UNAIR NEWS – Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2019, dari 13.568 kasus kekerasan yang tercatat, 9.637 kasus berada di ranah privat (71%). Jumlah ini meningkat dari tahun 2018. Dari jumlah tersebut, jumlah kekerasan dalam pacaran mencapai 2.073 kasus, dan jumah kekerasan terhadap istri mencapai 5.114 kasus.
Hal tersebut merupakan salah satu sebab dari sebuah hubungan yang tidak sehat atau biasa dikenal dengan “toxic relationship”. Hubungan tersebut memiliki beberapa karakteristik yang berlawanan dengan hubungan yang sehat. Bila hubungan yang sehat lebih bersifat dua arah, toxic relationship cenderung satu arah dan menguntungkan satu pihak saja, adapun pihak lain lebih sering merasa dirugikan.
Dr. Primatia Yogi Wulandari, M.Si., Psikolog pakar psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) dari Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan pada Rabu (18/12/19) menyebutkan bahwa toxic relationship paling berbahaya bila terjadi pada kalangan remaja atau pasangan yang menjadi orang tua dari anak-anaknya. Hal ini karena toxic relationship memiliki dampak yang bermacam-macam.
Sebagian besar mungkin diawali dari dampak yang bersifat psikologis. Orang yang menjadi pihak dirugikan dalam toxic relationship dapat menjadi rendah diri dan pesimis.
“Bahkan bisa saja ia membenci dirinya sendiri akibat perlakuan ataupun perkataan negatif yang diberikan teman atau pasangannya tentang dirinya,” ungkapnya.
“Lebih lanjut, dikarenakan kondisi psikis dan fisik itu berkaitan, tidak jarang emosi-emosi negatif itu berdampak terhadap penyakit-penyakit fisik seperti jantung,” tambahnya.
Tak hanya itu, toxic relationship juga dapat mengarah pada kematian. Toxic relationship dapat menimbulkan konflik batin yang mengarah pada depresi atau kecemasan. Apabila hal itu terjadi secara terus menerus dan tidak segera dicari solusinya, bisa saja korban toxic relationship membunuh dirinya sendiri. Selain itu, salah satu dampaknya juga pada penyakit fisik, seperti jantung, tentu dapat mengarah pada kematian.
Di era disrupsi sekarang ini, beberapa perilaku yang kurang tepat terkadang menjadi viral dan malah berpotensi untuk ditiru oleh masyarakat luas. Begitu juga dengan toxic relationship.
Ketika terdapat hubungan yang tidak sehat dan merugikan salah satu pihak di dalam hubungan, hal itu justru menjadi bahan tertawaan dan dicontoh oleh orang lain. Banyak hal-hal yang negatif dan tidak lucu, saat ini justru dipandang sebagai sesuatu yang lucu. (*)
Penulis : Ulfah Mu’marotul Hikmah
Editor : Binti Q Masruroh