Cegah Malaria Dari Diri Sendiri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: CNN Indonesia

Musim hujan tiba, nyamuk pun merajalela. Mungkin itulah kiasan yang menggambarkan kondisi dikala hujan tiba. Masalah serius yang muncul akibat meningkatnya populasi nyamuk ialah tingginya resiko penularan parasit darah, salah satunya malaria. Malaria merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh parasit protozoa darah dari genus Plasmodium.

Pada tahun 2017, diperkirakan malaria menyebabkan 435.000 kasus kematian di dunia. Sampai saat ini malaria masih menjadi masalah kesehatan dunia, salah satunya di Indonesia bagian timur yang masih menjadi wilayah endemis malaria.

Penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk betina yang menghisap darah. Gigitan nyamuk tersebut menyebabkan parasit masuk dalam tubuh manusia. Parasit ini akan menetap pada organ hati sebelum siap menyerang sel darah merah. Pemeriksaan darah melalui prosedur hapusan darah tipis di bawah mikroskop masih menjadi standart diagnosa malaria yang sering digunakan, selain itu peneguhan diagnosa juga dapat dilakukan dengan kit diagnostik cepat/ rapid diagnostik kit (RDT).

Penyakit ini menyebabkan berbagai gejala, mulai dari gejala yang sangat ringan hingga berat bahkan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang biasa ditimbulkan antara lain demam, berkeringat, malaise, sakit kepala, mual dan fatigue. Selain gejala yang timbul, tanda klinis yang sering muncul pada malaria antara lain peningkatan laju pernapasan, ikterus ringan, kelemahan, pembesaran hepar dan pembesaran limpa.  Malaria harus segera ditangani untuk mencegah risiko komplikasi yang berbahaya.

Malaria serebral  merupakan komplikasi neurologis paling parah dari infeksi Plasmodium. Kondisi tersebut disebabkan oleh kerusakan dinding pembuluh darah akibat tersebarnya parasit dalam pembuluh darah yang menyebabkan otak kekurangan suplai oksigen. Akibat dari kurangnya suplai oksigen ke otak inilah yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada malaria serebral. Pada beberapa kasus pasien yang bertahan dari bentuk malaria serebral biasanya akan mengalami cedera otak yang menyebabkan gangguan neurokognitif jangka panjang.

Resistensi Plasmodium terhadap obat-obatan antimalarial seperti klorokuin kini menjadi masalah di daerah endemik seperti di Indonesia. Pengobatan malaria dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACT) direkomendasikan oleh WHO karena dapat memperlambat terjadinya resistensi. Maka dari itu untuk mengurangi kasus malaria, bijak rasanya jika melakukan langkah pencegahan di samping pengobatan yang terus dilakukan pada penderita malaria.

Meski belum ada vaksinasi yang efektif untuk mencegah malaria, langkah pencegahan tetap dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk melalui pemasangan kelambu yang disemprot insektisida pada tempat tidur, menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang terutama saat beraktivitas pagi dan sore hari, serta menggunakan krim atau semprotan antinyamuk.

Selain itu menjaga kebersihan lingkungan dengan langkah 3A yakni menguras, membakar, dan mengubur juga dapat dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan dari nyamuk. Sehingga resiko penularan parasit darah terutama malaria dapat diminimalisir. (*)

Penulis : Mahendra Pujiyanto

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).