Ancaman Infeksi Setelah Pemasangan Cincin untuk Penanganan Prolaps Organ Panggul

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Prolaps Organ Panggul. (Sumber: popmama)

Prolaps organ panggul merupakan kondisi yang sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain menyebabkan ketidaknyamanan, kondisi ini juga memberikan dampak negatif pada kualitas hidup penderita. Penanganan pada kondisi prolaps organ panggul hanya ditawarkan kepada pasien yang merasa bahwa gejala yang muncul sangat mengganggu.

Hingga saat ini, ada 2 jenis terapi yang dapat digunakan dalam penanganan kondisi ini, yaitu penanganan dengan cara operasi atau dengan cara konservatif. Salah satu cara konservatif yang sering dilakukan adalah dengan memasangkan alat berbentuk cincin kedalam vagina, dengan tujuan menyangga organ panggul agar tidak turun lagi.

Berdasarkan luarannya, tidak ada perbedaan yang bermakna antara terapi dengan cara konservatif dan operasi. Oleh karena itu, terapi dengan operasi biasanya dilakukan jika cara konservatif gagal.

Namun, terapi konservatif dengan memasukkan alat berbentuk cincin tersebut memiliki efek samping, dan efek samping yang paling sering terjadi adalah keputihan. Hal ini terjadi karena cincin tersebut dianggap merupakan benda asing oleh tubuh, sehingga terjadi keradangan lokal di daerah tersebut.

Karena adanya keradangan, menyebabkan perubahan ekosistem di vagina, yang mengakibatkan terjadinya infeksi. Namun hingga saat ini, penelitian terkait infeksi yang disebabkan oleh karena efek samping dari pemasangan cincin sebagai terapi prolaps organ panggul masih jarang dilakukan di Indonesia.

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebanyak 20 pasien dengan prolaps organ panggul diikutsertakan sebagai sampel penelitian. Para pasien tersebut telah mengalami menopause selama rata-rata lebih dari 5 tahun lamanya, dan didiagnosis dengan prolaps organ panggul sesuai dengan kriteria internasional. Seluruh pasien ini direncanakan untuk ditangani dengan terapi konservatif dengan memasukkan cincin kedalam vagina. Sebelum cincin dimasukkan, cairan kewanitaan diambil untuk dilakukan evaluasi terkait bakteri yang ada.

Satu bulan setelah terapi tersebut, cairan kewanitaan kembali diambil untuk dilakukan evaluasi ulangan, dan dibandingkan dengan hasil sebelum diterapi. Dari hasil evaluasi yang dilakukan di laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya, ditemukan bahwa angka kejadian infeksi bakteri pada vagina meningkat secara drastis dari 0 kejadian sebelum pemasangan cincin menjadi 16 pasien setelah 1 bulan pemasangan cincin.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa angka kejadian infeksi bakteri dapat meningkat secara drastis sebagai efek samping dari terapi pemasangan cincin. Namun, diharapkan masyarakat penderita prolaps organ panggul tidak merasa was-was setelah membaca berita ini, dan memilih untuk beralih ke terapi dengan cara operasi. Karena bagaimanapun juga, terapi dengan operasi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh dan mengeluarkan lebih banyak biaya.

Dengan adanya berita ini, diharapkan masyarakat yang menderita prolaps organ panggul lebih memperhatikan higenitas vagina setelah pemasangan cincin tersebut, agar kejadian infeksi karena bakteri bisa berkurang. (*)

Penulis: Eighty Mardiyan Kurniawati dan Firas Farisi Alkaff

Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada publikasi kami di: http://dx.doi.org/10.5958/0976-5506.2019.03084.5

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).