Mengapa efisiensi dan produktivitas penting untuk industrialisasi?

Pulau Jawa di Indonesia diusulkan sebagai koridor industri nasional di bawah Masterplan Percepatan dan Perluasan Perekonomian Indonesia (MP3EI) pada 2011. Sektor manufaktur mengalami pertumbuhan input produksi (tenaga kerja, modal, energi, dan bahan baku) dan kenaikan tajam dalam biaya input (terutama upah dan harga energi). Secara konvensional, perusahaan berkembang karena lebih banyak input yang tersedia. Namun demikian, sumber pertumbuhan tambahan dapat berasal dari pekerjaan input yang lebih efisien dan kombinasi faktor produksi yang lebih memadai (meningkatkan efek skala).

Suatu negara dalam ekspansi berkelanjutan pada input produksi dapat mengambil manfaat dari sumber daya yang melimpah jika sumber daya tersebut digunakan dengan baik. Sebaliknya, negara dapat kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kegiatan industri dan mengarah pada pembangunan yang lebih cepat, jika input dipekerjakan dengan buruk, atau jika sumber daya dialokasikan secara tidak sempurna.

Studi ini menemukan bahwa tenaga kerja masih merupakan input produksi yang paling penting (manufaktur padat karya). Penggunaan input modal dan energi berkembang pesat, tetapi mereka berkontribusi dalam perluasan yang lebih rendah untuk output industri. Biaya produksi dalam manufaktur meningkat lebih cepat daripada produktivitas, yang mengarah pada pertumbuhan industri yang lambat (bahkan negatif dalam beberapa industri) pada satu dekade di mana input berlimpah.

Keunggulan komparatif di Jawa tetap berada di sektor padat karya, perusahaan teknologi rendah, dan perusahaan menengah. Namun demikian, bukti menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan dalam pekerja mengarah pada tingkat kemajuan teknologi dan efisiensi yang lebih tinggi dalam sektor padat modal rendah (biaya produksi rendah). Namun, pelengkap tenaga kerja yang tidak efisien dengan input energi dan tenaga kerja dengan modal membatalkan efek dari sektor yang dapat berkembang lebih cepat.

Perspektif Industrialisasi

Hasilnya menunjukkan bahwa sektor manufaktur dapat terus menyerap pekerja baru dalam industri padat karya, meskipun diperlukan lebih banyak upaya dalam meningkatkan keterampilan pekerja untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Meningkatkan kemampuan penyerapan teknologi dan kombinasi input yang lebih efisien (modal-tenaga kerja, energi-tenaga kerja) dapat membantu sektor ini untuk mencapai skala ekonomi dan dapat mempercepat kecepatan kemajuan teknologi. Sebagian besar industri menghadapi peningkatan biaya produksi yang cepat, sementara perusahaan menunjukkan pertumbuhan produktivitas yang lambat (atau negatif).

Sementara dampak positif dalam pendapatan terjadi dalam bentuk upah yang lebih tinggi dan beban subsidi energi yang lebih rendah bagi pemerintah, peningkatan produktivitas sangat mendesak untuk mencapai pertumbuhan yang lebih seimbang (biaya produksi – produktivitas). Sektor manufaktur tampaknya melewatkan satu dasawarsa emas sumber daya yang berlimpah. Sumber daya perlu diberdayakan dengan keterampilan yang lebih tinggi, kemampuan teknologi, dan modal, untuk mencapai transformasi industri yang lebih cepat.

Penulis: Miguel Angel Esquivias Padilla

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://pp.bme.hu/so/article/view/12489

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).