Pengembangan Budidaya Lobster Laut di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh beritasatu com

UNAIR NEWS – Menjelang akhir tahun, sedang maraknya pembahasan terkait membuka kembali ekspor benih lobster laut ke luar negeri. Terutama ke Vietnam. Hal itu, karena Vietnam bisa dikatakan berhasil dalam mengelola lobster yang nama latinnya adalah Panulirus sp.

Menanggapi hal itu, dosen FPK UNAIR, Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M. Si, menjelaskan ciri-ciri Lobster yang siap dikonsumsi, yakin tidak ada cacat, luka, tidak membawa patogen penyakit, daging tidak mengandung zat logam berat dan antibiotik.

“Lobster baik itu air laut maupun air tawar harus dipelihara di lingkungan yang eco friendly,” terangnya.

Ukuran dan bobot lobster yang sesuai dengan pertambahan umurnya.  Pada umur tertentu, sambungnya, bobot lobster akan terus berkembang menyesuaiakan umur. Jika bisa berkembang dengan baik, maka akan semakin besar. Namun, pertumbuhan lambat dan tidak bagus secara genetik, banyak sekali aspeknya terkait lingkungan budidayanya.

Tidak hanya itu, ia juga mengatakan, teknik pemeliharaan lobster berada di Keramba Jaring Apung (KJA) dilakukan dengan terkontrol. Budidaya itu, sambungnya, memelihara secara terkontrol, memanipulasi habitat sesuai aslinya, kegagalan itu banyak sekali, produksi rendah bisa dipengaruhi banyak faktor, faktor lingkungan, faktor penyakit, faktor penyakit.

“Lingkungannya mungkin jelek, ya dioptimalkan, pakannya kita tambahkan sesuatu yang memacu pertumbuhannya, terus daya tahan terhadap penyakit, tahan terhadap pencemaran lingkungan,” Jelasnya

Benih lobster yang ada bisa jadi modal untuk dikembangkan di pembesaran,  namun kendala di pembesaran masih cukup besar, terutama di bidang pakan. Pakan lobster masih berupa ikan rucah (ikan kecil-kecil), dilihat dari pakannya Lobster di Indonesia dengan di Vietnam lebih menarik Vietnam daripada Indonesia.

“Di Australia terdapat jenis lobster air tawar Cherax quadricarinatus, Indonesia memiliki spesies Cherax destructor di Papua, namun warnanya tidak semenarik dengan lobster di Australia,” paparnya.

Pigmen yang mempengaruhi warna Krustasea adalah pigmen Astaxanthin, letak pigmen tersebut berada karapas. Tingkat kecerahan pigmen tersebut bisa dipengaruhi oleh kandungan pakannya.

“Sama seperti ikan hias, kalau pakannya biasa ya tidak muncul warnanya. Karapas Krustasea mengandung, meningkatkan pigmen bisa memberika pakan tambahan yang mengandung pgimen tersebut,” tuturnya

Jika pembenihan mulai diperhatikan selanjutnya adalah masuk ke pembesaran, pembenihan berhasil maka harganya juga mahal. Namun itu semua bisa tercapai jika sudah bisa menguasai teknologi, perlu adanya campur tangan dari pemerintah dan semua pihak terkait bersama, mempersiapkan teknologinya, belajar dari Vietnam jika ingin berhasil.

“Indonesia itu sebetulnya kaya, contohnya saja Sidat. Kalau teknologi sudah dikuasai budidaya juga meningkat, tak hanya udang, tapi lobster juga bisa menjadi komoditas unggulan,” ungkap Dr. Woro. (*)

Penulis : R. Dimar Herfano Akbar

Editor   : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).