Cyanophyta, Antagonisme Pembunuh dan Pionir Kehidupan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Cyanophyta merupakan salah satu jenis plankton atau ganggang yang memiliki pigmen dominan hijau biru sehingga sering juga disebut sebagai ganggang hijau biru. Di samping itu, Cyanophyta juga disebut sebagai Cyanobacteria. Sebutan Cyanobacteria disebabkan karena organisme ini memiliki sifat diantara bakteri dan ganggang, yaitu mampu berfotosintesis, namun memiliki struktur sel seperti bakteri. Cyanophyta merupakan mahluk hidup tertua yang berperan besar dalam sikuls biogeokimia serta satu-satunya kelompok organisme yang mampu mengikat nitrogen dari udara melalui heterokista.

Cyanophyta mudah ditemukan di berbagai lingkungan karena dapat hidup di laut bersalinitas tinggi, danau, maupun sungai air tawar dan juga pada kondisi-kondisi lingkungan ekstrim seperti keasaman tinggi dan suhu tinggi. Ganggang ini mudah sekali berkembang di perairan dengan bahan organik tinggi, terutama yang kaya nitrogen dan fosfat. Kemampuan mengikat nitrogen dari udara menyebabkan Cyanophyta mampu survive di lingkungan yang miskin nutrisi sehingga terkenal sebagai mikroorganisme pionir.

Cyanophyta yang mengalami blooming, memberikan warna hijau biru (hijau botol/hijau tua) pada perairan tawar dan warna merah pada air laut, bergantung spesies yang dominan. Cyanophyta yang berkembang dominan di suatu perairan (blooming) perlu diwaspadai karena menimbulkan efek merugikan. Beberapa spesies Cyanophyta perlu diwaspadai keberadaannya, karena aktif menghasilkan racun ke perairan. Berikut jenis-jenis racun yang dihasilkan oleh Cyanophyta :

  1. Neurotoksin (Anatoksin, Saxitoksin)
  2. Hepatotoksin (Microcystin, Nodularins)
  3. Sitotoksin (Lyngbyatoksin, Cylindrospermopsins)

Racun-racun ini membentuk endotoksin sehingga sangat berbahaya bagi hewan maupun manusia yang mengkonsumsinya. Spesies anggota plankton ini, yang diketahui sebagai penghasil racun tersebut antara lain : Microcystis sp., Anabaena sp., Oscillatoria sp., Nostoc sp., Nodularia sp., Aphanizomenon sp., Cylindrospermopsis sp., dan Lyngbyasp.

Blooming Cyanophyta yang menghasilkan racun microcystin, seringkali menimbulkan masalah terutama di perairan tawar. Microcystin akan terakumulasi di zooplankton, hepatopankreas kerang dan udang, hati ikan dan menyebabkan kerusakan hati pada manusia yang memakan melalui rantai makanan. Seperti halnya microcystin, nodularin juga merupakan racun kuat yang menyebabkan kerusakan hati. Efek racun anatotoksin berlangsung lebih cepat karena bersifat neurotoksin yang menyerang sel-sel syaraf.

Gejala yang umum terjadi adalah hilangnya koordinasi, kedutan, kejang-kejang hinga kematian akibat kelumpuhan pernafasan. Sementara, saxitoksin adalah neurotoksin paling kuat yang menyebabkan kematian melalui gangguan pernafasan. Cylindrospermopsins merupakan sitotoksin yang merusak sel-sel jaringan termasuk jaringan hati dan ginjal. Codd et.al (2005) menyebutkan, aksi sitotoksin adalah dengan menghambat sintesis protein. Humpage et.al (2000) menambahkan bahwa racun ini juga bersifat genotoxic yang dapat menyebabkan hilangnya kromosom dan terputusnya untai DNA.

Di Indonesia, investigasi Cyanophyta dilakukan oleh beberapa peneliti. Retnaningdyah, et.al (2010) mengamati blooming Microcystis, salah satu species Cyanophyta di bendungan Sutami. Aliviyanti, et.al. (2017) mengamati dinamika komunitas Cyanobacteria dan kaitannya dengan status trofik tambak udang intensif. Masithah, et.al. (2019), mendapati terukurnya racun microcystin dalam kaitannya dengan blooming Cyanophyta di tambak udang intensif Jawa Timur.

Di samping menghasilkan toksin, Cyanopyta merugikan petani ikan karena menghasilkan senyawa kimia penyebab ikan beraroma tanah. Geosmin adalah senyawa kimia yang disekresikan ke perairan oleh beberapa spesies Cyanophyta. Senyawa ini masuk melalui kulit dan organ pencernaan sehingga daging ikan beraroma tanah. Sudah tentu, ikan beraroma tanah, akan turun nilai jualnya di pasar.

Sebagai makanan alami ikan, terutama larva ikan, beberapa jenis Cyanophyta kurang potensial karena di samping memiliki dinding sel tebal, bagian luar sel dilapisi lendir tebal pula. Ikan yang memakan tidak mampu mencerna, bahkan plankton tersebut masih hidup setelah keluar dari saluran pencernaan ikan. Hanya spesies ikan dari golonan Tilapia yang mampu mencerna. Keberadaan plankton ini, tentunya sangat merugikan karena kualitas pakan alami secara keseluruhan menjadi rendah karena nutrisi tidak dapat diserap oleh ikan.

Walau terasa mengancam dengan racun-racun yang dihasilkan serta kerugian lainnya, namun sesungguhnya banyak juga spesies Cyanophyta yang bermanfaat, di antaranya Spirulina yang tinggi protein dan berfungsi sebagai pangan fungsional, kemampuan Cyanophyta mengikat nitrogen dapat membantu ketersediaan N bagi tanaman yang bersimbiose dengannya (Anabaena sp dengan tanaman paku dan Nostoc sp yang membantu persediaan nitrogen untuk tanaman padi).

Yang tidak kalah penting, sebagai tumbuhan perintis, Cyanopyta dapat mengawali munculnya kehidupan di tanah-tanah gersang, sehingga mendukung untuk terbentuknya ekosistem yang lebih kompleks. (*)

Penulis: Endang Dewi Masithah

Artikel lebih lengkap dapat dilihat melalui link berikut ini

https://ivj.org.in/archives/showpage.ashx?ArticleID=9182

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).