Infeksi Sekunder Pada Kepiting Bakau Terinfestasi Ektoparasit Octolasmis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi kepiting bakau. (Sumber: Republika)

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas bernilai ekonomis penting yang banyak ditemui di daerah hutan bakau dan estuaria. Di Indonesia, permintaan konsumen terhadap kepiting bakau terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya pola konsumsi masyarakat yang mengarah kepada konsumsi komoditas perikanan, juga kandungan protein pada kepiting bakau tercatata mengandung protein sejumlah 44.85- 50.58%, lemak 10.52-13.08%, dan energi 3,579-3,724 kcal/g (Karim, 2005). Kepiting bakau juga mengandung asam lemak omega-3 serta mineral yang baik untuk tubuh.

Beberapa penelitian terdahulu telah menemukan adanya infestasi patogen dari kelompok parasit pada kepiting bakau, antara lain parasit Zoothamnium, Epistylis dan Octolasmis. Parasit tersebut ditemukan menempel pada bagian insang maupun karapas dari kepiting bakau.

Salah satu parasit yang menginfestasi kepiting bakau dan bersifat makroskopis (dapat dilihat oleh mata) adalah Octolasmis. Parasit ini banyak ditemukan menginfestasi insang maupun karapas dalam bentuk seperti kecambah dengan bagian kepala seperti buah pir dan memiliki ekor (peduncle) yang menancap di bagian tubuh kepiting bakau.

Munculnya ektoparasit dapat menjadi salah satu kesempatan bagi patogen lain untuk berkembang biak dan salah satunya adalah berasal dari kelmompok jamur. Hal ini dibuktikan dengan adanya infeksi Lagenidium dan aspergilus niger pada kepiting bakau yang terinfestasi ektoparasit Octolasmis.

Lagenidium sp. adalah jenis jamur yang terbentukkoloni seperti kapas dan berwarna abu-abu. Lagenidium sp. memiliki reproduksi aseksual dengan memproduksi zoospore dari hifa yang membuat vesikel.

Lagenidium sp. memiliki hifa panjang dan vesikel bulat.Lagenidium sp. memiliki miselium coenocytic dan hifa yang kuat, bercabang, dan memiliki septa tipis. Septa hifa dibagi menjadi beberapa segmen, yang terkadang menyempit pada septa itu. Segmen terkadang bercabang dan terpisah satu sama lain, yang disebut sub-thallus. Vesikel terbentuk pada hifa akhir, yang mengandung banyak sporangium yang diproduksi oleh miselium. Lagenidium sp. dapat diidentifikasi dalam media SDA secara makroskopis dari warna dan bentuk koloniyang seperti kapas dan berwarna abu-abu.

Aspergillus niger bisa diidentifikasi dalam media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dengan munculnya bentukan konidiofor berwarna coklat kehitaman. Secara mikroskopis, A. niger memiliki karakteristik konidiofor transparan dan dan sporangium yang bulat dan hitam.

Adanya infeksi bakteri pada kepiting bakau sebagai kejadian infeksi sekunder dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, infestasi parasit maupun interaksi komponen lingkungan yang tidak seimbang.

Penulis : Putri Desi Wulan Sari

Artikel lebih legkap dapat diakses melalui laman berikut ini,

http://dx.doi.org/10.5958/0974-0813.2019.00007.X

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).