Prof. Dr. Hendy Hendarto, Kaji Mengenai Infertilisasi dan Bayi Tabung

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dr. Hendy Hendarto, Dr., Sp.Og(K)., saat menyampaikan orasi. (Foto: M. Alif Fauzan)

UNAIR NEWS – Prof. Dr. Hendy Hendarto, dr., Sp.Og(K) adalah guru besar Bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) ke-113 yang dikukuhkan UNAIR pada Kamis (12/19). Acara pengukuhan dilakukan di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen Unair bersama dengan pengukuhan 3 guru besar lain. 

Dalam kesempatan pidatonya, Prof. Hendy menyampaikan orasi ilmiah mengenai bayi tabung Sebagai Teknologi Terkini Untuk Mengatasi Infeltirisasi. Guru besar FK tersebut memaparkan bahwa di dalam masyarakat Indonesia yang sering disalahkan sebagai penyebab infertilisasi adalah pihak perempuan. Padahal, baik pihak laki-laki maupun perempuan  memiliki resiko yang sama besarnya, yakni sebesar 40 persen. 

“Ada bias gender di masyarakat kita , kalo ada pasangan suami istri yang susah memiliki anak, pasti yang banyak disalahkan adalah pihak perempuan,” ungkap Prof. Hendy.

Masalah non medis seperti faktor lingkungan, pola hidup, kegemukan, dan faktor usia juga dapat mempengaruhi siklus ovulasi pada perempuan sehingga menyebabkan penurunan kesuburan. 

“Ini perlu diperhatikan, usia pada perempuan itu menjadi yang paling kritis, saat menginjak usia 35 tahun sel telur pada perempuan itu sudah mengalami penurunan kualitas, dan kalo stress jangan makan banyak-banyak nanti obesitas yang menyebabkan penurunan kesuburan,” tambahnya. 

Lebih lanjut, Prof. Hendy mengungkapkan, terkait dengan bayi tabung, adalah teknik fertilisasi in vitro yang merupakan salah satu teknik dalam teknologi reproduksi berbantu untuk mengatasi permasalahan infertilisasi pada pasangan suami istri. 

Perkembangan bayi tabung pertama kali dilakukan pada tahun 1970an di Inggris, dan  pertama kali dilakukan di Indonesia baru pada tahun 1987 di RSAB Harapan Kita. Dan di tahun 1992 lahir bayi tabung pertama di RSUD Dr. Sutomo Surabaya bernama Ken Kinasih.  

Perjalanan panjang perkembangan bayi tabung sudah lebih 40 tahun, namun, ungkap Prof. Hendy, biaya masih cukup tinggi. Tingginya biaya pada bayi tabung disebabkan karena 3 hal, yaitu biaya pemeriksaan awal, obat-obat stimulasi ovarium, dan peralatan laboratorium FIV. 

“Penggunaan teknologi yang canggih dan pemakaian obat yang mahal menyebabkan pelayanan bayi tabung tidak mudah diakses, walaupun kebutuhan akan itu meningkat” tuturnya.  “Sebagai informasi, kami telah melakukan penelitian penggunaan sel puncah darah menstruasi untuk mengatasi kegagalan ovarium pada model tikus, dengann harapan nantinya ini  bisa diterapkan pada manusia sehingga kegagalan ovarium yang menyebabkan tidak bisa mendapatkan keturunan secara permanen bisa diatasi,” pungkasnya. (*)

Penulis : Sugeng Andrean 

Editor : Nuri Hermawan 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).