Pengaruh Perbedaan Umur Rumput Laut Eucheuma Cottonii sebagai Bahan Material MDF

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh dream co id

Salah satu produk perikanan Indonesia adalah rumput laut yang memberikan keuntungan sebagai produk yang diperdagangkan, baik sebagai bagian dari produk makanan, kosmetik, obat-obatan maupun bahan mentah industry. Eucheuma cottonii adalah jenis rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia. Produksi jenis rumput laut tersebut mudah dibudidayakan dan proses pemanenannya relatif sederhana. Meskipun begitu penggunaan jenis rumput laut tersebut di Indonesia masih belum optimal sehingga nilai yang dihasilkannya relative rendah. Hingga saat ini produk yang diperdagangkan lebih banyak berbentuk raw material melalui proses pengeringan sehingga salah satu cara guna meningkatkan nilai jual E. cottonii diupayakan sebagai campuran pembuatan Medium Density Fiberboard (MDF). MDF merupakan perangkat dari fiberboard yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan menggunakan hot press pada suhu 170oC dan tekanan 45 Pa selama 25 menit.

Bahan utama MDF adalah serbuk kayu yang mengandung lignocellulosa (komponen biomass tanaman dengan penyusun lignin, cellulose dan hemicellulosa). Lignocellulosa didapatkan dari karbohidrat tanaman, termasuk diantaranya bisa didapatkan dari rumput laut E. cottonii. Kualitas dari rumput laut dipengaruhi oleh umur pada saat pemanenan. Secara umum, E. cottonii di panen pada umur 1,5-2 bulan proses pembudidayaan sehingga bila di panen kurang dari 1,5 bulan maka diperoleh rumput laut dengan kualitas rendah, termasuk kandungan karbohidratnya. Oleh karena itu kualitas lignocellulosa tergantung juga dari umur rumput laut.

Pemanfaatan rumput laut dalam produksi MDF bertujuan untuk menekan kerusakan ekosistem hutan karena illegal logging dan eksploitasi. Permintaan tinggi industry kayu menyebabkan ketersediaan kayu yang berkualitas baik menjadi semakin sedikit sehingga dengan menggunakan rumput laut sebagai alternative pengganti lignocellulosa dari kayu. Studi yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan umur rumput laut E. cottonii sebagai MDF secara uji fisik dan mekanik berdasar standard JIS A 5908 (2003).

Uji fisik MDF terdiri dari moisture content (%), water absorption (%), thickness swelling (%) dan density (g/cm3) sedangkan uji mekanik MDF terdiri dari modulus of rupture (N/mm2), modulus of elasticity (N/mm2) dan screw holding strength (N). Berdasar uji fisik MDF terbukti bahwa rumput laut kering dapat menyerap uap air dari udara sehingga tingkat kelembaban pada perlakuan MDF dengan limbah E. cottonii 100% menghasilkan nilai tertinggi, hal ini memungkinkan berkembangnya bakteri atau mikro organisme pada produk MDF sehingga menurunkan kualitas dan berjamur.  Sebaliknya uji penyerapan air dari perlakuan MDF dengan limbah E. cottonii 100% menghasilkan nilai terendah diakibatkan kepadatan perangkat MDF yang dihasilkan relative  paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Kepadatan yang lebih rendah dari perangkat MDF akan mempersulit penyerapan air. Pengembangan tebal dan kepadatan perangkat MDF paling rendah ditunjukkan pada perlakuan serbuk kayu 100%. Kayu mempunyai banyak rongga dan densitas yang rendah sehingga kemampuan untuk menyerap dan melepaskan air tergantung kandungan air seiring dengan kapasitas pengembangan tebal dan kepadatan perangkat MDF. 

Uji mekanik pada perlakuan MDF dengan limbah E. cottonii 100% menunjukkan nilai keteguhan patah (modulus of rupture) terendah disebabkan bahan material yang menyusun MDF pada perlakuan tersebut berasal dari 100% rumput laut. Partikel pada perangkat MDF seharusnya menggunakan ukuran partikel yang sama untuk menghasilkan kualitas partikel MDF yang baik. Pada perlakuan MDF dengan limbah E. cottonii 100% didapatkan kesulitan untuk membentuk kesamaan partikel (uniform) pada pembentukan MDF. Namun pada pengukuran modulus of elasticity atau keteguhan lentur pada semua perlakuan perangkat MDF masih bernilai rendah diduga diakibatkan karena masih rendahnya ikatan lignocellulosa yang ada. Sebaliknya pada uji kuat pegang sekrup (screw holding strength) didapatkan nilai tertinggi pada perlakuan serbuk kayu 100% dan nilai terendah didapatkan dari perangkat MDF dari perlakuan rumput laut 100%. Penelitian berikutnya juga menunjukkan bahwa ketidaksesuaian perekat berpengaruh juga dalam kekuatan antar partikel, khususnya selama uji kuat pegang sekrup (screw holding strength).   

Penulis: F.H. Arrosyad and M.A. Alamsjah. Link terkait tulisan di atas: The Effect of seaweed (Eucheuma cottonii) age differences as a material on medium density fiberboard (MDF) manufacture. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 441. doi: 10.1088/1755-1315/441/1/012100. https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/441/1/012100

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).