Hubungan Paparan PM2.5 dan PM10 dengan Kerusakan DNA

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh techno okezone

Polusi udara telah menjadi kekhawatiran paling signifikan karena polusi udara sekitar dapat mengancam kesehatan manusia. Perang terhadap emisi polutan, seperti evaluasi karakteristik partikel (PM) dari berbagai sumber, menjadi sangat penting untuk melindungi manusia dan lingkungan. WHO menyatakan bahwa lingkungan yang tercemar diperkirakan dapat menyebabkan 12,6 juta kematian secara global.

Dari banyak kematian, anak-anak berusia muda berkontribusi 23% dari total mortalitas global dan 26% kematian. Kelompok rentan, terutama lansia, wanita hamil, penderita masalah kesehatan pernapasan dan anakanak, cenderung mengalami masalah pernapasan saat menghirup partikel-partikel tersebut. Orang yang memiliki riwayat menderita masalah pernafasan menghadapi kesulitan bernafas dan bahkan mengalami pemburukan masalah kesehatan mereka.

Paparan polusi udara pada usia dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan paru-paru, mengurangi fungsi paru-paru dan meningkatkan risiko penyakit paru-paru kronis pada masa dewasa. Paparan PM2.5 dan PM10 yang dilepaskan dari pembakaran aktivitas biomassa menyebabkan kesehatan pernapasan pada anak-anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan PM2.5 dan PM10 dengan kerusakan DNA pada anak-anak sekolah dasar yang tinggal di dekat aktivitas pembakaran minyak sawit di Semenyih, Selangor, Malaysia.

Sebuah studi komparasi cross-sectional dilakukan pada anak-anak sekolah dasar Melayu di sekolah A yang berjarak 2,7 km dari aktivitas pengolahan kelapa sawit (N = 82) dan sekolah B yang terletak sekitar 40 km dari area pengolahan minyak sawit (N = 85). Kuisioner standar dibagikan kepada orang tua responden. Kadar PM2.5 dan PM10 diukur dengan menggunakan Dust Trak DRX Aerosol Monitor Model 8534 dan Escort LC Personal Sampling Pump. Pengukuran polutan udara dalam dan luar ruangan dilakukan di sekolah dan di rumah. Sel-sel bukal diambil dan kemudian diuji dengan uji mikronukleus.

Konsentrasi PM10 dan PM2.5 di rumah kelompok yang diteliti secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perbandingan dengan masing-masing nilai p 0,007 dan 0,018. PM10 dan PM2.5 pada sekolah yang diteliti secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah perbandingan dengan masing-masing nilai 0,014 dan 0,04. Frekuensi MN pada kelompok yang diteliti secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pembanding (p = 0,001). Perbedaan signifikan pada gejala pernapasan ditemukan antara dua kelompok yaitu batuk, dahak, wheezing (mengi) dan sesak dada (p = 0,001).

Terdapat hubungan signifikan antara PM10 dengan frekuensi MN kelompok penelitian dan kelompok perbandingan dengan r = 0,562; p = 0,001. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap produksi polutan udara dalam ruangan seperti ventilasi dan sumber bahan bakar saat memasak di rumah. Status ventilasi di rumah adalah salah satu faktor yang berkontribusi pada produksi partikel partikulat di dalam ruangan dengan partikel berasal dari luar (21). Emisi partikulat dari kilang minyak kelapa sawit juga menarik perhatian pemerintah setempat karena proses pembakaran yang menyebabkan polusi udara (22). Menurut WHO, PM2.5 yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kualitas udara dengan efek yang merugikan pada kesehatan dan juga iklim.

Penelitian ini menunjukkan bahwa paparan PM10 dan PM2.5 akan meningkatkan risiko gangguan kesehatan respirasi dan dapat menginduksi pembentukan mikronukleus pada anak-anak yang tinggal dekat area aktivitas kelapa sawit. Singkatnya, penelitian ini menunjukkan bahwa paparan konsentrasi PM10 dan PM2.5 akan meningkatkan risiko gangguan kesehatan respirasi pada anak-anak sekolah dasar yang tinggal dekat area aktivitas kelapa sawit. Paparan partikel dapat menyebabkan pembentukan mikronukleus pada anak-anak tersebut.

Penelitian ini memberikan data awal kualitas udara di sekolah dan perumahan yang berlokasi dekat pabrik kelapa sawit. Saran sesuai hasil penelitian ini adalah bahwa manajemen pabrik kelapa sawit dan pihak berwenang perlu sering memantau emisi yang dikeluarkan dari kegiatan kelapa sawit, sedangkan masyarakat yang tinggal dekat area pabrik kelapa sawit perlu meningkatkan kesadaran tentang kualitas udara sekitar. Orang tua perlu berkonsultasi dengan dokter mengenai kesehatan anakanak mereka. Selain itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai komponen dalam materi partikel yang dapat mendorong pembentukan mikronukleus.

Manajemen pabrik minyak kelapa sawit harus merevisi keefektifan tindakan pengendalian yang ada pada emisi polutan udara. Misalnya, penggunaan filter kantong disarankan sebelum pelepasan udara yang tercemar ke lingkungan. Namun, terdapat pula beberapa batasan dalam penelitian ini, yaitu bahwa jumlah responden untuk pengambilan sampel partikel debu di rumah tidak cukup mewakili seluruh area yang terdampak kegiatan kelapa sawit.

Penulis: Noeroel Widajati Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia

Link terkait riset di atas: https://medic.upm.edu.my/jurnal_kami/malaysian_journal_of_medicine_and_health_sciences_mjmhs/mjmhs_vol_15_sp4_december_2019-54287

Berita Terkait

Achmad Chasina Aula

Achmad Chasina Aula

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi