UNAIR NEWS – Alat pelindung diri (APD) adalah perlengkapan yang wajib digunakaan untuk melindungi pekerja dari bahaya yang dapat menyebabkan cedera atau penyakit serius terkait pekerjaannya. APD telah didesain khusus sesuai dengan jenis pekerjaannya, misalnya APD untuk tenaga medis bertujuan untuk mengurangi risiko tertular yang infeksius.
Dengan adanya wabah pandemi Virus Corona atau Covid-19 yang terjadi saat ini, APD banyak dikenakan oleh tenaga medis, baik dokter maupun perawat, ketika menangani pasien. Hanya saja beberapa rumah sakit kekurangan APD. Salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya.
Erlangga Lazuardi Ramadhan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (KaBEM) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) sempat dihubungi oleh salah satu dokter dari RSUD Dr. Soetomo yang menyatakan bahwa mereka sedang sangat kekurangan APD. Mulai dari itu, mahasiswa FK UNAIR membuat face shield (alat pelindung wajah) dilakukan di ruang sidang A FK UNAIR selama 2 hari pada Senin hingga Selasa (23-24/03/20).
Angga menjelaskan bahwa pembuatan APD tersebut memerlukan beberapa bahan yang perlu dipersiapkan. Yakni, mika seukuran wajah, busa atau spon, tali karet, lem, dan benang jahit. Pembuatannya diawali dengan mika diukur, ditandai dengan spidol, dan dibentuk menjadi dua dua bagian dengan ujung yang tumpul. Setelah itu, kedua sisi mika dilubangi untuk dimasukkan dengan tali karet.
“Kedua, mika yang telah dilubangi lalu ditempel dengan spon menggunakan lem tembak. Spon di sini akan berfungsi sebagai bantalan dari face shield. Terakhir, mika yang telah ditempel dengan busa dimasukkan tali karet yang kemudian dijahit agar kuat,” jelasnya.
Angga mengatakan bahwa pembuatan APD tersebut akan diperuntukkan bagi tenaga medis di RSUD Dr. Soetomo. Dalam pembuatannya, pihak fakultas dan BEM mengajak relawan dari setiap angkatan.
“Ada sekitar 20 mahasiswa yang ikut serta, dengan waktu pengerjaannya 5-6 jam selama dua hari dengan menghasilkan 200 APD,” tutur Angga.
Angga mengatakan, meski APD dibuat dengan sederhana, serba terbatas, tetapi tetap sesuai standart World Health Organization (WHO). Ia berharap APD itu dapat membantu meringankan beban tenaga kesehatan di RS yang sekarang situasinya sedang kekuarangan APD.
“Lalu karena pembuatannya mudah, semoga ilmunya bisa diterapkan juga bagi masyarakat yang ingin membantu membuat juga,” pungkasnya. (*)
Penulis : Asthesia Dhea Cantika
Editor : Binti Q. Masruroh