Stres Picu Sariawan Kambuhan dan Alergi?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi sariawan. (Sumber: GridID)

Mukosa mulut dapat sangat reaktif terhadap pengaruh psikologis. Gangguan psikologis ditandai dengan perubahan fisiologis yang berasal, setidaknya sebagian, dari faktor emosional. Sariawan kambuhan atau stomatitis aphthous rekuren (RAS) adalah yang paling banyak jenis umum dari penyakit ulseratif pada mukosa mulut, mempengaruhi 20% dari populasi umum.

Etiologi RAS adalah multifaktorial yaitu trauma, stres, hormonal, imunologis, obat-obatan, dll. Dari beberapa penelitian tekanan psikologis dinilai melalui kuesioner dan hasil menunjukkan pasien RAS mempunyai tingkat stres yang lebih tinggi, daripada kelompok kontrol.

RAS terjadi pada orang yang mengalami stres  karena ketika stres terjadi, sistem kekebalan tubuh berkurang, mengurangi resistensi mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan. Studi ini mengungkapkan kemungkinan korelasi, seperti disebutkan pada literatur sebelumnya, antara RAS dan stres.

Stres bisa memicu alergi dan RAS, di mana ada peningkatan kadar kortisol atau oksigen reaktif spesies (ROS) yang memulai lesi oral. RAS juga terkait dengan perubahan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu modifikasi yang mempengaruhi banyak komponen sistem kekebalan dan menjelaskan peran stres yang dapat memicu alergi tipe adaptif meski tanpa riwayat alergi sebelumnya.

Gangguan afektif bipolar (BAD) adalah penyakit mental, dengan perubahan suasana hati yang ditandai oleh episode ekstrem kegembiraan dan depresi, termasuk periode latensi. Ini mempengaruhi antara 1% dan 2% dari total populasi, dengan prevalensi yang sama antara pria dan wanita. Gangguan afektif bipolar dianggap sebagai bentuk penyakit kejiwaan yang bisa dirawat setelah didiagnosis dengan benar melalui kombinasi farmakoterapi, psikoterapi, dan konseling.

Penyakit psikosomatis adalah penyakit fisik yang diperparah oleh faktor psikologis, dalam hal ini berupa RAS yang dipicu oleh gangguan afektif bipolar disertai alergi makanan. Penting untuk mengenali hubungan antara faktor psikologis dan kondisi rongga mulut sambil merawat gangguan psikosomatis oral.

Diperlukan sebuah pendekatan interdisipliner yang melibatkan dokter gigi dan psikiater dengan tindak lanjut jangka panjang. Menurut literatur, prognosis kesembuhan untuk BAD dianggap relatif menguntungkan. Selama perawatan gigi, perubahan suasana hati dan episode depresi berulang, yang merupakan karakteristik dari kelainan tersebut umumnya tampak dan berkontribusi untuk meningkatkan kecemasan dan kekambuhan terjadinya RAS.

Dokter gigi bertanggung jawab untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya kecemasan dan ketakutan dan menerapkan strategi yang berbeda berupa manajemen perilaku untuk meminimalkannya.

Dapat disimpulkan bahwa perawatan pasien BAD membutuhkan perawatan ekstra intervensi psikososial. Diperlukan perawatan jangka panjang membangun hubungan yang lebih besar antara dokter gigi dan pasien. Strategi harus dikembangkan untuk terus menerus memotivasi pasien karena eliminasi faktor pemicu adalah terapi utama untuk RAS untuk mencegah kekambuhan dan mengurangi frekuensi. (*)

Penulis: Nurina Febriyanti Ayuningtyas

Informasi detail dari tulisan ilmiah ini dapat dilihat pada tulisan kami di,

https://actamedicaphilippina.upm.edu.ph/index.php/acta/article/view/691

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).