Resmi Keluar dari Uni Eropa, Dosen HI UNAIR Jelaskan Dampak Brexit bagi Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Pada akhir Januari lalu, Inggris secara resmi mengumumkan telah keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan sebutan Britain Exit (Brexit). Dosen Hubungan Internasional Fakultas llmu Sosial dan politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Irfa Puspitasari, S.IP., M.A., menerangkan bahwa keputusan tersebut menjadikan negara Ratu Elizabet itu menjadi satu-satunya negara yang mencetak sejarah keluar dari Uni Eropa. Selain sistem hukum dan tata kelola yang berbeda dengan kebanyakan negara Eropa yang kontinental, Irfa menyatakan bahwa  mengutip dari Somai dan Beidermann (2016), banyaknya negara baru yang masuk jadi anggota dalam berbagai perluasan Uni Eropa menjadikan salah satu penyebab keluarnya Inggris.

Brexit bisa dikategorikan sebagai politik isolasionalisme level ringan yang akan memberi batas kepada negara-negara tetangga. Sehingga dosen Pembangunan Dunia Berkelanjutan itu menjelaskan bahwa peristiwa tersebut akan berdampak pada negara-negara di luar Uni Eropa, termasuk Indonesia. Dalam bidang politik, Irfa memaparkan bahwa para diplomat Indonesia harus mempersiapkan strategi lagi untuk bernegosiasi dengan utusan Inggris. Menurutnya, pengalaman bernegosiasi dengan Uni Eropa mengenai isu-isu strategis sebelumnya dapat digunakan kembali.

“Namun, mengingat Inggris adalah partner yang cukup sulit dan Indonesia bukan negara commonwealth, sepertinya Inggris akan lebih mengutamakan Singapura dan Malaysia dibandingkan bekerja sama dengan kita,” tambahnya.

Dosen kelahiran Blitar, 25 Maret 1985 itu juga menjelaskan bahwa tantangan juga terjadi pada bidang ekonomi. Irfa menganggap Inggris akan mengambil kebijakan dengan mempermudah ekspor dan mempersulit impor, hal itu dilakukan untuk melindungi kepentingan perusahaan-perusahaanya.  Selain itu, kepentingan dagang Inggris dapat mempengaruhi kebijakan ekonomi politiknya.

“Dengan banyaknya tantangan, bukan berarti Indonesia tidak memiliki peluang. peluang tetap masih ada, Indonesia harus sigap mencari sisa-sisa yang tidak bisa diberikan oleh Malaysia dan Singapura,” jelasnya.

Lebih lanjut, Irfa menjelaskan salah satu peluang itu adalah dengan mencegah penggundulan hutan untuk meningkatkan stok kayu yang sudah menipis karena Inggris mempunyai minat kayu yang besar terhadap Indonesia.

“Intinya Brexit akan menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk masuk ke pasar Inggris karena kebijakannya bisa lebih ketat dibanding Eropa.  Kalau soal volume Indonesia menang, tapi kalau soal relasi Indonesia lemah. Sehingga perlu kebijakan progresif untuk mengatasi itu,” pungkasnya.

Penulis : Nikmatus Sholikhah

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).