2020 Indonesia Zona Merah Depresi, Perlu Peran Media Cegah Bunuh Diri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Talkshow Everyone Can be a Hero, Everyone Can Save Lives, Prevent Suicide Now di Grand City, Surabaya. (Foto: Fida Aifiya)

UNAIR NEWS – Minggu, 8 Desember 2019, SMF Kedokteran Jiwa RSUD Dr. Soetomo didukung oleh PPDS Psikiatri Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar acara Everyone Can Be A Hero, Everyone Can Save Lives, Prevent Suicide Now di Atrium East Rotunda Grand City Surabaya.

Acara dibuka gratis untuk umum karena memang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya isu kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri. Dalam acara itu juga ada sesi yoga Harmony and Balance Our Body and Soul bersama instruktur Yulendra Adhiarta. Tidak hanya yoga, ada pula booth curhat dengan psikiater.

Dalam acara tersebut, hadir dr. Nalini Muhdi, Sp.KJ (K) sebagai pembicara. Dr. Nalini yang merupakan perwakilan Indonesia untuk International Association for Suicide Prevention (IASP) menyatakan bahwa kesadaran Indonesia dalam hal pencegahan bunuh diri masih rendah.

“Negara-negara lain sudah lari, kita masih jalan. Padahal menurut WHO, tahun 2020 nanti akan ada ledakan depresi dan Indonesia termasuk di zona merah,” ungkap dr. Nalini.

Ledakan depresi ini tidak dapat dipisahkan dari isu-isu globalisasi termasuk ekonomi, sosial, dan budaya. Maka dari itu, mustahil jika tugas pencegahan bunuh diri ini hanya diemban oleh profesional seperti psikiater dan psikolog.

Menurut dr. Nalini, masyarakat berperan besar dalam pencegahan bunuh diri. Untuk dapat menyadarkan masyarakat tentang isu ini, peran media sangat diperlukan. Salah satunya, media perlu tahu cara pemberitaan bunuh diri yang benar supaya tidak terjadi copycat suicide.

Copycat suicide adalah bunuh diri tiruan yang dilakukan seseorang dengan cara yang sama setelah ia mengetahui suatu kejadian bunuh diri. Ini sebabnya WHO mengatur panduan pemberitaan bunuh diri. Sayangnya, kesadaran media di Indonesia akan panduan pemberitaan itu masih minim.

“Rencananya ke depan kita adakan workshop pemberitaan bunuh diri untuk rekan-rekan media,” ujar dr. Nalini.

Belajar dari beberapa negara yang telah memberi guideline media dalam pemberitaan bunuh diri, cara ini terbukti efektif menekan jumlah bunuh diri.

Di Hongkong, misalnya, dulu bunuh diri dengan cara melompat dari ketinggian sangat populer dan menjadi kian marak karena cara pemberitaan yang salah oleh media. Setelah diterapkan 10 tahun program pencegahan bunuh diri yang bekerjasama dengan media, jumlah bunuh diri menurun secara signifikan. (*)

Penulis: Fida Aifiya

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).