Konsep Patomekanisme Erupsi Obat Terkini

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh deJabar id

Adverse drug reaction (ADR) atau reaksi simpang obat menurut World Health Organization (WHO) didefinisikan sebagai respon yang tidak diinginkan terhadap pemberian obat dengan dosis normal pada manusia. Yang termasuk didalam pembahasan reaksi simpang adalah semua efek samping yang berhubungan dengan penggunaan obat, tanpa melihat penyebab dan mekanismenya. Di masyarakat, reaksi simpang obat merupakan masalah kesehatan yang penting karena dapat berakibat fatal sehingga penegakkan diagnosis reaksi simpang obat harus disingkirkan dari diagnosis banding lain pada pasien yang mendapatkan obat. 

Angka kejadian reaksi simpang obat di rumah sakit adalah sekitar 6,5% dari keseluruhan pasien. Reaksi simpang obat ini dapat menimbulkan angka kematian sekitar 2%. Reaksi simpang obat dapat menimbulkan gejala klinis pada seluruh organ, termasuk kulit, atau pun pada organ dalam, seperti pada hati, ginjal, saluran cerna, atau pun pada saluran pernafasan. Bentuk klinis reaksi simpang obat yang terbanyak berupa gejala atau erupsi pada kulit, yang disebut sebagai erupsi obat atau cutaneous adverse drug reaction (CADR). Erupsi obat merupakan respon di kulit yang tidak diinginkan terhadap pemberian obat dengan dosis normal pada manusia. Erupsi obat terjadi sekitar 30-45% dari keseluruhan reaksi simpang obat, dengan peningkatan angka kejadian erupsi obat pada negara berkembang berkisar antara 2-5 %. Dua hingga tujuh persen dari erupsi obat berupa erupsi obat berat. Sebuah studi di Amerika Serikat melaporkan lebih dari 100.000 kematian dalam setahun diakibatkan oleh erupsi obat berat, dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak. 

Erupsi obat yang merupakan bentuk terbanyak dari reaksi simpang obat, mempunyai bentuk variasi klinis yang luas, mulai dari reaksi yang ringan hingga reaksi berat. Erupsi obat, terutama yang berat, dapat berakibat fatal, dapat memperlama waktu tinggal di rumah sakit, dapat menimbulkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi, dapat menyebabkan kecacatan atau menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa. Dengan semakin banyaknya jenis obat akhir-akhir ini, risiko terjadinya erupsi obat menjadi semakin meningkat. Hal ini terutama terjadi pada individu usia lanjut, akibat penggunaan obat yang sering kali lebih dari satu macam.

Respons tubuh manusia terhadap pemberian obat dapat dipengaruhi oleh umur, fungsi hati dan ginjal, adanya kehamilan, adanya suatu infeksi, atau adanya reaksi antara obat dengan obat atau reaksi antara obat dengan makanan, daya tahan tubuh, faktor-faktor individu termasuk gaya hidup. Hal ini dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu pada hidup individu tersebut. Faktor genetik juga dapat berperan pada fungsi atau ekspresi gen pada respons tubuh terhadap pemberian obat. Faktor genetik dapat menentukan perubahan ekspresi gen atau fungsi gen yang berpengaruh pada respons imunitas, seperti gen human leucocyte antigen (HLA), yang berpengaruh pada spesifisitas dari erupsi obat yang diperantarai oleh sistem imunologi.

Perkembangan konsep patomekanisme erupsi obat dapat menjadi dasar pada perkembangan pencegahan serta penatalaksanaan erupsi obat, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien erupsi obat. Pencegahan erupsi obat dapat dilakukan melalui proses skrining, misalnya dengan pemeriksaan gen HLA, pada pasien dari populasi etnis/ ras yang berisiko tinggi mengalami erupsi obat. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat meningkatkan kualitas hidup individu, dengan mencegah timbulnya erupsi obat, terutama pada pemberian obat yang bersifat vital tetapi mempunyai risiko tinggi untuk menimbulkan erupsi obat yang berat. Sebagai contoh, pada pemberian obat kejang, obat untuk penyakit tuberkulosis (TBC), atau obat untuk HIV/AIDS. 

Obat-obat tersebut bersifat vital karena bila tidak diberikan dapat menyebabkan keadaan gawat darurat atau penyakitnya akan bertambah parah, tetapi mempunyai risiko untuk menimbulkan erupsi obat berat pada etnis/ ras tertentu. Sehingga diharapkan prosedur skrining ini, akan dapat mencegah timbulnya erupsi obat, terutama erupsi obat berat. Apabila didapatkan hasil skrining HLA positif yang menunjukkan adanya risiko untuk timbul erupsi obat pada individu tersebut, maka penggunaan obat tersebut dapat dihindari, dan dapat dicari obat alternatif lain yang tidak berisiko menyebabkan erupsi obat. Oleh karena itulah, diperlukan pemahaman mengenai patomekanisme erupsi obat, yang akan bermanfaat pada pencegahan dan penatalaksanaannya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup individu. 

Penulis: dr.Damayanti,Sp.KK

Informasi detail artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/7623

KONSEP PATOMEKANISME ERUPSI OBAT TERKINI

Damayanti

http://dx.doi.org/10.20473/bikk.V31.3.2019.136-141

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).