Pakar UNAIR: Kenaikan Iuran JKN Bukan Sekedar untuk Tutupi Defisit

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Djazuly Chalidyanto dosen Fakultas Kesehatan Masyarkat (FKM) UNAIR. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) telah disepakati sejak akhir tahun 2019. Hal tersebut dibuktikan dengan keputusan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken oleh Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.

Meskipun begitu, dilansir dari kompas.com, anggota DPR dari beberapa komisi melakukan penolakan terhadap kenaikan iuran JKN yang berlaku sejak awal Januari silam. Penolakan tersebut disampaikan dalam saat rapat gabungan, Selasa (18/2/2020).

Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani mengancam akan menarik suntikan dana sebesar Rp 13,5 triliun dari BPJS Kesehatan selaku pelaksana program JKN bila iuran batal naik. Sebagai catatan, kenaikan iuran merupakan salah satu upaya untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang berisiko mencapai Rp 32 triliun pada tahun 2019.

Menanggapi hal tersebut, Dr. Djazuly Chalidyanto S.K.M., M.A.R.S. menyetujui kebijakan iuran JKN yang naik. Hal tersebut karena penentuan premi pada saat program JKN pertama kali dilaksanakan ditetapkan berdasarkan demand atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan sebelum program JKN ada.

“Sebelum program JKN ada, pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat rendah. Sehingga, iuran yang ditetapkan menjadi under price (rendah, Red),” ucap dosen yang akrab disapa Djazuly tersebut.

Sejak adanya program JKN, lanjut Djazuly, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan meningkat. Demand terhadap pelayanan kesehatan mengalami kenaikan. Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian iuran didasarkan dengan demand saat ini.

“Kenaikan premi bukan sekedar untuk menutupi defisit program JKN namun juga menjamin program agar tetap berjalan,” lanjutnya.

Jika berbicara tentang JKN, Djazuly menjelaskan bahwa JKN merupakan sistem asuransi sosial. Menurutnya, terdapat tiga pihak yang berkepentingan untuk menyukseskan berjalannya sistem tersebut. Yaitu penyelenggara dalam hal ini BPJS Kesehatan, Penyedia Pelayanan Kesehatan baik milik pemerintah atau swasta, dan masyarat.

Terjadinya defisit pada program JKN yang kemudian menimbulkan kenaikan iuran juga disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat. Sehingga, angka kesakitan masyarakat tinggi. Dan juga disebabkan oleh ketidakpatuhan masyarakat untuk membayar iuran.

Tidak sedikit masyarakat yang menunggak membayar iuran. Pada beberapa kasus, terdapat masyarakat yang hanya membayar iuran ketika sakit kemudian berhenti membayar setelah sembuh.

“Padahal, ketika tidak membayar iuran maka peserta JKN tidak bisa mendapatkan fasilitas kesehatan ketika sakit. Mereka harus melunasi tunggakan terlebih dahulu,” terang dosen di Fakultas Kesehatan Masyarkat (FKM) UNAIR tersebut.

Selain menunggak, juga masih terdapat orang berpenghasilan tinggi yang sebenarnya mampu membeli premi kelas satu namun membeli kelas tiga. Hal yang mengecewakan adalah, ketika sakit mereka berganti kelas, naik menjadi kelas 1. Hal tersebut juga menjadi salah satu faktor ruginya BPJS.

“Sehingga kemudian, BPJS membuat kebijakan bahwa kenaikan kelas hanya bisa satu tingkat. Pembeli premi kelas tiga hanya bisa naik menjadi kelas dua,” ujarnya.

Meskipun premi mengalami kenaikan, Djazuly menilai bahwa masyarakat Indonesia cukup menerima kebijakan tersebut. Dibuktikan dengan tidak adanya demo meminta penurunan.

Terdapat dua rekomendasi Djazuly untuk memperbaiki sistem JKN saat ini. Untuk jangka pendek, menurutnya kebijakan kenaikan iuran merupakan solusi yang tepat.

Sementara itu, untuk jangka panjang perilaku masyarakat harus diubah agar berperilaku hidup sehat. Sehingga, jumlah angka kesakitan rendah.

Mindset masyarakat mengenai asuransi juga perlu diubah. Bahwa tidak ada untung rugi ketika menggunakan asuransi khususnya JKN karena prinsip dari asuransi adalah gotong royong. Yang kaya membantu yang miskin, yang sehat membantu yang sakit,” pungkasnya. (*)

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).