Manajemen Bedah Mulut pada Pasien dengan Asperger Syndrome

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi bedah mulut. (Sumber: alodokter)

Asperger syndrome adalah gangguan perilaku yang berhubungan dengan autisme dan sering dikaitkan dengan fungsi sosial yang abnormal dan pola perilaku berulang tanpa penurunan kecerdasan atau fungsi linguistik. Asperger syndrome ditandai dengan defisiensi sosial, minat terbatas, perilaku tanpa masalah komunikasi verbal dan tanpa keterlambatan bahasa, IQ rata-rata atau superior, dan kesulitan dalam mengubah rutinitas.

Diagnosis Asperger syndrome didasarkan pada karakteristik perilaku,dan membutuhkan setidaknya dua gejala gangguan interaksi sosial dan satu gejala perilaku dan keterbatasan minat, fungsi kognitif normal dan tidak adanya keterlambatan bahasa yang signifikan. Asperger syndrome sering didiagnosis terlambat pada usia rata-rata 11 tahun dan dalam beberapa kasus saat dewasa.

Dokter gigi menghadapi berbagai masalah selama perawatan pada pasien ini, seperti defisiensi dalam komunikasi dan kurangnya kepatuhan. Misalnya, gangguan komunikasi dapat menghalangi anak untuk memberitahu dokter gigi jika mereka merasa tidak nyaman selama perawatan, sehingga membatasi kemampuan dokter gigi untuk menggunakan berbagai teknik pedoman perilaku dasar selama perawatan. Tindakan stereotipikal dan berulang juga dapat menyulitkan dokter gigi untuk memberikan perawatan secara aman dan efektif.

Sebagian besar penelitian menunjukkan buruknya kebersihan mulut pada anak-anak dan dewasa dengan Asperger syndrome.Faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap buruknya kesehatan mulut pada anak denganAsperger syndrome : efek dari obat psikotropik dan antiseizure yang dapat menyebabkan komplikasi rongga mulut; berkurangnya air liur, seperti xerostomia; kebiasaan mulut seperti bruxism; perawatan rongga mulut yang buruk; dan sensitif berlebihan terhadap rangsangan sensorik.

Kebersihan mulut yang buruk telah dikaitkan dengan prevalensi karies yang lebih tinggi pada gigi-geligi sulung dan permanen terutama pada anak-anak Asperger syndrome, generalized gingivitis, dan penyakit periodontal. Pilihan perawatan gigi yang berbeda dapat berkisar dari komunikasi argumentatif, pedagogi visual, premedikasi, hingga anestesi umum. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menggambarkan dental manajemen pasien dengan Asperger syndrome yang membutuhkan pembedahan mulut dan bagaimana pendekatan pasien selama perawatan.

Laporan kasus ini mengenai pasien Asperger syndrome dengan kista radikuler, multiple gigi gangren dan gigi geraham bungsu bawah kanan kiriimpaksi yang memerlukan pembedahan rongga mulut yaitu enukleasi kista anterior rahang bawah, odontektomi, dan ekstraksi gigi. Pasien diketahui dengan Asperger syndrome sejak usia 5 tahun, kontrol rutin ke poli tumbuh kembang RSUD Dr. Soetomo, dan mengkonsumsi obat Clobazam setiap hari.

Dari bagian psikiatri sebelum operasi didapatkan tidak ada kontraindikasi untuk operasi, dan setidaknya satu anggota keluarga disarankan untuk menemani pasien.Pasien dan anggota keluarga kemudian memberikan persetujuan terhadap rencana tindakan setelah diberitahu mengenairencana operasi dan risikonya.

Akibat sulitnya interaksi sosial dan komunikasi yang berhubungan dengan Asperger syndrome, komunikasi dengan pasienturut melibatkan anggota keluarga. Tindakan operasi dilakukan dengan anestesi general. Evaluasi yang dilakukan 7 dan 14 hari setelah operasi menunjukkan penyembuhan luka berlangsung baik, tanpa dehiscence.

Pada kasus ini, pasien perlu menjalani operasi dengan sedasi atau anestesi umum. Mempertimbangkan bahwa perawatan gigi membutuhkan waktu lama, diputuskan bahwa prosedur bedah akan dilakukan dengan anestesi umum. Manajemen pasien autis dengan anestesi umum efektif, dan akan membantu mereka menoleransi pengobatan konvensional. Upayakan perawatan dilakukan dalam kunjungan singkat dan minimalkan rangsangan sensorik.

Sebagai contoh, tell-show-do adalah terapi paparan dasar dan efektif dan merupakan cara untuk memperkenalkan instrumen, peralatan, atau prosedur dental kepada pasien. Untuk individu dengan komunikasi verbal terbatas, gunakan gambar atau objek untuk menjelaskan apa yang akan terjadi. Beberapa orang akan mendapat manfaat dengan mempraktikkan aspek-aspek tertentu dari prosedur dental sebelum mengalaminya di klinik gigi.

Salah satu pendekatan yang paling efektif untuk mengurangi kecemasan gigi adalah dengan memberikan penjelasan dan informasi yang akurat dan terperinci tentang apa yang akan terjadi dan pengalaman yang diharapkan pasien. Dengan demikian, dokter gigi harus dengan hati-hati menjelaskan kepada pasien apa yang akan dijalaninya dan bagaimana rasanya, selain memperlambat kecepatan bicara untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih baik. Teknik-teknik ini mungkin tidak selalu berhasil pada pasien dengan Asperger syndrome, di mana defisit bahasa ekspresif dan reseptif dapat berdampak negatif pada pemanfaatan teknik ini.

Sebagai kesimpulan pada kasus ini, dalam merawat pasien dengan Asperger syndrome, ahli bedah mulut dan maksilofasial harus menyadari masalah yang terkait dengan kondisi ini dan bagaimana hal ini dapat mengganggu perawatan bedah. Interaksi yang erat antara pasien, orang tua, dan ahli bedah akan menghasilkan keputusan pengobatan terbaik. (*)

Penulis : David Buntoro Kamadjaja

Informasi detail artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.actamedicaphilippina.org/issue/1691-vol-53-issue-6-2019

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).