Peneliti Lobster Indonesia Berikan Kuliah tamu di Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Peneliti lobster Indonesia Bayu Priambodo saat memberikan kuliah tamu di FPK UNAIR. (Foto: Dimar Herfano)

UNAIR NEWS – Maraknya perbincangan ekspor benih lobster di Indonesia, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga mengundang peneliti Lobster Indonesia Bayu Priambodo, Ph.D. untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa FPK.

Bayu memberikan kuliah tamu tentang ‘Prospek dan Perkembangan Budidaya Spiny Lobster’ di Indonesia. Kuliah tamu untuk mata kuliah Manajemen Marikultur itu diadakan pada Senin (17/02/2020) di Gedung Bandeng (B) ruang B-304.

Saat ini Bayu Priyambodo menjabat di Wakil Ketua Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Riset dan Pengembangan Konsultasi Publik. Ia mengawali perkuliahan dengan memaparkan 3 pilar fondasi terkait perkembangan lobster, yakni ekonomi, social, dan pelestarian.

Dalam bidang ekonomi, komoditas lobster dapat menjadi roda penggerak perekonomian desa, khususnya desa di wilayah pesisir. Lalu di bidang sosial, konsumen milenial akan memilih produk yang eco friendly, lobster termasuk  salah satu di antaranya. Lalu dalam pelestarian, budidaya lobster bisa mencegah kepunahan benih lobster.

“Benih lobster masih mengambil dari alam, benih lobster (BL) atau Pirulus bertahan hingga 4-6 bulan, tergantung dari spesiesnya,” paparnya.

Terkait penanganan budidaya, Bayu mengatakan bahwa teknologi budidaya lobster tidak memerlukan teknologi yang canggih, hanya membutuhkan spesifikasi kualitas SDM.

“Karena pemeliharaan benih berbulan-bulan bahkan spesies tertentu bertahun-tahun, perlunya keahlian yang mumpuni, karena aktivitas perawatan setiap hari sama,” ujar peneliti pengembangan budidaya lobster asal University of South Wales Sydney Australia.

Jika teknik budidaya lobsternya betul, survival rate (SR) lobster budidaya sektiar 70-80%. Sementara benih-benih lobster yang dibiarkan hidup di alam namun di alam sintasannya rendah, sekitar 0,1% , perbandingan dari 10.000 benih, yang hidup cuma satu.

Bayu menjelaskan adanya inovasi tertentu untuk membudidayakan lobster yang disebut sink population, populasi yang berkumpul karena pengaruh dari arus lokal, benih lobster ini dipelihara oleh alam melalui arus samudera dari Australia, Indonesia Timur, Jepang, lalu kembali ke Australia.

Dalam perkembangan budidaya lobster, masih terkendala dengan pengembangan pakan. Di alam benih lobster tidak makan, melainkan masih memanfaatkan egg yolk di hipopankreasnya. Fase kritis setelah berkeliling samudera lalu mendekat ke pantai, setelah satu minggu, benih tersebut berubah warna menjadi hitam dan mulai berganti jenis pakan.

“Fase tersebut adalah fase kritis, benih di fase tersebut sering makan, kalau pakannya gak tepat, benih akan mati, lobster sering makan jenisnya sendiri,” ujarnya.

Di akhir, Bayu berharap kepada mahasiswa untuk mengenal lobster dari sisi biologis dan ekonomis memanajemen budidaya lobster di Indonesia. (*)

Penulis : R. Dimar Herfano Akbar

Editor   : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).