Taraf Ekonomi Penyandang Disabilitas di Tengah Pandemi Covid-19 Perlu Diperhatikan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, MA., Ph.D, dosen sekaligus guru besar Antropologi UNAIR. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Kini dunia sedang diserang oleh sebuah wabah yang telah mematikan ribuan jiwa.  Indonesia salah satunya, belum bisa bernafas lega akibat penyebaran pandemi Virus Corona atau Covid-19.

Kasus Covid-19 yang kian meningkat setiap harinya membuat banyak sektor mengalami kerugian. Kerugian tersebut terutama dalam bidang ekonomi. Tidak dapat dipungkiri, penyandang disabilitas yang mayoritas berprofesi sebagai pekerja swasta menjadi salah satu yang terdampak.

Menyikapi hal tersebut, Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, MA., Ph.D, dosen sekaligus guru besar Antropologi UNAIR mengatakan bahwa, penyandang disabilitas yang bekerja pada sektor swasta pasti akan terdampak. Karena semua orang mengurangi aktifitas, dan banyak yang ketakutan untuk bertemu orang lain sehingga membatasi aktifitas mereka. Akibatnya, job untuk penyandang disabilitas berkurang.

“Bahkan, tuna netra yang berprofesi sebagai penyanyi di terminal misalnya, pasti berkurang, karena orang yang lalu lalang di terminal juga berkurang,” ungkap Prof Myrta.

Ia juga menuturkan, bahwa apabila ada warga negara ingin berkontribusi memberikan apa yang mereka punya, maka anggaplah itu kontribusi untuk masyarakat, bukan karena mereka mengasihani penyandang disabilitas. Karena kedudukan penyandang disabilitas setara dengan warga negara yang lain.

“Lagipula, penyandang disabilitas yang saya tahu, tidak suka dikasihani. Jadi mereka pasti akan mengatakan, ‘kita hadapi bersama, kita berjuang bersama’,” tuturnya.

Kualitas kerja penyandang disabilitas setelah pandemi Covid-19 diyakini oleh Prof Myrta tidak akan berubah. Kendati demikian, ia sangat mengharapkan sebuah inovasi yang saling membantu satu sama lain.

Prof Myrta menyebut, jika masyarakat ada yang bosan dan butuh hiburan, bisa menanggap kelompok musik tuna netra, namun disiarkan secara online dan tidak harus berkumpul. Atau dengan menanggap kelompok musik tuna netra yang ditujukan untuk PDP (pasien dalam pengawasan) yang disiarkan secara online sekaligus sebagai hiburan.

“Supaya mereka (PDP, red) terhibur, dan sekaligus membantu kelompok musik tuna netra. Ini pemisalan saja, namun inovasi-inovasi lain pasti bisa dipikirkan,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, Alfian Andhika Yudhistira salah seorang mahasiswa tuna netra Universitas Airlangga juga mengatakan bahwa dari segi ekonomi untuk teman-temannya yang bekerja sebagai pemijat, pemusik, pedagang keliling, semua mengalami penurunan drastis. Ada puluhan panti pijat yang akhirnya harus ditutup pemerintah kota atau kabupaten karena epidemi ini, dan masih banyak lagi.

“Teman-teman pemusik, MC, semuanya menjadi pengangguran termasuk mahasiswa yang biasa berkuliah sambil part time,” ujarnya.

Kemudian, ia juga menyampaikan bahwa pemerintah memang sudah mencanangkan untuk memberikan BLT atau bantuan lain untuk warga miskin, termasuk disabilitas. Namun, ia masih ragu karena pemerintah tidak memiliki data valid mengenai jumlah disabilitas di Indonesia. Karena, dalam sensus online tidak pernah mendata status kedisabilitasan seseorang.

“Tapi yang jadi agak dipertanyakan, data jumlah disabilitasnya dari mana? Toh pemerintah tidak punya data valid jumlah disabilitas di Indonesia,” paparnya.

Menurutnya, yang lebih penting bukanlah bantuan BLT atau sembakonya, karena itu akan cepat habis. Namun, lebih baik diberikan bimbingan untuk usaha mandiri, sekaligus membuka lapangan pekerjaan. Ia berharap, dengan adanya kartu prakerja semoga bisa membantu, namun ia merasa web masih kurang aksesible bagi pengguna pembaca layar, jadi perlu adanya perbaikan. (*)

Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).