Efek dari Paparan Kronis Nikotin Per Inhalasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh hellosehat.com

Infertilitas, menurut WHO, adalah kegagalan dari pasangan untuk dapat hamil setelah setidaknya 12 bulanmelakukan hubungan suami-istri secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas dapat terjadi baik pada pria maupun wanita. Pada 50% kasus infertilitas ditemukan bahwa faktor infertilitas pria terkait dengan abnormalitas cairan semen. Sekitar 30 – 40% infertilitas pada pria disebabkan oleh faktor idiopatik, hal ini diperkirakan terjadi karena gangguan endokrin akibat faktor eksternal seperti polusi lingkungan, spesies oksigen reaktif, atau gangguan genetik maupun epigenetik.

Spesies oksigen reaktif atau Reactive Oxygen Species (ROS) adalah salah satu radikal bebas yang dapat merusak jaringan pada tubuh termasuk jaringan pada testis. ROS yang terikat pada membran testis dapat menginduksi peroksidasi lemak pada sel benih. Hal ini berdampak pada apoptosis dan nekrosis sel. Nikotin merupakan salah satu ROS yang umumnya ditemukan pada tembakau dan rokok. Akumulasi dari paparan kronis nikotin dapat merusak sel testis baik secara morfologismaupun fungsional. Akibatnya, proses spermatogenesis juga dapat terganggu, bahkan apabila hal ini berlangsung lama, kerusakan pada jaringan testis dapat menjadi ireversibel hingga terjadi infertilitas.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui ada tidaknya efek dari pemberian nikotin per inhalasi terhadap jumlah sel spermatogonia, sertoli, dan leydig yang berperan dalam produksi sperma. Studi eksperimental ini menggunakan sampel penelitian berupa tikus putih jantan (Rattus norvegicus) strain wistar yang berusia 2 bulan, sehat, beratnya 150 – 250 gram, dan sebelumnya telah tersertifikasi oleh Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Sampel ini kemudian dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri atas 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri atas enam tikus.

Nikotin yang digunakan pada studi ini adalah cairan nikotin murni yang diencerkan dengan NaCl 0.9% dan diberikan dengan metode inhalasi melalui nebulizer(OneMed) dalam ruang kaca 38 x 28.5 x 22.5 cm yang berventilasi udara. Dosis yang diberikan pada tiap kelompok perlakuan berbeda, masing-masing yaitu 0,5 mg/KgBB/kali, 1 mg/KgBB/kali, 2 mg/KgBB/kali, dan 4 mg/KgBB/kali. Pemberian ini dilakukan selama 90 menit tiap minggu selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, orkidektomi dilakukan pada testis kiri tikus,kemudian peneliti mengambil sampel jaringan untuk pemeriksaan histologis. Pengamatan terhadap sel spermatogonia, leydig, dan sertoli dilakukan pada preparat testis tikus yang diberi pewarnaan Hematoxlyin-Eosine (HE). Seluruh prosedur ini dilakukan secara aseptis.Perhitungan jumlah, uji normalitas, dan varian dilakukan pada sel spermatogonia, sertoli, dan leydig. Data yang didapatkan kemudian diolah menggunaan perangkat lunak komputer SPSS.

Spermatogonia pada manusia dibedakan menjadi 3, yaitu tipe gelap A, pucat A, dan tipe B. Sel sertoli berbentuk pyramid, polimorfik, dan memiliki nukleus pucat. Sedangkan sel leydig atau sel interstisial berbentuk bulat dengan sitoplasma granular eosinofilik. Pada penelitian ini, sel-sel tersebut dihitung dari 5 potongan melintang tubulus seminiferus dengan perbesaran 400x.

Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dari jumlah sel spermatogonia kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang mendapatkan dosis nikotin 0,5 mg/KgBB/kali, 1 mg/KgBB/kali, 2 mg/KgBB/kali, dan 4 mg/KgBB/kali. Melalui pengamatan, jumlah hitung spermatogonia semakin menurun seiring meningkatnya dosis nikotin. Pada kelompok perlakuan, didapati pula perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan nikotin 0,5 mg/KgBB/kali dan 4 mg/KgBB/kali. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan lain meskipun jumlah spermatogonia menurun seiring meningkatnya dosis.

Sel sertoli juga menunjukkan penurunan seiring meningkatnya dosis nikotin yang diberikan pada pengamatan langsung, namun tidak ditemui perbedaan yang signifikan secara statistik pada kelompok kontrol dan nikotin 1 mg/KgBB/kali serta kelompok nikotin 1 mg/KgBB/kali dan nikotin 2 mg/KgBB/kali. Meskipun begitu, perbedaan signifikan ditemukan pada kelompok kontrol dan kelompok nikotin 4 mg/KgBB/kali.

Pengamatan terhadap sel leydig setelah pemberian nikotin menunjukkan adanya penurunan jumlah seiring peningkatan dosis. Namun secara statistik, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan nikotin 0,5 mg/KgBB/kali serta kelompok nikotin 0,5 mg/KgBB/kali dan nikotin 1 mg/KgBB/kali. Tetapi, perbedaan yang signifikan ditemukan antara kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok nikotin dosis 2 dan 4 mg/KgBB/kali. Pada penelitian ini, kami juga menemui perbedaan jumlah sel leydig yang signifikan pada kelompok kontrol dan kelompok nikotin 4 mg/KgBB/kali.

Nikotin merupakan bahan berbahaya yang umumnya ditemui pada rokok. Kadar nikotin yang dapat terhirup dari penggunaan rokok berbeda, tergantung dari volume yang dihisap, kedalaman inhalasi, tingkat pengenceran udara, banyaknya hisapan, dan intensitas penghisapan. Oleh karena itu, dosis nikotin yang masuk ke dalam tubuh sulit diprediksi. Konsekuensi mutagenik nikotin seringkali terabaikan, padahal nikotin memiliki potensi untuk mengganggu produksi dan maturasi sel benih. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan kadar lemak dan produk peroksidasi lemak pada serum darah, selain itu nikotin juga dapat menginduksi stress oksidatif pada sel benih. Efek nikotin pada kualitas sperma dan histologi jaringan testis tikus kemungkinan terjadi karena percepatan degradasi oksidatif dari membran fosfolipid. Testis tikus yang terpapar nikotin juga menunjukkan pengecilan ukuran dan tubulus seminiferus. Ruang intersitisial pada testis yang terpapar nikotin ditemui semakin membesar, hal ini diikuti pula dengan penebalan membran basal testis.

Pemberian paparan kronis nikotin per inhalasi pada tikus menunjukkan penurunan jumlah sel spermatogonia, leydig, dan sertoli. Penurunan ini bertambah seiring dengan meningkatnya jumla dosis yang diberikan. Hal ini membuktikan bahwa nikotin merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria.

Penulis: Prof. Soetojo dr., Sp.U (K)

Link terkait artikel di atas: R Medicine > RC Internal medicine > RC870-923 Diseases of the genitourinary system. Urology: http://repository.unair.ac.id/72836/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).