Antibodi Rubella sebagai Penanda Infeksi Rubella pada Bayi Tuli Bawaan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi infeksi Rubella pada bayi. (Sumber: Diadona.ID)

Mendengar kata bayi, pasti orang tua apalagi ibu sangat memperhatikan dan merawat bayi mereka. Namun beberapa kondisi yang menganggu tumbuh kembang anak ternyata dapat terjadi sejak lahir. Seringkali, ibu (sewaktu kehamilan) tidak aware akan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan gangguan pada bayi mereka selama kehamilan. Salah satu gangguan yang umum dan sering diabaikan adalah gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran pada bayi baru lahir atau biasa disebut tuli bawaan, dapat disebabkan oleh banyak kondisi. Kondisi yang paling sering berkaitan dengan gangguan pendengaran bawaan adalah infeksi. Infeksi seperti Toxoplasmosis, Rubella, CMV, dan herpes merupakan infeksi yang lazim menyebabkan gangguan pendengaran.

Contohnya virus Rubella, virus Rubella atau lebih dikenal sebagai campak Jerman, merupakan virus RNA yang menular melalui kontak langsung maupun droplet saluran pernapasan. Ketika manusia terkena paparannya, virus akan bereplikasi di sel-sel sistem pernapasan. Komplikasi virus Rubella pada ibu Hamil sangatlah berbahaya. Ibu hamil yang terinfeksi Rubella, dapat melahirkan bayi dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS adalah suatu kumpulan gejala dari berbagai macam organ akibat infeksi virus selama kehamilan. Kumpulan gejala yang dimaksud umumnya adalah, gangguan pendengaran, buramnya lensa (katarak), penyakit jantung bawaan, hingga gangguan tumbuh kembang anak. Oleh karenanya, manajemen gangguan ini sangat membutuhkan kolaborasi.

Kolaborasi antara orang tua, dokter spesialis Obsgyn, dokter spesialis THT-KL, dokter spesialis anak, dan spesialis lainnya (disesuaikan dengan kondisi anak). Kejadian CRS sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Rubella dan pengendalian penularan infeksi ini (Kemenkes, 2019). Pemeriksaan serologi pada ibu juga diperlukan. Sehingga ibu mengetahui kondisi tubuhnya dan dapat menyiapkan untuk hal-hal yang tidak diinginkan pada janinnya. Seperti gangguan pendengaran yang dapat berkontribusi pada gangguan perkembangan, ibu dapat mempertimbangkan menggunakan hearing aid pada anak (jika diperlukan).

Pemeriksaan laboratorium tentunya juga sangat diperlukan untuk kasus Rubella. Pemeriksaan  serologi berupa IgM dan IgG rubella menjadi suatu ketetapan bersama untuk mendiagnosis kasus ini. Penelitian yang dilakukan oleh DR. Nyilo Purnami, dr., Sp. THT-KL (K) et al (2020), meneliti efektivitas penggunaan pemeriksaan serologi anti-Rubella untuk mendiagnosis infeksi Rubella pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi mengalami gangguan pendengaran. Infeksi rubella pada penelitian ini dideteksi dengsn serologis tunggal IgG dan IgM anti-Rubella dan TORCH ganda. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran bayi  menggunakan uji OAE dan AABR. Penelitian ini menggunakan 45 pasien.

Setelah dilakukan pemeriksaan serologi, 35 dari 45 pasien dinyatakan positif Rubella, Diantaranya 12 positif hanya dengan rubella dan sisanya (23 pasien) memiliki tes serologis TORCH multiple positif. Daru 35 pasien yang positif, setelah dilakukan pemeriksaan telinga hanya 11 yang mengalami infeksi rubella dengan gangguan pendengaran. Mengapa hal ini terjadi?  Gangguan pendengaran pada bayi NICU memiliki resiko yang tinggi untuk terkena infeksi seperti Rubella dan penyebab lainnya. Ternyata dalam sebagian besar tes serologis positif rubella pada bayi merupakan faktor maternal dari ibu kepada anak. Sehingga yang perlu diingat ketika melakukan pemeriksaan serologi memerlukan konfirmasi dibawah pengawasan dan Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan lagi enam bulan berikutnya. Hal ini untuk menghindari false positive.

Selain itu, Sebaiknya petugas kesehatan yang kontak dengan bayi CRS atau dengan infeksi rubella adalah petugas yang telah dipastikan kebal terhadap infeksi Rubella. Mengapa? Bayi dengan infeksi rubella tentunya dapat menularkan kepada orang disekitarnya. Pada kasus ini pula, pencegahan ibu hamil dari infeksi Rubella sangat diperlukan. Ibu harus aware dengan kondisinya dan terus memperhatikan kondisi kesehatannya. Jangan sampai, ketika anak sudah lahir, terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi seperti yang sudah disebutkan gangguan pendengaran sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Gangguan pendengaran sulit untuk dideteksi. Seringkali, orang tua baru menyadarinya setelah anaknya tidak bisa berbicara atau mengucapkan kata-kata. Kolaborasi, pemeriksaan serologi secara berkala, serta upaya pencegahan yang baik tentunya akan menjadi kunci untuk menghadapi masalah ini. (*)

Penulis : Nyilo Purnami

Artikel lengkapnya dapat diakses melalui link jurnal berikut ini:

https://indonesianjournalofclinicalpathology.org/index.php/patologi/article/view/1479/pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).