Miotomi Endoskopi Peroral pada Pasien Achalasia Kardia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh dudley.ru

Achalasia kardia merupakan suatu gangguan neurodegeneratif dari fleksus mientrik esofagus yang ditandai dengan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah yang tidak lengkapdan aperistalsis esofagus, dan menimbulkan gejala seperti disfagia, regurgitasi, dan nyeri dada. Pada achalasia, prosedur diagnostik melakukan barium esofagogram yang menunjukkan tanda “bird’s beak” atau seperti paruh burung patognomonik pada esofagus distal, serta menunjukkan persimpangan gastroesofageal yang sempit pada temuan endoskopi gastroinestinal bagian atas.

Manometri esofagus merupakan standar emas dalam menegakkan diagnosis achalasia serta manometri resolusi tinggi dengan topografi tekanan esofagus dapat meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas. Manometri resolusi tinggi dapat mengelompokkan achalasia ke dalam tiga subtipe. Tipe I dicirikan dengan kontraktilitas otot halus yang hilang pada tubuh esofagus dan tekanan esofagus terkompartemen yang berkurang. Pada tipe II, eksitasi otot sirkus cukup dan kontaksi otot longitudinal dipertahankan, yang mengakibatkan periode tekanan atau kompresi esofagus yang terkotak-kotak. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa respons pengobatan yang baik dengan penurunan tekanan sfingter esofagus yang lebih rendah. Tipe III achalasia merupakan yang paling jarang ditemui, yang menunjukkan kontraksi spastik esofagus distal yang muncul pada 20% saat proses menelan.

Pengobatan achalasia termasuk manajemen medis, dilatasi pneumatik atau dilatasi balon, injeksi toksin botulinum, esofagektomi, dan laparoskopi miotomi Heller. Dilatasi pneumaik menggunakan balon berguna untuk pasien tipe I dan II, sedangkan miotomi Heller dengan fundoplikasi parsial efektif untuk achalasia tipe II dan III. Namun, dilatasi balon pneumatik memiliki tingkat kegagalan yang lebih rendah dan dijadikan sebagai pengobatan pilihan dengan risiko bedah yang rendah apabila dibandingkan dengan miotomi Heller. Saat ini, miotomi endoskopi per oral (POEM) telah menjadi pengobatan alternatif yang diimplementasikan karena teknik invasif minimal. Tingkat keefektifan jangka pendek POEM mirip dengan miotomi Heller dengan tingkat respons lebih dari 90%. Dalam hal ini juga ditunjukkan kontrol gejala yang sangat baik selama tiga tahun periode pada semua tipe achalasia, seperti yang telah dilaporkan sebelumnya dalam studi kohort. POEM tidak hanya memiliki durasi operasi yang lebih pendek, rawat inap yang lebih singkat, dan waktu penyembuhan atau pemulihan yang cepat, namun juga risiko kehilangan darah lebih sedikit, nyeri yang dirasakan pasca operasi, dan penggunaan analgesik. POEM juga aman dan efektif pada pasien dengan gejala persisten setelah miotomi Heller, meskipun tingkat keberhasilan klinis lebih rendah pada pasien tanpa riwayat (81% vs 94%). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti dari divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Institute of Tropical Disease, Universitas Airlangga berhasil mempublikasikan laporan kasusnya pada salah satu jurnal internasional, yaitu Case Report in Gastroenterology, yang melaporkan sebuah kasus seorang pasien achalasia yang melakukan prosedur POEM dengan riwayatmiotomi Heller yang tidak berhasil.

Salah satu kesimpulanpenting yang dapat diambil berdasarkan laporan kasus ini, yaitu POEM merupakan pilihan prosedur yang cocok untuk pasien yang pernah gagal pada pengobatan sebelumnya, serta pada pasien achalasia tipe sigmoid karena tingkat keamanan dan keefektifannya. POEM dinilai lebih memiliki kelebihan dibandingkan miotomi Heller karena orientasi miotomi yang tergantung pada preferensi operator dan situasi klinis. Orientasi dapat berupa pendekatan posterior maupun anterior, sedangkan pendekatan secara lateral tidak diperbolehkan karena sisi lateral esofagus lemah sehingga menyebabkan divertikula. Pendekatan anterior POEM memiliki tingkat keefektifan yang hampir sama dengan pendekatan posterior, namun pendekatan anterior memiliki tingkat cidera mukosa yang lebih tinggi, sedangkan pendekatan posterior memiliki risiko paparan asam yang lebih tinggi. Prosedur POEM yang dilakukan pasca miotomi yang gagal memiliki tingkat keberhasilan klinis jangka pendek dengan mencegah bekas luka miotomi sebelumnya termasuk submukosa fibrosis, sehingga bekas luka orientasi anterior dapat dihindari dengan melakukan miotomi posterior.

Kesimpulan hasil laporan kasus ini, yaitu seorang pasien yang telah melakukan prosedur POEM menunjukkan perbaikan klinis, gejala berkurang dengan skor IRP dan Eckardt yangnormal setelah sebelumnya memiliki riwayat miotomi Heller yang tidak berhasil.

Penulis : Muhammad Miftahussurur, Manu Tandan, Dadang Makmun, Zaheer Nabi

Informasi yang lebih rinci dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di Case Report in Gastroenterology, berikut kami sertakan link rujukannya,

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7011739/pdf/crg-0014-0048.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).