ALSA Legal Sharing Ulas Pengalihan Hak Cipta dalam Eksploitasi HAKI

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tim Alsa

UNAIR NEWS – Asian Law Students Association (ALSA) Fakultas Hukum Universitas Airlangga kembali melakukan kegiatan Legal Sharing. Kali ini tema yang didiskusikan adalah “Pengalihan Hak Cipta (Assignment) dalam Pengeksploitasian Hak Kekayaan Intelektual”. Diskusi tersebut dipandu oleh  Atiqoh Farhah Maulani Selaku Manager of Academic Division ALSA FH UNAIR.

Dalam paparannya, ia mengatakan bahwa pengalihan hak cipta merupakan salah satu bentuk dari pengeksploitasian Hak Kekayaan Intelektual. Pengalihan tersebut dalam bentuk hak ekonomi, yang telah diatur dalam Pasal  16 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014.

“Berdasarkan penjelasan dari Pasal 16 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014, suatu pengalihan hak cipta harus dilakukan secara jelas dan tertulis, baik dengan atau tanpa akta notaris,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, ia juga menjelaskan macam-macam pengalihan dari hak cipta seperti pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, dan perjanjian tertulis. Perihal pewarisan, ia mengatakan bahwa adanya pembatasan ini dilakukan agar ahli waris tidak menggunakan haknya secara sewenang-wenang. Dan apabila seluruh keluarga dari pewaris telah tiada maka harta peninggalan akan menjadi milik negara.

” Untuk                hibah, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki,” ungkapnya.

Sementara itu, perihal wakaf, ia mengatakan bahwa berdasarkan Kompilasi Hukum Islam , wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Sedangkan wasiat, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Berbeda dengan perjanjian tertulis, sambungnya, perjanjian tertulis dalam hal ini adanya kesepakatan para pihak sebelum melakukan pengalihan suatu hak cipta.

“Tidak hanya itu, ada satu hal lagi yang masuk kategori di atas yaknin sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan perundang-udangan. Yakni, pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, merger, akuisisi, atau pembubaran perusahaan atau badan hukum dimana terjadi penggabungan atau pemisahan aset perusahaan,” pungkasnya.

Penulis: Tim ALSA FH UNAIR

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).