Apakah Kondisi Hutan Bakau Mempengaruhi Struktur Makrozoobenthos ?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh suarapalu com

Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di permukaan atau di dalam sedimen. Makrozoobentos merupakan salah satu organisme paling penting untuk ekosistem laut dan pesisir. Sebab, bentuk struktur dan komposisi organisme tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator suatu perairan, selain mikroalga dan ikan.

Makrozoobentos dapat digunakan sebagai bioindikator di perairan karena kehidupannya yang relatif menetap dan mobilitas lambat, sehingga secara langsung dipengaruhi oleh bahan yang terkandung pada perairan tersebut. Selain itu, sebagai bioindikator lingkungan perairan, makrozoobentos dapat dilihat dari segi nilai struktur komunitas, mulai dari keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi.

Sebagai kabupaten yang memiliki garis pantai cukup panjang, Banyuwangi memiliki satu kawasan yang perlu dilakukan pengamatan terkait keberadaan makrozoobenthosnya, yaitu kawasan Pusat Mangrove Bengkak (PMB). Kawasan konservasi dan wisata bahari yang memiliki luas 7.150 Hektar tersebut, mulai tereduksi keseimbangan lingkungannya akibat keberadaan wisatawan, pemukiman warga, dan kegiatan budidaya perikanan. Sehingga perlu dilakukan pengamatan, untuk melihat apakah kondisi makrozoobenthos di kawasan tersebut masih dalam keadaan normal atau justru berada di titik mengkhawatirkan.

Dengan mengambil tiga titik sampel, mulai dari kawasan pemukiman warga dan pariwisata (1), kawasan budidaya (2), hingga kawasan konservasi (3). Pengambilan sampel tanah dilakukan untuk mengidentifikasi makrozoobenthos, serta turut dilakukan pengambilan sampel air untuk mengetahui kondisi kualitas air pada kawasan tersebut, dan dimana hasil dari kualitas air telah dinyatakan normal untuk berbagai parameternya (suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, kekeruhan, dan amonia).

Hasil pengamatan menyatakan, terdapat empat kelas makrozoobenthos yang ditemukan di ketiga stasiun, yaitu Gastropoda, Malacostraca, Clitellata, dan Insecta. Dengan rincian : Stasiun 1 teridiri dari 89,54% Gastropoda dan 10,46% Insecta; stasiun 2 terdiri dari 100% Gastropoda; dan stasiun 3 terdiri dari 56,25% Gastropoda, 5,2% Insecta, 10,42% Clitellata dan 28,13 Malacostraca.

Kemudian, berdasarkan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominasi yang diamati. Stasiun 1 memiliki indeks keanekaragaman rendah (0,51), indeks keseragaman rendah (0,12) dan indeks dominasi yang tinggi (0,76). Stasiun 2 memiliki indeks keanekaragaman rendah (1,19), indeks keseragaman rendah (0,39), dan indeks dominasi yang rendah juga (0,36). Sedangkan untuk stasiun 3 memiliki indeks keanekaragaman rendah (1,64), indeks keseragaman tergolong stabil (0,85), dan indeks dominasi yang tergolong rendah (0,31).

Dari hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas pada suatu lingkungan perairan berpengaruh terhadap struktur makrozoobenthos yang terkandung. Stasiun 1 sebagai kawasan yang sangat dekat dengan pemukiman warga, hanya memiliki 2 kelas marozoobenthos yang disebabkan oleh tingginya bahan non-organik dari limbah rumah tangga. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap nilai tiga indeks yang diamati, dimana jika dirutkan stasiun 3 memiliki nilai terbaik dan stasiun 1 dengan nilai terburuk.

Kemudian pada stasiun 2, bahkan hanya ditemukan 1 kelas makrozoobenthos yaitu Gastropoda. Hal tersebut disebabkan oleh sifat hidup Gastropoda yang mampu bertahan di lingkungan dengan kadar bahan organik yang tinggi. Dan stasiun 2 sendiri merupakan kawasan yang sangat dekat dengan kegiatan budidaya yang menimbulkan limbah organik pada kawasan tersebut. Sedangkan pada stasiun 3 merupakan indikator perairan yang masih baik, sebab memiliki indeks keanekaragaman yang masih tinggi, dan indeks dominasi yang rendah. Sehingga dari ketiga stasiun, stasiun tiga merupakan kawasan dengan predikat terbaik, dan perlu dipertahankan sebagai kawasan konservasi.

Penulis : Suciyono

Referensi : Fatmawati D, Rahardja B.S, Suciyono, Lutfiah L, Ulkhaq M.F. 2020. Structure communities of macrozoobenthos in mangrove tourism area, Wongsorejo sub-district, Banyuwangi Regency, East Java. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 441 (2020) 012104. doi: 10.1088/1755-1315/441/1/012104

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).