Pentinganya Pemberian Vaksi Rotavirus untuk Anak di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Hingga saat ini, diare masih merupakan penyebab terbanyak kematian pada bayi dan anak di Indonesia. Sebanyak 38-67% diare pada anak di Indonesia disebabkan oleh Rotavirus grup A (RVA). RVA sendiri adalah virus dari famili Reoviridae yang memiliki banyak sekali variasi genotipe, seperti G1P[8], G2P[4], G3P[8], G4P[8], G9P[8], dan G12P[8] yang sering ditemukan pada pasien-pasien di Indonesia dari tahun 2010-2015.

Meninjau beratnya beban diare bagi populasi anak-anak, pada tahun 2006 dikeluarkan 2 macam vaksin rotavirus, yaitu Rotarix® dan RotaTeq®. Sampai hari ini, sudah terdapat 84 negara yang memasukkan vaksin rotavirus tersebut sebagai bagian dari imunisasi wajib bagi anak-anak. Vaksin rotavirus terbukti mampu menurunkan prevalensi infeksi RVA secara menyeluruh, namun juga pada waktu yang sama mengubah proporsi genotipe RVA yang beredar di masyarakat luas. Sayangnya, di Indonesia belum ada data mengenai genotipe RVA dan kaitannya dengan diare pada anak; sehingga, pada studi ini, kami ingin mengevaluasi kedua hal tersebut.

Studi ini melibatkan 432 sampel tinja dari pasien anak diare yang dibawa ke RSUD Dr. Soetomo, Surabaya selama September 2015 sampai Maret 2018. Dari total sampel, 137 sampel tinja didapatkan positif mengandung rotavirus. Artinya, prevalensi infeksi rotavirus pada studi ini adalah 31,7%. Dari 137 sampel tersebut, sekitar 88% merupakan pasien berusia kurang dari 2 tahun, terbanyak pada usia 6-11 bulan. Angka prevalensi kejadian rotavirus ini lebih rendah dibandingkan dengan studi sebelumnya di tahun 2013 bahwa prevalensi rotavirus di Jawa Timur adalah sebesar 40%. Bila dibandingkan dengan studi lain, prevalensi rotavirus di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat adalah 53,7% (2010), 53,3% (2011), 45,1% (2012), 41,7% (2013), dan 38,7% (2014)—yang mana membuktikan bahwa vaksin rotavirus mampu menurunkan angka prevalensi kejadian infeksi rotavirus secara bertahap.

Dari segi genotipe, jenis terbanyak yang ditemukan pada studi ini adalah tipe equine-like G3[8]/[6], yaitu sebanyak 87,6%. Genotipe ini merupakan genotipe yang sama seperti jenis rotavirus yang ditemukan di Australia dan Jepang pada tahun 2013. Sehingga, besar kemungkinan jenis rotavirus yang sama tersebutlah yang menyebar masuk ke Jawa Timur, Indonesia. Beberapa studi lain juga menyebutkan rotavirus genotipe yang sama ditemukan pula di negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika Selatan. Padahal, genotipe ini merupakan tipe yang seharusnya jarang ditemukan pada manusia. Hal ini sangat penting untuk menjadi evaluasi apakah vaksin rotavirus merupakan dalang dari pergeseran genotipe ini.

Menariknya, rotavirus genotipe equine-like G3[8]/[6] ini hanya muncul dari September 2015 sampai Mei 2017. Pada bulan-bulan berikutnya, genotipe ini seakan mendadak hilang dan digantikan oleh rotavirus human G1/G3P[8]/[6]—yang memang sudah sejak lama cukup tinggi prevalensinya di Indonesia. Ada dugaan bahwa penyebab pergeseran ini adalah vaksin rotavirus yang pertama kali dipopulerkan di Indonesia pada tahun 2011. Laporan-laporan serupa dari negara lain juga menunjukkan hal yang sama. Di Jepang, misalnya, terjadi pergeseran genotipe rotavirus pada tahun 2012-2014, yaitu saat penggunaan vaksin rotavirus berkisar kira-kira 39% pada tahun 2012-2013. Di Slovenia, genotipe G1P[8] bergeser menjadi G4P[8] dan G2P[4] ketika penggunaan vaksin rotavirus sekitar 27% pada tahun 2007-2013. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa transisi genotipe rotairus juga masih mungkin terjadi di Indonesia, meski penggunaan vaksin rotavirus di Indonesia masih rendah. Meski demikian, transisi dalam penelitian kami ini dapat dikategorikan terlalu dinamis karena hanya terjadi dalam 2 bulan. Mekanisme perubahan ini pun belum dapat dijelaskan secara mendetail.

Dari tampilan klinis, gejala yang biasa muncul pada pasien dengan gastroenteritis akut adalah diare, muntah, demam, dan dehidrasi. Akan tetapi, prevalensi gejala-gejala tersebut didapatkan lebih tinggi pada pasien dengan rotavirus positif daripada pasien dengan rotavirus negatif. Misalnya, sebanyak 54,2% pasien dengan rotavirus positif memiliki kecenderungan muntah ≥5 kali dalam 24 jam.

Dengan demikian, meninjau dari beratnya beban mortalitas dan morbiditas infeksi rotavirus pada anak, penting sekali bagi kita untuk memberikan vaksin rotavirus, khususnya pada populasi anak kurang dari 2 tahun. Melawan rotavirus, akan jauh lebih baik bila vaksin rotavirus juga dimasukkan menjadi salah satu vaksin wajib bagi seluruh anak Indonesia.

Penulis: Dr. Alpha Fardah Athiyyah, dr., SpA(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6510320/

Athiyyah AF, Utsumi T, Wahyuni RM, Dinana Z, Yamani LN, Soetjipto, Sudarmo SM, Ranuh RG, Darma A, Juniastuti, Raharjo D, Matsui C, Deng L, Abe T, Doan YH, Fujii Y, Shimizu H, Katayama K, Lusida MI, Shoji I. 2019. Molecular Epidemiology and Clinical Features of Rotavirus Infection Among Pediatric Patients in East Java, Indonesia During 2015-2018: Dynamic Changes in Rotavirus Genotypes From Equine-Like G3 to Typical Human G1/G3. Front Microbiol. 3;10:940. doi: 10.3389/fmicb.2019.00940. PMID: 31130934; PMCID: PMC6510320.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).